24 - Bingung-bingung Kumemikirkan

146 19 78
                                    

DUA PULUH EMPAT

"Si Hera yang jadi selingkuhan si Devano udah ngedelete semua fotonya yang sama si Devano di ignya lho Git, anehnya nggak lama setelah itu dia malah pajang foto cowok lain, kan anjir banget kelakuan tuh cewek," kata Sabil tak habis pikir sambil memperlihatkan ig yang tengah discrolling olehnya.

Aku menghembuskan napas gusar. Tiba-tiba aku teringat kejadian beberapa hari yang lalu, saat nomor baru menelponku. Dan ketika aku mengangkatnya ia bilang ia Devano, kemudian ia meminta maaf padaku. Tapi alih-alih kujawab, aku langsung mematikan telponnya, kemudian memblokir nomor baru Devano. "Ya baguslah, gue sih berharapnya si Devanonya kali ini kena karma karena dia udah nyelingkuhin gue," balasku ikutan sebal.

Memang mulut mendadak jadi lemes banget kalau lagi komenin mantan, apalagi kalau putusnya gara-gara perihal selingkuh, rasa-rasanya julidku bisa bertambah ratusan lipat kalau aku sedang membahas Devano. Untungnya Mahesa sedang tidak ada di kelas, karena dia disuruh guru piket ke kantor untuk mengambil buku latihan kami yang belum diperiksa, hal itu karena guru pelajaran hari ini berhalangan hadir dan menyuruh kami melanjutkan latihan di halaman sebelah. Alhasil kami bisa bergosip ria selama beberapa menit tanpa Mahesa.

"Gue aminin paling besar kalau soal itu Git," sahut Jihan tiba-tiba. "Ya ampun, gue bahagia banget lihat tokoh utama drakor ini bahagia bersama sang pujaan hati," sambungnya kemudian tak kalah heboh.

Jihan memang daritadi sedang menonton drama Korea, matanya bahkan sampai membengkak, karena katanya episode yang dia tonton benar-benar sangat menguras air mata. Sungguh aku juga penasaran, tapi aku team menunggu drama itu selesai dirilis semua episodenya, karena aku tidak mau penasaran sampai gila seperti Jihan akhir-akhir ini.

Saat Jihan sedang heboh-hebohnya, teleponku berbunyi. Melihat nama Mahesa muncul aku langsung mengangkatnya.

"Iya, halo!"

"Git buk Fitri nitip beberapa buku paket juga nih, gue nggak bisa bawa sendirian ke kelas, lo mau bantu gue nggak?"

"Oke dalam lima menit."

"Siip, gue tunggu."

"Siapa Git?" tanya Sabil langsung setelah aku menutup telponku.

"Mahesa. Gue disuruh ke kantor buat bantuin dia bawain buku ke kelas," jawabku seraya berdiri.

"Oh okay, lo bisa sendiri aja kan? Harus bisa sih, soalnya kalau kami temanin nanti lo sama Mahesa nggak kelihatan ngedatenya," sahut Jihan membuatku mendengus sebal.

"Ya udah, bye!!"

Aku keluar dari kelas dan menuju ke kantor guru dengan cepat, karena aku tidak mau membuat Mahesa terlalu lama menunggu. Tapi langkah cepatku harus terhenti, karena aku melihat seseorang yang baru saja kubahas dengan teman-temanku, sedang berbincang hangat dengan Rebeca di depan kantor guru.

Bagaimana ini, tidak ada pintu belakang ataupun jalan lain yang bisa kulewati untuk menuju kantor guru kecuali melewati Devano dan Rebeca yang sedang mengobrol.

Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah berdiri di balik tembok besar yang membuatku tidak kelihatan di mata Devano dan Rebeca. Dua orang itu berbincang sangat seru, mereka bahkan sesekali terbahak entah karena apa. Tapi yang jelas namaku sesekali disebut di dalam percakapan mereka. Aku memang tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka katakan dengan jarak sejauh ini, tapi karena mereka menyebut kata yang kuyakini adalah namaku secara berulang aku jadi tahu kalau mereka sedang membicarakanku.

Untungnya obrolan mereka tak berlangsung sangat lama. Jadi setelah mereka pergi dan aku yakin mereka tidak akan melihatku lagi, aku langsung berlari menuju ke kantor guru, guna menemui Mahesa secepatnya.

Mahesagita✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang