34. Istri yang Berbakti

327 15 1
                                    

“Jadi Ilham udah bilang suka sama kamu?” tanya Ismi sedikit terkejut.

Fiza yang sedang duduk di ruang tengah menodongakkan pandangan pada sang ibu yang berjalan menuruni tangga dan menghampirinya.

“Iya Bun. Fiza nggak nyangka mana A'a pakai ngajakin dinner.” Fiza senyam-senyum mengingat kejadian kemarin.

Ismi sudah duduk di sofa sebelah anaknya, “terus kamu jawab apa? Kamu nggak nolak dia ‘kan?”

Fiza menggeleng pelan. Tiba-tiba wanita paruh baya itu bersorak dan bertepuk tangan. Anaknya sampai terkejut dengan ulah single prent ini.

“Begitu dong dari dulu.” Ismi menepuk paha Fiza sambil tertawa. Gadis yang masih bingung dengan sikap ibunya itu. Jadi takut kalau sang bunda kerasukan, “berarti sebentar lagi Bunda akan menimang cucu.”

“Bunda mikirnya cucu mulu.”

Ismi berhenti tertawa. Tangannya mengambil sebelah tangan Fiza. Mengusap-usapnya sambil menyalurkan rasa kasih sayangnya.

“Untuk seorang ibu yang seumuran Bunda. Apa lagi pikirannya kalau bukun anak dan cucu-cucunya?”



•••



Fiza menjadi kepikiran perkataan Bunda siang tadi. Ia juga jadi mengingat saat Rusdi mengucapkan kalau ia mendambakan seorang cucu.

Gadis ini menghela napas dan membenarkan kimono dari lingerie yang ia pakai. Tiba-tiba pintu kamar terbuka Ilham yang baru masuk itu sangat terkejut.

“Kamu kenapa pakai baju seperti itu?” tanya Ilham sesekali melirik Fiza.

Pakaian yang Fiza pakai memang terbilang tipis dan pendek. Pahanya sampai terekspos hanya kimono yang sedikit tebal menutupi tubuh bagian atas.

Fiza menundukan kepalanya saat Ilham bertanya. Dia jadi merasa malu. Secara tidak langsung terlalu agresif.

“Fiza hanya cuma mau jadi istri A'a seutuhnya.” Dahi Ilham jadi berkerut, “terus memenuhi keinginan Abi dan Bunda.”

Ilham mendekat dan duduk di sebelah istrinya. Ia tersenyum pada Fiza yang masih menunduk.

“Kamu sudah siap melakukannya?” Lelaki ini tidak mau melakukan itu kalau Fiza terpaksa.

Fiza mengangguk dan mendongakkan pandangannya lagi.

“Fiza mau jadi istri yang berbakti. Maafin Fiza yang dulu menolak A'a.”

Ilham menganggukkan kepalanya, “nggak apa-apa sayang.”

Fiza merasakan getaran aneh di dadanya saat Ilham mengucapkan kata sayang untuk dirinya.

“Kalau begitu saya ke kamar mandi dulu.” Setelah berpamitan Ilham melangkah masuk ke kamar mandi.

Fiza jadi gelisah menunggu suaminya keluar dari kamar mandi. Telapak tangannya sampai berkeringat. Ia sampai terkejut mendapati Ilham sudah kembali dan duduk di sebelahnya lagi.

“Kenapa?” Ilham tertawa tanpa suara, “nggak usah tegang begitu.”

Gadis ini memaksakan untuk ikut tertawa. Padahal ia sangat gemetaran. Ilham yang mengangkat kedua tangan membuat Fiza mengerutkan dahi.

“Mau ngapain?”

Ilham menoleh, “berdoa dulu agar setan nggak ikut serta di antara kita. Jika Allah berkehendak memberi kita keturunan. Semoga anak itu kelak menjadi anak yang saleh dan saleha.”

Fiza paham sekarang. Gadis itu ikut menadahkan kedua tangannya. Namun, ia menoleh kembali pada Ilham.

“Tapi Fiza nggak tau doanya.”

Ilham tersenyum mendengar ucapan Fiza yang begitu polos.

“Saya akan ajarkan. Ikuti ya!”

Mereka dengan khusyuk melafalkan doa itu. Setelahnya, Ilham mengusap kepala gadis ini dengan lembut. Fiza merasa dicintai sekali oleh laki-laki di depannya itu sekarang. Tidak lama Ilham mendekatkan wajahnya pada Fiza. Karena takut Fiza memejamkan matanya.


•••





Sinar matahari di pagi itu menembus masuk dari sela-sela ventilasi rumahnya. Pagi ini sarapan sudah terhidang di meja makan. Tampak Fiza yang masih sibuk membuat secangkir kopi.

Ilham yang sudah rapi dengan kemeja putihnya ini berjalan mendekati meja makan.

“Pagi A'a.” Fiza meletakkan secangkir kopi itu ke dekar suaminya.

“Pagi, oh iya Za, nanti saya pulangnya agak malam ya. Soalnya sehabis praktik ada jadwal operasi.”

Gadis yang sedang menghidangkan makanan ke piring Ilham, menganggukkan kepala.

“Iya, A'. Semangat kerjanya,” ucap Fiza sambil tersenyum, “biar makin semangat sarapan dulu.”

Ilham menyambut dengan hangat piring berisi nasi goreng itu. Ia meraih sendok dan garpu, lalu segerak menyantap sarapannya.

Ilham mengerutkan dahinya saat menyantap masakkan gadis itu. Fiza yang melihat itu lekas bertanya, “kenapa? Nggak enak ya?”

“Nggak apa-apa, masakanmu sangat enak.” Ilham memaksa untuk tersenyum.

Fiza kurang yakin dan buru-buru mengisi piringnya. Ia juga mengerutkan dahi saat nasi masuk ke dalam mulut. Wanita ini tergesa-gesa untuk meneguk air dari gelasnya.

“Asin, A'.” Fiza mengambil piring Ilham. Padahal pria itu masih menyantap makanannya, “jangan dimakan lagi A' ini asin!”

Ilham menarik kembali piring, “nggak apa-apa. Nggak terlalu asin, saya masih bisa memakannya.”

Fiza mengalah dan membiarkan lelaki itu terus makan. Padahal dia sangat tahu itu asin. Dia saja nggak kuat.

“Saya suka asin. Ini enak,” ucap Ilham tersenyum lebar.

Fiza tahu suaminya berbohong. Lelaki itu benar-benar baik hingga menghargai masakan istrinya sampai sebegitunya. Ilham menyudahi sarapan dengan meneguk kopi.

“Garam memang baik, tapi kalau terlalu banyak juga nggak bagus. Kamu tahu ‘kan Allah aja nggak suka yang berlebihan.”

Gadis yang sedang menyantap roti itu cemberut, “maaf A' lain kali Fiza lebih teliti."

Ilham mengulurkan sebelah tangannya. Mengelus kepala Fiza dengan penuh sayang.

“Nggak masalah. Melakukan kesalahan itu wajar. Terkadang harus salah dulu untuk menjadi yang paling benar.”

Fiza mengulas senyum. Punya suami yang pengertian begini memang keinginannya. Lewat Ilham, ia mendapatkan itu.

“Saya pergi dulu ya.” Ilham berdiri dan meraih tasnya, “takut macet nanti kalau terlalu mepet. Kamu nggak ke butik?”

Fiza melihat penampilannya yang diperhatikan Ilham. Gadis itu masih memakai baju biasa.

“Iya, abis ini Fiza mau pergi.”

Ilham membulatkan mulutnya. Lelaki ini mengulurkan tangan kanan dan Fiza mencium punggung tangannya. Setelah berpamitan barulah Ilham melangkah keluar dari rumah.




•••





Terima kasih telah membaca cerita ini. 🙏🏻❤


21 mei 2020

Takdir AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang