24. Teman Ilham ke Rumah

225 12 0
                                    

“Assalammualikum.” Ilham membuka pintu kamarnya perlahan. Mengintip keberadaan sang istri. Karena kata Ratna, Fiza sudah pulang dari tadi.

Fiza yang duduk di tepi ranjang tidak membalas salam dari suaminya. Ilham kemudian masuk dan menutup pintu kamar. Ia perlahan melangkah mendekati Fiza.

“Hukum jawab salam itu wajib. Kalau nggak jawab tahu dong hukumnya apa?”

“Waalikumsalam,” jawab Fiza dengan terisak.

Ilham terkejut mengetahui istrinya sedang menangis. Karena awalnya tidak terlihat. Ketutupan rambut panjangnya itu.

Lelaki ini meletakkan tas kerjanya ke kasur, lalu duduk di sebelah Fiza.

“Kamu kenapa menangis?”

Ilham lebih terkejut lagi saat Fiza memeluknya secara tiba-tiba. Padahal selama pernikahan ini gadis itu tidak mau disentuh Ilham. Pria ini mengangkat kedua tangan ke atas dan tubuhnya menjadi kaku. Ia tidak membalas pelukan sang istri.

“Ternyata selama ini Aidan udah bohongin saya.” Masih dalam keadaan bersedih Fiza menceritakan apa sebabnya ia jadi menangis.

Ilham melemas. Sekarang ia menjadi bersimpati pada gadis itu.

“Benar kata Bunda kalau Aidan bukan laki-laki yang cocok dijadikan imam dalam rumah tangga. Saya nggak habis pikir aja. Cowok yang saya cinta selama ini hanya penipu,” lanjutnya bercerita dengan masih menangis.

Meski ragu untuk melakukannya Ilham tetap menepuk-nepuk pelan punggung Fiza, bermaksud menenangkannya.

“Sudah nggak perlu menangisi pria yang menyakiti hatimu. Terpenting sekarang kamu sudah tahu semuanya. Feeling ibu memang jarang meleset untuk anaknya. Kamu sudah tepat mengikuti semua nasihat Bunda.”

Fiza yang sedikit berkurang rasa sedihnya, sadar pada posisinya sekarang. Dengan cepat ia melepaskan pelukan dan bergeser dari Ilham. Memberikan jarak kembali antara mereka.

“Maaf, saya henteu sengaja peluk A'a.” Fiza melihat ke arah lain. Sudah terlanjur malu untuk menatap Ilham.

Ilham membenarkan posisi duduknya, “nggak apa-apa. Bagi saya yang penting kamu nggak bersedih lagi.”

Fiza menoleh dan membuat pandangan mereka bertemu. Namun, baru sebentar keduanya sama-sama membuang muka.

“Kamu udah beritahu Bunda masalah Aidan?”

Fiza menggeleng sambil cemberut. Ilham sedikit banyak sudah mengetahui mantan pacar istrinya itu. Walau kadang Fiza masih terang-terangan menunjukan rasa cintanya pada Aidan, Ilham tidak masalah.

“Saran saya segera beritahu. Agar Bunda juga tahu masalah ini.”

Fiza menoleh lagi, “saya malu A' pasti Bunda akan bilang. Tuh ‘kan apa kata Bunda kamu nggak mau dengar.” Gadis ini menirukan gaya bicara ibunya.

Ilham tertawa pelan mendengarkan. “Itu sudah risiko menurut saya.”

Fiza masih saja cemberut. Ilham berdiri dan meraih tas kerjanya lagi. Pria itu meletakkan tas ke atas meja. Mengambil pakaian dan masuk ke kamar mandi.


•••



Fiza berjalan ke arah depan rumahnya. Di tangannya terdapat sepiring pisang goreng dan dua cangkir teh hangat. Hari ini ia meminta izin untuk siang saja ke butik. Teh Kalina mengizinkannya. Pasalnya, ini adalah perintah dari Ilham. Suaminya sih menyuruh untuk libur saja. Namun, Fiza tidak dapat meninggalkan pekerjaannya.

Gadis yang rambutnya ini di cepol meletakkan nampan ke atas meja. Menghidangkan pisang gorong dan teh hangatnya di ruang tamu.

Teman lama yang Ilham bilang ingin datang berkunjung sudah ada di rumah itu sejak lima menit yang lalu. Selesai dengan tugasnya Fiza duduk di sebelah Ilham.

Takdir AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang