25

263 28 26
                                    

Ify's side ya gaes..

🌈🌈🌈

Rio mengajak gue masuk ke rumah setelah Dea pulang. Gue hanya diam tak ingin mengeluarkan suara. Masih aja jejak-jejak tak rela di hati ini melihat kedekatan mereka berdua. Hah, lo kenapa sih Fy?

"Kamu udah makan, Fy?" Pertanyaan dari Rio membuat gue tersentak, lalu mengangguk kecil.

"Kamu mau makan? Tadi aku masak dikit sih. Maaf ya, dapurnya aku pinjam sebentar." Memang tadi gue sempat memasak untuk makan siang dan dilebihkan untuk makan malam. Alvin mengantarkan gue ketempat biasa lelaki itu berbelanja kebutuhan dapur.

Rio mengulas senyum lembutnya, seperti biasa.

"Gapapa kok, pake aja! Aku seneng kalau kamu seneng disini, Fy." katanya. Gue ikut tersenyum dan memberikannya segelas air hangat.

"Makasih." Gue mengangguk santai. Kembali diam adalah salah satu cara yang efektif untuk menuntaskan rasa tak nyaman karena hal tadi.

"Kamu habis nangis ya?" Tatapan Rio tertuju tepat ke mata gue. Sorot matanya meneduhkan namun tersirat rasa penasaran.

Gue menghela nafas sejenak dan menggeleng pelan, "Enggak kok. Cuma baru bangun tidur aja."

"Aku kirain kamu nangis. Soalnya sedikit bengkak." Sangat betul sekali. Rio memang tak pernah salah dalam menebak sesuatu. Sejak dulu, tetap sama.

"Makan yuk! Kamu pasti laper, aku temenin deh!"

"Boleh deh. Kamu masak apa?"

"Cuma sambel goreng cumi campur tempe, aku gak tau apa kamu masih suka itu apa enggak." Gue ingat dulu saat kami BOB pramuka, gue bertugas di tenda konsumsi dan memasak cumi karena kebetulan pembimbing kami membelikan untuk dikonsumsi bersama. Rio, waktu itu sangat lahap memakan goreng cumi campur tempe yang gue buat.

Tadi ketika ke pasar pun gue teringat hal tersebut, makanya gue mencoba membuat makanan itu.

"Serius kamu? Wah pasti enak banget! Aku mau coba dong!" Rio memberikan piring nya kepada gue, praktis gue mengambilkan nasi sesuai porsinya dan tentunya juga cumi campur tempe.

Rio mengunyah dengan khidmat pada suapan pertama. Gue menatap dirinya yang begitu lahap. Dia mengangguk semangat, "Sumpah enak banget, Fy! Kamu makin pinter masak ya. Terakhir kali aku makan masakan kamu, pas kita kemping pramuka kan ya?"

"Kayaknya iya. Abis itu gak ada lagi." sambung gue. Rio menikmati makan malam lebih awalnya. Dia sampai tambah saking enaknya.

"Sayang, aku gak bisa nikmatin masakan kamu lagi setelah kamu balik ke Padang."

Gue termenung mendengar ucapannya itu. Sangat getir dan dalam bagi gue.

Sebuah senyuman gue sematkan untuknya, "InsyaAllah kalau Allah berkehendak, kita pasti bakal ketemu lagi dan aku bakalan masak buat kamu, Yo."

Rio terkekeh lucu, "Semoga ya! Ku harap kamu bisa nepatin janji kalau kita beneran ketemu lagi."

Kemudian Rio menghabiskan makananya setelah itu membersihkan diri. Sementara gue menguasai dapur kembali.

Ada sebuah rasa hangat yang menjalar dihati ini, mengingat bagaimana gue menyambut Rio pulang, menemani dirinya makan sambil bercerita. Persis seperti dulu mama memperlakukan papa dirumah.

Apa suatu saat ketika gue menikah, gue akan memperlakukan hal yang sama kepada Keenan?

Gue menggeleng-gelengkan kepala. Mengusir bayangan dan angan-angan yang masih lama tercipta.

🌈🌈🌈

Sepulangnya dari acara tahlilan Difa, gue, Shilla, Deva dan Goldi diajak hunting kuliner oleh Rio. Padahal kami sudah sempat makan di tempat almarhum Difa, tapi Deva merengek masih lapar dan dia ingin makan soto medan.

"Emangnya pas pergi sama Alvin kalian gak nyoba soto Medan, ya?" tanya gue kesal. Gue jadi gak enak dengan Rio karena terlalu merepotkannya.

"Enggak, Alvin ga mau bayarin. Gak ada akhlak emang tu temen lo, Fy!" Hujatnya. Gue mendelik tajam kepada Deva yang mulutnya hampir sama dengan Cakka.

"Heh, kambing! Lo juga gak ada akhlak nya tau! Udah diajakin jalan, minta di bayarin pula!" semprot gue berapi-api. Mereka tertawa melihat kami. Deva sendiri menggaruk pelipis nya yang tak gatal. Ia meringis malu.

"Udah, Fy gapapa. Kita makan Soto Medan nya ditempat langganan gue aja, ya! Disana enak banget, jamin deh!" Semakin berbinar lah Deva karena keinginan dipenuhi oleh Rio. Memanglah dia tu!

Alvin tak bisa ikut dengan kami lantaran harus mensubmit tugas kepada dosennya. Maklumlah, tugas anak Pertanian itu sangat banyak, katanya. Gue sih iyain aja.

Sesampainya di tempat soto langganan Rio. Dia pun memesan soto sebanyak 5 porsi.

"Kapan lagi kita ditraktir pak polisi, gue mah bersyukur!" kata Goldi yang diangguki Shilla dan Deva.

"Itu mah modus kalian bertiga tau gak! Kalian sengaja ngabisin makanan yang dibuat tadi kan, biar supaya kita gak makan malam dirumah?" tudingan gue dibenarkan oleh mereka. See, teman-teman gue lucknut semua. Asli, gak kaleng-kaleng.

Rio terbahak lalu melerai omelan gue terhadap mereka, "Udah dong Fy, jangan marah mulu! Nanti kamu keriput loh!" Gue berdecis malas.

"Tuh liat! Pas Rio ngomong aja, dia manut gitu. Heran deh kita." sambung Shilla.

"Gak denger, males!" sahut gue. Tiba-tiba sebuah sentuhan lembut menyerbu semua saraf gue. Rio mengusap pelan punggung tangan gue dan tersenyum lembut sembari menggeleng.

Gimana gak luluh coba?

"It's ok! Teman-teman kamu, teman-teman aku juga. Gapapa!" katanya. Gue hanya bisa tersenyum kecil. Detak jantung gue kok gak normal sih?

Ketika pesanan datang, semua bergembira. Terlebih Deva. Dia menggila dengan sambal merah yang sangat menggiurkan itu.

"Kamu gak boleh banyak makan sambel ya, Fy!! Nanti kamu sakit kayak waktu itu disekolah. Aku gak mau kamu sakit!"

Hah, ambyar hati adek, Bang!




🌈🌈🌈🌈





Aku juga ambyar, gimana dong? 😤😝

Hore!!! Aku update nya cepat nih. Hihi kemarin pada ngehujatin Keenan ya? Duh, jahat ya Keenan sama Bu guru?

Aku menerima dengan lapang dada hujatan kalian, karena itu salah satu bentuk kalian mendalami juga cerita mereka. Eahh 🤣

Makasih yang sudah memberikan vote dan komentar di setiap part. Ku sangat terharu 😍. Laaf uuu gaezzz 💞💞

Semoga suka dg part ini meskipun pendek. Hehehe
Jangan lupa vote, komen dan share nya ya.. Supaya banyak yang baca cerita ini 😊😇

#SalamAnakRantau

As Possible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang