6

321 28 29
                                    

Ify's side ya gaes..

🌈🌈🌈

Keesokan harinya sesuai janji yang sudah kami sepakati, kami akan jogging bersama ke Ngalau Indah. Rio menjemput gue dan kami pun berangkat bersama ke lokasi tujuan.

"Kamu udah semester berapa Fy?".

"Delapan dah. Udah tua aku dikampus". Jawab gue setengah bercanda. Rio terbahak mendengar jawaban gue. Kami bercerita seputar kehidupan masing-masing ataupun bernostalgia tentang jaman SMP.

"Terus pas kamu udah di SMA 1, punya pacar dong ya? Impossible cowok kayak kamu begini gak punya". Kata gue.

Rio tersenyum sinis "As possible dong cowok kayak aku bisa jomblo juga". Sahutnya tak mau kalah.

"Kamu terlalu merendah untuk meroket, Rio. Sayangnya aku gak percaya".

"Gak percaya kenapa deh? Emang gak ada pacar. Terakhir ya itu, si Nova. Eh sekarang dia udah nikah aja". Jelas Rio. Entah kenapa gue menangkap nada sedih dari ucapannya itu.

"Kamu patah hati ya karena dia udah merried?". Rio malah tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Terus kenapa?".

"Gak ada. Mungkin Tuhan ngasih cara lain biar aku bisa bahagia dengan cara melepas dia waktu itu". Jawab Rio sok bijak menurut gue. Jujur aja, jawaban dia tidak membuat gue puas. Ada sepenggal rasa yang menuntut untuk dia harus bersuara lebih dari itu. Tapi gue gak ngerti.

"Kamu sendiri?". Gue menoleh kepadanya.

"Aku kenapa?".

"Pacar kamu? Jangan bilang kamu gak pacaran setelah itu?!". Itu maksud Rio adalah sejak kelas 1 SMP. Gue pernah pacaran waktu baru masuk SMP. Di pertengahan sih kalau gak salah. Udah lama banget. Gue pacaran sama senior satu tingkat diatas gue. Cuma gak lama, paling enam bulan. Cukuplah untuk anak Bau kencur yang baru aja puber. Hehe.

"Emang". Jawab gue santai. Rio berdecak kagum tak percaya, gue rasa.

"Kenapa gak pacaran?".

"Enggak ada kepikiran mau pacaran, lagian gak ada yang sreg sih". Kecuali elo, Rio.

"Waktu itu kita kan beda sekolah, masa di SMA juga gak ada yang bikin kamu tertarik sih?". Lagi, gue menggeleng pelan.

"Aku sibuk, sibuk belajar". Jawaban angkuh itu cukup membuat Rio bungkam. Dia hanya menanggapi dengan sebuah senyuman kecil. Tapi efeknya sungguh luar biasa buat gue.

Dari sekian lama perjalanan menuju Ngalau Indah, gue dapat cerita kalau Rio bisa lulus lebih cepat di pendidikan polisi nya. Gue akui, Rio memang cukup pintar sejak dulu. Dan ternyata kepintarannya itu tidak luntur.

Juga, tentang Rio yang memilih dinas di Medan agar lebih dekat dengan dengan makam ayahnya.

"Nah nyampe!". Seru nya. Kami mulai melakukan pemanasan bersama orang-orang yang juga sedang olahraga disini. Setelah pemanasan kami pun menaiki jalan aspal menuju puncak Ngalau.

"Bawa air gak?". Tanya gue. Efek buru-buru jadi lupa bawa air.

"Gak bawa. Nanti aja diatas kita beli". Kata Rio. Tapi gue keburu haus, Rio seakan mengerti kondisi gue lalu membeli air sebelum kami jalan.

As Possible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang