13. Benar-Benar Putus

216 19 0
                                    

Fiza merogoh saku handphone-nya saat terdengar bunyi pesan yang masuk. Ia lekas membaca pesan dari Aidan. Gadis ini seketika terlihat marah. Belum sempat membalas Ilham yang sudah keluar dari rumah sakit menghampirinya.

“Loh Fiza? Saya kira kamu sudah pulang?”

Gadis yang bersandar di kap mobil itu melihat ke arah Ilham. Ia tersenyum, lalu menyimpan kembali ponsel ke dalam tas.

“Akhirnya Pak Dokter keluar juga. Saya lumutan tahu nggak Pak nungguin Bapak?”

“Saya ‘kan nggak minta kamu menunggu.”

Fiza sedikit menggeram. Kemudian Ilham melanjutkan langkah menuju mobilnya yang kebetulan ada di samping mobil Fiza. Wanita ini melipir ke tempat Ilham.

“Pak Dokter ikut saya ke butik ya!” Fiza memeriksa jam tangannya, “masih ada 2 jam lagi sebelum butik tutup. Ini di suruh bunda, Pak.”

“Iya, saya ikut kamu, tapi mobil saya bagaimana?”

Fiza berpikir sejenak, “bawa masing-masing aja deh. Pak Dokter ikutin aja saya dari belakang.”

“Baiklah.” Ilham membuka pintu mobilnya dan lekas masuk.

Fiza pun segera berlari ke sisi pintu mobil mini cooper itu. Mereka meninggalkan rumah sakit bersamaan.

Teh Kalina tersenyum saat melihat Ilham dan Fiza datang bersamaan. Tidak menyangka seorang dokter bisa berjodoh dengan pasien cerewetnya ini.

Fiza menunjukan buku jurnalnya. Gambar yang ada di sana membuat Ilham terpukau.

“Ini semua desainnya kamu yang buat?”

Dahi Fiza berkerut. Namun ia tetap mengangguk. “Iya, Pak. Bagus ‘kan?”

“Bagus, kamu sangat berbakat.”

Entah kenapa seketika hati Fiza merasa berbunga saat dipuji oleh Ilham. Sampai ia melupakan kalau baru saja diputuskan Aidan.

“Jadi, kalian mau pakai yang mana?” tanya Teh Kalina.

“Yang ini!” tunjuk Fiza pada gambarnya, “iya ‘kan ini?” ia juga menanyakan lagi pada pria yang duduk bersebelah dengannya itu.

Ilham mengangguk dan tersenyum ke Teh Kalina, “iya, Teh. Itu.”

Teh Kalina mencatat dan segera mengukur mereka bergantian. Hari ini Fiza tahu kalau calon suaminya itu kemuannya simple. Tidak banyak maunya dan tidak bikin pusing. Semua pemesanan dan pengukuran berjalan cepat saja.

“Teh, ini saya juga pengen gaun pengantin ini dibuat.” Fiza menunjukan gambar masa kecilnya yang telah ia perbarui, “untuk lelakinya setelan jas berwarna hitam dengan dasi kupu-kupu.”

Oke, akan diusahakan cepat selesai.” Teh kalina menambah catatan di bukunya.

“Bisa jadi nggak Teh dalam 3 hari ini?” tanya Fiza yang sedikit khawatir dengan deadline yang tidak terkejar.

“Insyaaallah bisa. Punya kamu Teteh duluin pengerjaaannya, tapi ada uang tambahan untuk biaya? Nggak masalah?” Satu alis Teh kalina naik.

“Nggak apa-apa, Teh. Pak Dokter ‘kan kaya.” Setelah berucap itu dia tertawa, “uang segitu pasti kecil bagi dia.”

“Kamu itu.” Teh Kalina ikut tertawa dibuatnya.

Dari pintu kaca Fiza melihat Ilham yang berdiri di depan pintu butik. Lelaki itu masih menunggu Fiza untuk keluar.

“Fiza pulang ya, Teh. Ada urusan lagi,” ucap Fiza berpamitan.

“Sibuk banget calon pengantin,”goda Teh Kalina.

Takdir AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang