“Huuuuh!”
Fiza mendudukan tubuhnya di sofa yang ada di tengah butik itu. Ia letakkan semua yang ada di tangan ke atas meja. Wajahnya tampak lelah dengan sedikit peluh di pelipis.
“Bagaimana Za pemeriksaannya?” Teh Kalina jalan mendekati Fiza.
“Kata dokter itu sih nggak masalah, Teh. Saya tetap di suruh pakai arm sling dan perbannya selama tiga hari ini,” jelas Fiza yang sudah mengipaskan majalah pada wajahnya.
Teh Kalina yang sudah duduk di sofa yang sama dengan Fiza, memeriksa hasil rontgen yang gadis itu bawa. Walau tidak paham, Kalina masih saja serius menatapnya.
“Panas banget sih ini butik. AC-nya nggak hidup apa?” tanya Fiza menyandarkan tubuhnya di sofa.
Teh kalina menyimpan kembali hasil rontgen itu ke dalam amplop besar berwarna coklat. “AC-nya mati, itu lagi dibenarkan sama tukangnya.”
“Beli baru makanya, Teh. Jangan pelitlah, uang Teteh pasti loba ‘kan?”
“Eta teh sungutna kalau ngomong nggak dipikir dulu. Sayang, atuh. Kalau masih bisa diperbaiki ya diperbaiki dulu,” balas Teh Kalina.
Masih dengan mengipas majalahnya Fiza bicara lagi, “Bilang aja Teteh, pelit!”
“Ih, kamu.” Teh Kalina ingin memukulkan bantal sofa ke Fiza. Namun, gadis itu cepat-cepat menggeser duduknya.
Fiza tertawa saja karena Teh Kalina tidak jadi menghujamnya dengan batal kecil itu. Gadis ini mengambil tas dan amplop coklatnya, lalu bersiap akan berdiri.
“Saya masih boleh libur ‘kan, Teh?” tanya Fiza menatap Teh Kalina yang mengambil alih majalahnya, “mau pulang, capek abis jalan-jalan sama Aidan tadi sehabis dari rumah sakit.”
“Boleh, tapi besok kamu ke butik! Ada customer mau pesan gaun pengantin lagi. Kamu bawa jurnalmu ya!” kata Teh Kalina memberi pesan.
“Jam berapa?”
Teh kalina mencoba melihat jam yang melingkar di pergelangannya. “sekitar jam sembilan. Kamu jangan telat lagi. Untuk jahit serahkan ke yang lain.”
“Oke, saya akan bangun pagi-pagi, Teh.” Fiza tersenyum dan menyanggupi semuanya.
“Teh Fiza bikin baju pengantin terus buat orang. Bikin buat diri sendiri kapan, Teh?” goda Alika yang sedang memasang baju ke manekin yang ada di pinggir jalan masuk.
“Iya, Za. Kamu pacaran udah lama kapan nyusul Tetehnya? Teteh aja Indira sudah umur 2 tahun. Kamu masih aja gadis. Nggak mau kepikiran mau nikah dengan Aidan?” tanya Teh Kalina begitu banyak hingga bingung Fiza menjawabnya.
“Tolong ya, kalian nggak usah bahas-bahas pernikahan! Lihat aja nyokap saya udah menikah malah dikhianati Ayah. Jadi, nikah itu ke depannya belum tentu bahagia. Enak begini,” jawab Fiza merangkup semua pertanyaan dari kedua wanita itu.
“Laki-laki, teh. Nggak sama semua. Bisa aja Teteh dapat laki-laki yang soleh dan baik hatinya. Masih nggak mau yang begitu, Teh?” Alika bertanya lagi dengan logat sunda yang khas.
Teh Kalina memangku majalahnya dan bersandar di sofa. Ia melihat ke arah lain, lalu bicara. “Kayaknya nih Aidan nggak seperti yang kamu omongin deh, Ka.” Ibu satu anak ini menoleh pada Fiza, “lebih baik kalau mau menikah sama yang lain aja deh, Za. Itu saran dari Teteh.”
Fiza bergeming. Ia jadi berpikir mengapa semua orang selalu menilai Aidan tidak pantas untuk menjadi suaminya. Padahal Aidan yang Fiza kenal sangat manis dan baik. Walau memang pria itu terkadang kurang sopan dan arogan.
“Sudah, atuh. Nggak usah dibahas lagi! Kapan ini saya mau pulangnya?”
Teh Kalina tertawa pelan mendengar pertanyaan Fiza. Sudah pamit dari tadi, tetapi masih saja di sini. Fiza berdiri dan menjinjing barangnya.
“Saya pamit pulang dulu, assalammulaikum!”
“Waalaikumsalam, hati-hati Fiza!”
•••
“Dari kapan Kang Rusdi punya penyakit jantung seperti itu, Na?”
Ismi dan Ratna berjalan santai menyusuri koridor rumah sakit yang cukup ramai. Ratna menoleh saat pertanyaan itu meluncur dari bibir tipis sahabatnya ini.
“5 tahun ini. Makin lama makin sering kumat. Saya hanya takut, Teh. Umurnya sih akang udah nggak lama. Mungkin itu juga yang dipikirkan Ilham saat mendengar permintaan abinya.”
Ismi mengusap-usap punggung Ratna pelan, “Kamu yang sabar. Kita hanya bisa bertawakal untuk kesembuhan Kang Rusdi. Semoga usaha ini masih bisa memanjangkan umur si Akang.”
“Iya, Teh. Hatur nuhun.” Ratna mengangguk pelan, “Teteh juga udah mau menyetujui perjodohan anak kita.”
“Sami-sami, Na. Teteh senang kalau Ilham jadi suami Fiza. Biar anak itu bisa lebih baik lagi agamanya.”
“Memangnya agama Fiza nggak baik?” tanya Ratna yang masih melangkahkan sepasang kakinya.
“Bukan seperti itu juga. Fiza Teteh didik dengan agama yang cukup kuat, tapi anaknya ini keras. Takut-takut Ilham jadi nggak mau sama Fiza,” jawab Ismi yang memperhatikan jalan di depannya.
“Kamu tenang aja, Teh. Ilham anaknya nggak seperti itu. Ilham pasti sabar mengajari Fiza menjadi istri soleha. Bukannya, tugas suami itu menuntun istrinya menjadi lebih baik? Begitu pun sebaliknya.” Ratna tersenyum hangat. Wanita bergamis syar'i ini sangat pintar dalam bertutur kata.
Wanita dengan tinggi hampir sama dengan Ratna ini mengangguk setuju.
“Kamu benar.”
Ismi berharap Fiza memang bisa menjadi lebih baik.
Mereka berhenti saat sampai di luar rumah sakit.
“Untung kita bisa bertemu lagi ya, Na. Nanti Teteh main ke rumahmu sekalian mengajak Fiza. Biar Ilham dan Fiza bisa saling kenal.”
“Iya, Teh. Nanti saya kirim alamatnya lewat SMS. Saya udah nggak sabar mempertemukan anak kita. Bentar lagi impian kita punya cucu akan terkabul.” Kedua wanita berhijab itu tertawa.
“Iya, senangnya. Ya sudah, Teteh pulang dulu. Takutnya Fiza sudah sampai di rumah. Tangannya masih sakit habis jatuh,” ucap Ismi berjabat tangan pada Ratna.
Ratna pun menyambut uluran tangan Ismi, “Oh, Fiza tangannya lagi sakit?”
Ismi mengangguk, “iya, cedera sedikit. Anaknya itu nggak mau diam. Jadi, begitu.”
Ratna tersenyum dan mengangguk-anggukan kepala.
“Aku pamit, asssalammualikum!” seru Ismi perlahan menjauh.
“Waalaikumsalam, Teh!” Ratna melambaikan tangannya dan terus memperhatikan punggung sahabatnya yang semakin jauh.
•••
*Loba : banyak
*Eta teh sungutna: itu mulutnya
*Hatur Nuhun: terima kasih
*Sami-sami: sama-sama
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Allah
ДуховныеSemua di dunia ini sudah ada takdirnya termasuk jodoh. ~~~ Paras cantik, pendidikan tinggi, dan karir sukses sudah berhasil Fiza raih diusianya yang sekarang menginjak 27 tahun. Umur yang sangat matang untuk seorang gadis menikah. Bahkan kebanyakan...