22

254 24 11
                                    

Ify's side ya gaes..

🌈🌈🌈

Dua minggu yang lalu gue sudah diwisuda. Hari ini keluarga masih stay di Padang. Senang rasanya melihat mereka berkumpul bersama. Mama, Papa, Shello -adik laki-laki gue-, Ante Nur, Eca, Om Faras -Suami Ante Nur-, Nenek dan Afif -abangnya Eca-.

Keenan pun sudah bertemu dengan Mama dan Papa. Respon mereka baik sejauh ini, meskipun papa terlihat masih belum menerima. Mengingat cara nya melamar gue seperti 'takajuik maambua'[1] kalau dalam bahasa minang nya.

Tapi lambat laun, Papa sedikit demi sedikit mulai melunak. Keenan bisa mengambil hati papa secepat mungkin yang ia bisa. Lelaki itu merelakan hari kerja nya selama tiga hari untuk mengikuti acara wisuda gue serta acara keluarga. Gue sangat menghargai usahanya itu. Dia juga dekat dengan kedua adik lelaki gue, Shello dan Afif.

Setelah tiga hari bersama waktu itu, Keenan pamit karena cutinya sudah habis dan ia harus kembali mengajar di sekolah.

"Un--," Eca memanggil gue dari luar. Sekarang gue mengurung diri karena terlalu lelah sepulang dari jalan-jalan ke Pantai Air Manis.

Gue membuka pintu dan mendapati Eca berdiri dengan cengiran halusnya, "Uni lagi ngapain?"

"Rebahan, capek banget."

"Di panggil Papa tuh." papa yang dimaksud Eca adalah Papa gue. Dahi gue mengeryit bingung namun mengangguk seadanya.

Kemudian gue pergi menyusul Papa yang ada di belakang rumah. Disana ada Om Faras juga.

"Pa."

"Eh, sini duduk!" Gue mengindahkan perintah Papa duduk di sebelah nya.

Papa membelai rambut gue dengan lembut sembari menatap gue penuh perhatian.

"Anak Papa sudah dewasa, sudah mau bersuami." Gue mulai mendengarkan beliau.

"Setelah ini kamu mau lanjut S2 yang kamu bilang itu?"

Gue mengangguk mantap, "Iya, Pa. Udah Ify apply sebelum wisuda dan alhamdulillah udah keterima juga." jawab gue. Papa dan Om Faras berdecak kagum. Om Faras menepuk bangga pundak gue yang gue balas dengan senyum kecil.

"Tempatnya dimana?"

"Ada dua tempat yang lolos, Om. Di UPI Bandung. Aku mau lanjut concern pendidikan aja."

"Baguslah kalau seperti itu! Papa setuju dengan keputusan kamu, Fy!"

"Dan lagi, menikah dua tahun lagi apa kamu memang sudah siap?"

Gue menghela nafas sejenak, Papa terlihat sekali seperti tidak melepas gue bersama orang lain, "InshaAllah Pa."

"Jujur saja, Fy. Om sedikit meragukan calon suami kamu. Dia jauh lebih tua dari kamu. Usianya sudah 29 tahun dan jika dua tahun lagi akan memasuki 31 tahun. Maaf sebelumnya, jika om berkata seperti ini." jelas Om Faras.

Bukan Om Faras saja yang berpikir demikian, semua keluarga inti juga sama sepertinya. Tapi gue dengan gigih, tetap mengatakan kalau Keenan bersedia menunggu gue.

"Keenan bersedia menunggu Ify, Om. Jangan khawatir." Pembicaraan itu terhenti paksa oleh gue. Gue memilih masuk tanpa mengindahkan panggilan Papa.

Kenapa mereka seperti tidak percaya dengan Keenan. Apa cuma gue disini yang percaya dengan lelaki itu? Hah, sudah rumit sekali.

"Fy, ada teman-teman kamu di depan." Mama mencegat saat gue hendak masuk kamar.

Langsung saja gue menghampiri mereka. Ada Shilla, Goldi dan Deva. Mereka datang dengan wajah yang sangat kusut.

As Possible Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang