26. Cinta dan Perubahan

234 11 0
                                    

Wanita yang duduk di sofa ruang tengah itu dari tadi menekan remot yang diarahkan ke televisi. Tidak berhenti ia memindahkan channel. Hingga seorang ibu datang membawakan secangkir teh hangat untuknya.

“Sudah jangan dijadikan mainan TV Bunda!” Ismi merebut remot miliknya, “tuh diminum dulu!”

Fiza cemberut dan mengalah dengan sang ibu. Ismi ikut duduk di samping putrinya. Ia menyimak acara di televisi.

“Kamu nggak kerja?” tanya Ismi menoleh sekilas ke Fiza.

Gadis yang sedang menyesap teh itu meletakkan dulu cangkirnya sebelum menjawab, “kerja, tapi sengaja ke rumah Bunda. Kangen sama Bunda.”

Fiza memeluk lengan ibunya dengan manja. Wanita paruh baya itu menjitak sedikit kepala anaknya sampai gadis itu mengaduh kesakitan.

Fiza mengangkat kepala yang ia sandarikan ke bahu Ismi, “sakit tahu, Bun.”

“Kamu itu jangan kebanyakan bolos! Kasihan Kalina yang gaji kamu. Sedangkan kamu jarang ada di butiknya.”

Gadis itu membenarkan pelukan di lengan Ismi. Ia menatap wanita dengan wajah yang sudah banyak kerutan itu.

“Nggak masalah kali, Bun. Terpenting tugas Fiza di butik udah selesai.”

“Bagaimana hubunganmu dengan Ilham? Kamu udah isi?” Ismi menatap Fiza.

Ditanya seperti itu Fiza melepas pelukannya. Kemudian gadis ini menggeleng.

“Fiza sama A'a Ilham itu nggak pernah ngapa-ngapain. Bagaimana mau isi?” Ia mengedikkan bahunya sekali.

“Kamu nggak pernah menjalankan kewajibanmu sebagai istri?”

Fiza menggeleng, “Fiza sama A'a itu ngurus diri masing-masing. Masak aja masih Umi yang ngerjain.”

“Kamu itu.” Ismi geram sendiri dengan anaknya, “dosa tahu kalau kamu nggak menjalankan kewajiban lahir dan batin untuk suamimu.”

“Fiza nggak mau terlalu dekat sama A'a. Fiza nggak cinta. Mana bisa Fiza ngelakuin semua itu.” Wanita berbaju pink yang senada dengan kuncir rambutnya itu mengalihkan pandangan, “sebenarnya Fiza mau cerai aja.”

Ismi terkejut dan lekas merubah posisi duduknya. Ia menatap marah pada putrinya itu.

“Kamu ini ngomong apa? Bunda sudah susah mencarikan kamu suami yang baik. Kamu tahu? Pria seperti Ilham itu sudah jarang sekali. Harusnya kamu bersyukur. Ini malah berpikir untuk cerai. Bunda nggak setuju!”

“Tapi Fiza nggak cinta sama Dokter itu, Bun. Kasihan juga sama A'a yang sering kena imbasnya sama sikap Fiza.”

“Kamu usaha mencintainya. Bukannya kamu udah putus dari Aidan. Kamu udah tahu Aidan itu penipu bukan?”

Ismi sudah banyak tahu tentang mantan pacar anaknya itu. Fiza sediri yang memberitahunya lewat telepon.

“Melupakan, lalu memindahkan perasaan ini nggak segampang itu Bunda. Fiza masih sakit hati sama kenyataan Aidan yang sudah bohong ke Fiza. Hati Fiza belum bisa terima cinta yang baru.”

“Pokoknya Bunda nggak mau tahu. Kamu nggak boleh bercerai dengan Ilham!” Ismi bicara tegas sambil berdiri, lalu ia mengusap dadanya dan melangkah pergi. “Kamu bikin darah Bunda naik aja.”

Fiza diam di tempat duduknya. Ia ingin mengakhiri semuanya, tetapi kedua orang tua mereka tidak menyetujui. Kalau Ismi sudah tidak setuju bisa ditebak jawaban dari kedua orang tua Ilham pasti juga sama.

Apakah Fiza harus pasrah seumur hidupnya? Tinggal bersama dengan orang yang tidak ia suka. Menua tanpa cinta.

Gadis ini menyandarkan kepalanya pada sofa. Menatap langit-langit rumahnya. Suara dari televisi menemani Fiza merenung.





Takdir AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang