3

400 33 12
                                    

Ify's side ya gaes.

🌈🌈🌈

Kata-kata yang keluar dari bibir Pak Keenan sukses membekukan saraf gue. Gue menegang ditempat, tapi lelaki tampan itu hanya tersenyum tipis. Dia mengambil tangan gue dan mengelus nya perlahan.

"Relax, Sifyah. Kamu kenapa begitu?". Dia masih tanya kenapa? Anjir emang! Gue menghela nafas panjang sebelum berbicara.

Tapi sebelum itu gue menarik tangan yang ia genggam "Saya kaget lah Pak! Siapa sih yang gak kaget tiba-tiba ada laki-laki yang bilang mau nikah dan itu didepan mata saya sendiri. Saya kan gak ngerti gimana bisa gitu--".

"Kamu cerewet ya?". Gue mendengus.

"Udah tau cerewet ngapain bilang mau nikah sama saya!". Sahut gue angkuh. Pak Keenan tertawa lebar. Dia terlihat tampat dengan mata yang minimalis itu.

"Pak.. Saya gak bodoh ya! Saya perempuan dewasa dan gak suka dibecandain begini". Kata gue kemudian. Pak Keenan menghentikan tawanya dan menatap gue dari samping.

"Saya serius, Sifyah".

"Alasannya apa? Saya bahkan.. Ralat, kita bahkan gak dekat satu sama lain". Kata gue masih meneguhkan rasa. Demi apa tiba-tiba gini?

Dia tersenyum lembut "Saya merasa senang dan nyaman jika bercengkrama dengan kamu. Ketika kamu mau bercerita ini dan itu kepada saya meskipun saya gak minta". Gue mengalihkan wajah dari nya. Cukup malu karena selama ini gue memang suka bercerita kepadanya.

Gue akui kalau Pak Keenan orang yang asik, karena ditunjang dari usianya yang matang dan berwibawa menurut gue. Dia dewasa dengan segala pemikirannya ketika menanggapi setiap cerita gue. Dan hal itu membuat gue, biasa aja sekaligus nyaman. Mungkin.

"Nothing special? Just it?".

"Kamu mau mendengar sesuatu seperti cinta, begitu?". Pipi gue memanas. Tentu saja.

Lagi, Pak Keenan tertawa "Saya mencintai kamu, Sifyah. Sejak awal kamu datang ke sekolah ini, kamu bisa mengalihkan perhatian saya kepada kamu sepenuhnya".

Dada gue berdebar tak karuan. Gue tau, kalau gue gak berdebar tandanya gue mati kan. Tapi ini debarannya sungguh dahsyat. Katakanlah kalau gue lebay. Tapi emang kenyataannya kok!

"So, apa jawaban kamu untuk saya?". Gue menggigit bibir bawah gue yang cukup tebal dan menggoda. Gue bingung, jujur aja.

"Saya bingung, Pak. Padahal bapak gak menunjukkan ketertarikan apa-apa kepada saya selama ini. Jadi saya kaget dan belum bisa jawab, maafkan saya Pak". Jawab gue dengan kepala tertunduk.

Tangan besar Pak Keenan mengelus kepala gue dengan lembut. Dia mengusapnya dan tersenyum manis.

"Saya menunggu, kamu punya waktu yang banyak untuk menjawab. Jangan khawatir". Katanya santai. Gue menatapnya sendu.

"Bapak gak marah?". Dia menggeleng pelan.

"Untuk apa saya marah? Kan kamu cuma belum menjawab, bukan menolak saya. Saya masih cukup percaya diri kalau kamu akan menjawab lamaran saya barusan".

Gue mendelik aneh "Emang tadi itu lamaran ya?". Kami tertawa bersama. Lucu sekali.

"Saya turun dulu, Pak. Mau mampir?".

As Possible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang