23. Bohong

222 9 0
                                    

Marisa mengurungkan niatnya saat ingin membuka pintu ruangan Ilham. Ia menoleh pada suster yang sedang asyik mengobrol dengan suster lainnya.

“Permisi.” Wulan berhenti berbincang dan menoleh pada orang yang memanggil, “dokternya ada?”

“Ada, Dok. Baru selesai periksa pasien,” jawab Wulan dengan sopan.

Oke, terima kasih.” Risa menunjuk pintu di depannya, “saya masuk dulu.”

Sebisa mungkin Suster Wulan terlihat ramah di depan dokter perempuan itu. Wulan menatap temannya.

“Dokter baru itu dekat banget sama Dokter Ilham. Nggak tahu apa kalau orang udah punya istri,” gerutu Wulan membuat dahi teman sesama suster di rumah sakit itu mengerut.

“Setahu saya ya, Lan. Dokter Risa itu temannya Dokter Ilham. Wajar kalau mereka dekat. Seharusnya memang Dokter Risa yang jadi istri Dokter Ilham. Mereka terlihat cocok,” timpal suster itu.

“Lebih cocok sama saya, atuh.”

“Mimpi!”

Ilham mengangkat kepala dan berhenti menulis saat mendengar suara pintu ruangannya dibuka. Lelaki ini tersenyum melihat Marisa memasuki ruangannya.

“Kamu ternyata, saya kira tadi masih ada pasien.”

Marisa tersenyum, “saya ganggu kamu ya, Ham?”

Pria itu menggeleng, “nggak, saya sudah selesai praktik. Ada apa?”

Ilham membereskan alat tulis di mejanya. Ia mengambil satu paper bag yang belum ia sempat kasih.

“Ini buat kamu. Tinggal kamu yang belum menerimanya.” Marisa tidak jadi menjawab pertanyaan Ilham. Gadis itu memperhatikan Ilham yang sudah berdiri sambil mengulurkan sebelah tangan, “ambil! Ini cuma oleh-oleh dari Jogja.”

Dokter cantik itu mengambil paper bag-nya, “saya terima. Terima kasih.”

Sami-sami,” balas Ilham dengan tersenyum.

“Kamu benar habis pergi honeymoon ya?” tanya Risa yang agak ragu menanyakan itu. Namun, ia penasaran sekali dengan kisah percintaan temannya ini.

Pria itu mengangguk, “iya, benar.” Ilham menengok jam yang melingkar di pergelangan tangannya, “bagaimana kalau kita makan siang dulu? Kamu belum makan ‘kan?”

“Boleh, kebetulan saya ke sini juga mau ajak kamu makan siang bersama.”

“Mari!”


•••

Mereka makan siang di sebuah kafe yang terdapat tidak jauh dari rumah sakit. Ini semua atas saran dari Marisa sendiri. Ilham hanya menyetujuinya saja.

“Aku penasaran deh ingin bertemu istrimu.” Marisa berucap sambil memotong steak yang ia pesan.

“Bagaimana kalau hari minggu kamu main ke rumahku!” ajak Ilham sebelum menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.

Marisa mengangguk cepat, “boleh juga, aku pun libur praktik hari itu. Omong-omong bagaimana kamu bisa mengenal istrimu itu sampai bisa menikah?”

“Aku dan dia dijodohkan orang tua kami.”

“Kamu mencintainya?” jawaban dari pertanyaan ini yang sangat membuat Marisa penasaran.

Ilham menghentikan aktifatas makannya sebentar, “awalnya nggak, tapi sekarang dia sudah menjadi istri saya. Saya wajib mencintainya.”

Takdir AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang