33. Kepergian Marisa dan Ungkapan Cinta

282 10 0
                                    

Marisa menyimpan barang-barang yang ada di meja kerjanya ke dalam kardus. Ia memperhatikan sekeliling ruangan yang sudah 4 bulan ditempati sebagai ruang praktiknya.

Gadis ini melangkah dengan tangan membawa kotak kardus. Ia sedikit terkejut saat tidak sengaja berpapasan dengan Ilham yang melintasi ruangannya.

“Kamu mau ke mana?” tanya Ilham memperhatikan barang yang gadis itu peluk di depan perutnya.

Marisa menutup pintu terlebih dulu. Gadis ini terlihat tidak bersemangat bahkan bisa dibilang ia bersedih.

“Saya mau kembali ke Jogja.”

“Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu?”

Marisa menunduk, kemudian menarik napas panjang. Tidak lama ia mendongakan lagi pandangannya.

“Saya juga akan pindah tugas, Ham. Saya minta maaf padamu selama ini berpikir untuk menganggu rumah tanggamu. Sekarang saya sadar, cinta memang nggak bisa dipaksakan. Kamu memang bukan jodoh saya.”

“Saya sudah memaafkanmu, Sa. Apa keputusan yang kamu pilih ini sudah dipikirkan matang-matang?”

Gadis berhijab putih itu mengangguk, “Sudah, saya harus pergi. Mungkin, dengan ini saya bisa mengikhlaskan kamu.”

“Maafkan saya nggak bisa balas perasaanmu.” Ilham menjadi merasa bersalah pada teman baiknya itu.

“Nggak apa-apa, Ham. Bukan kamu yang salah, tapi saya yang salah menjatuhkan hati. Harusnya nggak jatuh di kamu.” Risa berusaha tersenyum walau hatinya merasa sangat terluka, “saya permisi. Selamat tinggal Ilham. Semoga suatu saat nanti kita bertemu lagi.”

Marisa berjalan menjauhi ruangannya tanpa menoleh lagi pada Ilham. Pria itu terdiam sambil menatap punggung yang terus menjauh darinya.

Tidak tahu kapan lagi mereka akan bertemu. Ilham berdoa agar Marisa diberikan jodoh yang terbaik.




•••





Fiza sedang sibuk-sibuknya bersama Teh Kalina di pabrik. Gadis itu sedang menyamakan desain yang dibuatnya dengan barang yang sudah jadi.

Tiba-tiba ponsel di tas kecilnya berbunyi. Fiza melipir ke tempat yang lebih sepi. Barulah ia mengangkat panggil yang ternyata dari suaminya sediri.

“Assalammulaikum, A'. Tumben telepon. Ada apa?”

Gadis yang kini sudah menutup kepala dengan hijabnya dan pakaian yang serba panjang itu menyapa Ilham dengan ramah.

[Waalaikumsalam, kamu masih di butik?]

Fiza menoleh ke belakang. Suara mesin jahit terdengar halus dari tempatnya berdiri.

“Fiza ada di pabrik, A'. Lagi ngecek barang sama Teh Kalina.”

[Oh begitu, kalau nanti saya jemput bagaimana?]

Wanita ini tertawa pelan, “A'a ini bagaimana sih. Fiza ‘kan bawa mobil untuk apa dijemput. Nanti kita bertemu di rumah aja.”

[Saya mau ngajak kamu makan malam di restoran favorit saya. Kalau begitu kamu langsung ke tempatnya aja ya. Jam 5 saya tunggu. Jangan sampai tidak datang lagi!]

“Kalau boleh tahu alamat restorannya di mana?”

[Saya akan share location ke kamu.]

“Baiklah, kali ini Fiza nggak akan mengecewakan A'a lagi. Sampai bertemu nanti sore, A'.” Ia tersenyum walau Ilham tidak dapat melihatnya.

Takdir AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang