31. Mulai Cinta

279 18 0
                                    

“Ham, dengarkan saya dulu!” Sedari tadi Marisa mengikuti Ilham yang akan pergi ke kantin, “saya bisa jelaskan semuanya.”

Akhirnya Ilham berhenti. Ia jadi tidak enak pada orang-orang yang memperhatikan mereka sepanjang lorong rumah sakit.

“Mau jelaskan apa lagi? Semua sudah jelas, kamu mau menjelek-jelekkan istri saya. Untuk apa kamu melakukan semua itu Risa? Kamu bukan seperti Risa yang saya kenal dulu,” ucap Ilham, terselip nada kecewa di pembicaraannya.

“Tapi Fiza memang marah-marah ke saya. Saya nggak bohong.” Marisa masih saja mengutak-atik kepercayaan Ilham terhadap Fiza.

“Fiza marah karena kamu duluan yang menyinggungnya.” Pria berjas dokter ini menghela napas, “sudahlah Risa, jangan terus mencari pembelaan dikesalahanmu!”

Marisa menundukkan kepalanya. Ia mulai terisak. Ilham jadi memperhatikan sekelilingnya. Orang-orang menatap aneh padanya karena wanita di depannya itu menangis.

“Kamu kenapa menangis? Sudah jangan menangis nggak enak sama pasien dan staf di sini. Nanti saya dikira ngapa-ngapain kamu.”

Bukannya berhenti wanita itu terus menangis. Akhirnya Ilham menyeretnya ke taman. Duduk di sana berdua.

“Saya sudah maafkan kamu. Jangan diulangi lagi!”

Mendengar perkataan lelaki itu. Marisa mngangkat kepalanya dan berhenti menangis. Air mata sudah membasahi pipinya.

“Kamu serius?” Ilham mengangguk, “terima kasih.”

“Ada syaratnya kalau kamu masih mau berteman dengan saya.”

“Kenapa harus pakai syarat? Bukannya dari dulu kita berteman?”

“Iya, kita memang berteman sudah lama, tapi kalau kamu masih menaruh perasaan ke saya. Saya nggak bisa jadi temanmu lagi.”

“Perasaan ini nggak bisa diatur Ilham. Saya menyukaimu dari lama sebelum kamu bertemu Fiza. Saya sudah menyukaimu, tapi kamu menikah dengan orang lain.” Marisa menatap Ilham dengan sendu.

“Itu tandanya kita nggak berjodoh Risa. Allah pasti sudah mengatur jodoh juga untukmu. Namun, bukan saya. Kamu harus bisa terima itu. Sekarang saya punya istri dan kita nggak bisa terlalu dekat. Apa kata orang-orang yang melihat nanti.”
Wanita berhijab ini merubah posisi duduknya. Ia menatap lurus ke depan.

“Saya mengerti, Ham.” Risa menoleh lagi ke lelaki ini, “tapi bukannya kamu nggak punya perasaan pada istrimu sendiri? Kamu masih bisa bebas mencintai siapa pun. Termasuk saya. Coba cintai saya, Ham! Setelah itu tinggalkan Fiza.”

“Kamu salah.” Ilham saling mengaitkan jari-jarinya. Mata elangnya menatap lurus ke depan, “saya pikir, saya mulai menyukai Fiza. Rasanya ada getaran kecil di hati ini saat Fiza memandang saya. Mata yang kecil, hidung lumayan mancung dan senyum manis itu selalu bisa membuat saya terpesona.”

“Jadi, kamu mencintai gadis itu?” tanya Marisa dengan nada sedikit tinggi.

“Iya, tapi saya masih mencoba terus menyakinkan perasaan ini.”

Wanita yang duduk di sebelah Ilham ini menggelengkan kepalanya, “nggak mungkin!”

“Saya harap kamu bisa buang perasaanmu untuk saya.” Ilham melirik jam tangannya, “maaf saya masih ada janji di kantin dengan dokter lain.”

Pria berjas dokter itu berdiri, “setelah perasaanmu bisa biasa saja ke saya. Kita bisa berteman lagi. Saya permisi!”

Setelah itu Ilham melangkah pergi. Marisa hanya bisa merapi kepergian lelaki itu.

Takdir AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang