35. Dua Garis [End]

581 23 5
                                    

Satu bulan kemudian.


“Hati-hati Abi!” Ratna menasihati suaminya yang berjalan menuruni beberapa anak tangga yang ada di depan pintu keluar rumah sakit.

“Abi tahu Umi.” Dengan tongkatnya itu Rusdi berjalan perlahan.

Fiza yang ikut mengantar ayah mertuanya untuk check up itu tertawa kecil menyasikkan perdebatan ringan kedua orang tua suaminya.

Mereka bersama-sama melangkah mendekati mobil Fiza.

“Alhamdulillah, Abi makin baik kondisinya. Sehat terus ya, Bi.” Fiza tersenyum sambil membukakan pintu untuk Rusdi dan Ratna masuk.

“Abi memang harus terus sehat ‘kan mau lihat cucu ya, Bi?” goda Ratna pada suaminya.

Rusdi sudah duduk di jok penumpang dengan dibantu sang istri, “iya, tapi cucunya belum terlihat.”

Fiza memegang perutnya yang masih datar, lalu berusaha tersenyum menatap ayah mertua.

“Doain Fiza cepat hamil ya, Bi. Biar cucunya Abi cepat terlihat.”

“Abi selalu mendoakan, Nak. Fiza jangan capek-cepek. Terus jaga kesehatan,” ucap Rusdi menitip pesan pada menatu kesayangannya.

Gadis itu tersenyum, “iya, Abi.”

Rusdi bergeser lebih ke dalam setelah berbicara, lalu Ratna menyusul masuk. Fiza kembali menutup pintu mobilnya. Setelah itu ia lekas melangkah ke sisi yang lain dan duduk di jok pengemudi.

Mobil mini merah milik Fiza melaju meninggalkan rumah sakit bergabung dengan kedaraan yang lain di jalan raya.

Setengah jam akhirnya mereka sampai di rumah. Fiza membantu Ratna memapah Rusdi sampai ke teras rumah. Kediaman mertuanya itu memang sepi karena Zahra sedang berada di kampus pagi ini.

Fiza melihat jam tangannya, “Umi, Abi, Fiza izin pamit ya. Mau ke rumah Bunda. Rencananya hari ini mau ikut pengajian lagi.”

“Iya, Nak. Terima kasih sudah antar kami ke rumah sakit,” ucap Ratna begitu lembut.

“Sama-sama Umi ini memang sudah tugas Fiza. Ya sudah, Fiza pamit.” Wanita berhijab itu bergantian menciumi punggung tangan kedua orang tua suaminya.

“Kamu nggak kerja?” tanya Rusdi.
Fiza menggeleng, “hari ini izin dulu Abi.”

Rusdi mengangguk saat sudah paham.

“Ya sudah, Fiza pamit lagi.” Gadis itu tertawa pelan, “assalammualikum.”

“Waalaikumsalam, hati-hati!”





•••



Hari ini kebetulan Ilham tidak praktik dan sekarang bertepatan dengan ulang tahun ke 31 pria yang masih terlelap di kasurnya itu.

Ia sudah bangun subuh tadi. Sepeninggalan Fiza yang memasak sarapan lelaki itu sedang ada di taman belakang melakukan olah raga ringan. Namun, ternyata Ilham melipir masuk ke kamar tanpa sepengetahuan istrinya, ia tidur kembali.

A'a bangun!” Fiza menarik selimut yang Ilham gunakan, “temani.Fiza belanja yuk! Kulkas kita udah kosong. Nggak ada yang bisa dimasak. Pagi ini aja Fiza cuma buat roti bakar.”

Bukannya segera bangun Ilham hanya bergerak sedikit untuk mengubah posisi tidurnya.

A’a!” teriakan Fiza berhasil membuat Ilham menutup kedua telinganya, “bangun!”

Ilham mengalah. Lelaki itu lekas duduk dengan muka kusutnya.

“Iya, ini sudah bangun sayang.”
Fiza tersenyum dan duduk di depan suaminya.

Takdir AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang