11. Persiapan Menikah

215 14 8
                                    

Pagi ini Fiza sedang ada di kamar mengerjakan desain baju pengantin. Ia serius sekali duduk menghadap meja kerjanya. Hari ini ia berencana berangkat siang saja ke butik lagi pula semua desain untuk koleksi baru butik sudah ia serahkan ke Teh Kalina. Sekarang waktunya ia merancang masa depannya.

Fiza si gadis yang takut akan resiko-resiko ke depannya setelah menikah itu memperbaiki desain 14 tahun yang lalu. Ia memperbarui gambar itu tanpa menghilangkan khasnya. Fiza ingin menggunakan gaun rancangannya sendiri di resepsi pernikahan. Gadis ini masih berharap pakaian ini dipakai saat bersama Aidan. Namun, kalau itu tidak terwujud Fiza sudah pasrah akan takdir yang semesta tetapkan untuknya.

Terpenting dari semuanya adalah kebahagian bunda. Karena sejak Ayah meninggalkan bunda di situlah Fiza berjanji akan membahagiakan bunda dengan caranya sendiri. Mungkin ini saatnya membalas semua pengorbanan bunda.

Fiza tersenyum saat desainnya sudah selesai diberi warna. Akhir dua hari saja ia memperbaiki gambar itu berhasil diselesaikan.

“Baru jam delapan,” gumamnya setelah melihat jam dinding yang bertengger di tembok kamar.

Fiza memasukan jurnal ke dalam tas yang akan ia pakai hari ini, lalu bersiap-siap akan pergi. Ketika menuruni anak tangga gadis itu melihat Ismi sedang menyapu rumah.

“Bunda, Fiza pergi kerja ya.” Gadis berpakaian rapi ini mencium punggung tangan Ismi, “mau cari bahan buat gaun Fiza.”

Ismi mengangguk, “terus jas untuk Ilham bagaimana? Ilham nggak kamu bikinkan desain baju pengantin?”

“Pak Dokter itu harus ke butik, Bun. Buat pilih desainnya. Ini ‘kan Fiza baru bikin gaun resepsi.”

“Kalau gitu ajak dong main ke butik tempat kamu kerja sekalian pilih baju nikah. Kalian di kasih waktu cuma seminggu-loh buat persiapan. Sekarang sisa lima hari lagi.”

Mata Fiza seperti ingin keluar dari tempatnya. Ia terkejut mendengar penuturan Ismi.

“Perpanjang deh, Bunda. Masa sedikit banget waktunya.”

“Kamu kira STNK diperpanjang? Itu udah paling lama. Bunda udah nggak sabar liat kalian menikah. Sudah sana pergi cari uang!” Ismi menabrak-nabrakan sapu ke kaki anak tunggalnya ini.

Fiza kesal sambil mengangkat kakinya bergantian. Ia bergeser menjauh dari Ismi.

“Bunda jangan ke mana-mana ya hari ini! Tunggu Aidan datang! Aidan akan menjelaskan semuanya. Dia bilang, dia mau melamar Fiza. ”

“Suka-suka Bunda dong. Lagi pula Bunda nggak yakin mantan pacar kamu itu akan datang. Asal kamu tahu orang yang udah dilamar orang lain itu nggak bisa dilamar lagi.”

“Fiza ‘kan belum ada yang melamar, Bun? Masih bisa dong.”

Ismi yang meneruskan menyapunya menoleh sekilas pada sang putri. “kamu sudah dilamar Ilham. Percuma Aidan itu juga kalau mau melamar, terlambat.”

“Fiza itu dijodohkan bukan dilamar. Pak Dokter nggak ada bilang melamar. Bunda...” Gadis itu merengek manja dengan menghentakan kedua kakinya ke lantai bergantian.

Cicing! Jig jig geura indit ka butik ayeuna!” Ismi mengibaskan tangannya seperti menggiring ayam.

Dengan wajah cemberut gadis yang menggunakan outer abu-abu ini berjalan keluar dari rumahnya.

“Ngurusin Aidan. Abdi bade angkat ka pangaosan siang ieu.” Gerutu Ismi sambil menyapu rumahnya.


•••


Fiza memarkirkan mobilnya saat sudah sampai di perkarangan butik. Ia mengembuskan napas berat sebelum keluar dari mobil buatan jepang itu.

Takdir AllahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang