CHAPTER 30: INIKAH AKHIRNYA?

569 66 13
                                    

Raiga POV

Mereka mulai melupakan formasi saat Kiara dan Ayahku muncul. Yaoru dan Sekai lompat menyerang Daidan sementara Naoki fokus bertahan dan Satoshi memindahkan serangan dan puing bangunan yang jatuh menuju tameng mereka.

Aku masih terdiam memandang siapa yang muncul dari balik portal hitam itu. Sungguh, aku tidak menyangka akan mengalami ini. Dan karena ini, aku masih terpaku menyaksikan keadaan.

"Sadarlah Pangeran! Mereka bukan keluargamu lagi!" Sekai berseru tegas sambil beradu pedang dengan orang yang selama ini dipanggilnya Master.

Apa aku harus melawan Ayahku sendiri? Tapi Sekai bilang, Ayah sudah lama kehilangan dirinya. Apa mungkin dia bisa disadarkan? Dilepaskan dari pengaruh Daidan? Dan, apa mungkin aku bisa mempercayai Sekai?

Ayah menarik pedangnya, dan menghunuskannya padaku. Dengan sigap, aku melakukan dash ke belakang--menangkis serangan itu dengan pedang listrikku.
Ayah yang menggunakan katana tersengat oleh listrik yang kualirkan. Tapi itu tidak berdampak banyak.

Aku menggunakan kemampuan mind readerku, berusaha mendengar hatinya. Hening. Tidak ada suara apapun dari sana. Ayahku benar-benar sudah tiada.

"Hola, yang terhormat Pangeran Raiga." Tiba-tiba di belakangku muncul Kiara. Tanpa kusadari Yaoru sudah menarik tanganku dan berteleport tiga meter menjauhi Kiara yang memegang sebuah pisau di tangannya. Terlihat dipisau itu ada cairan bewarna merah tua--racun.

Aku memandang Yaoru sejenak, manik coklatnya terlihat berkaca-kaca.

"Saa, Raiga nii-san, sepertinya kita harus melawan keluarga kita sendiri." Dengan nada dingin Yaoru berujar. Aku menalan ludah, tak percaya anak periang sepertinya bisa berubah sedingin ini.

Aku menyesal tidak mendengarkan perkataan Yuzu dari awal. Seharusnya, aku membantunya menghancurkan patron power Mama dan pergi ke barat. Mungkin saja ini semua tidak akan terjadi.

Aku mengangguk menanggapi perkataan Yaoru, berusaha memantapkan hati untuk menyerang. Aku dan Yaoru beradu punggung saling melindungi dan saling menguatkan. Bagaimanapun, kegelapan sudah mengubah mereka.

"Ara ara~ kau mau membunuhku, saudara kembarku, Yao-chan?" Dengan nada yang menjijikkan Kiara berujar, memanggil panggilan masa kecil Yaoru.

"Kau bukan lagi saudariku." Ujar Yaoru dingin.

"Ara~Lalu semua kenangan itu bagaimana. Kau sendiri yang bilang, bukan? Apapun yang terjadi kau tetap saudariku." Jawab Kiara.

"Kalau kau saudariku, kembalilah." Jawab Yaoru masih dengan nada datar meski air matanya mengalir.

"Maaf saja, aku tak sudi lagi berada bersama kalian." Ujarnya. Memainkan ujung pisaunya, lantas langsung menyerang Yaoru.

"Jangan salahkan aku kalau aku membunuhmu, Yaoru." Ucapnya.

Sementara di hadapanku, Ayah melakukan dash ke depan. Aduan dua pedang terdengar memekakkan. Katana Ayah tidak hancur walau dalam suhu tinggi sekalipun. Sekai juga mati-matian melawan Daidan. Yeah, kemampuannya jauh di atas kami dan sedikit banyaknya dia tahu kelemahan Masternya. Hal itu bisa membantunya untuk melawan Daidan.

Daidan mengibaskan jubahnya  membuat Sekai terlempar. Dengan sigap dia melapisi tubuhnya dengan patron power berbentuk bola yang langsung menghempas dinding, membuat dinding itu berguguran. Sekaligus membuat semakin banyak puing yang berjatuhan menambah pekerjaan Satoshi.

"Oi rambut hitam! Pastikan tidak ada puing yang menghempas adikku maupun Tuan Putri." Sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah Sekai berseru.

"Fokus saja dengan lawanmu." Satoshi mendengus kesal tapi tetap melakukannya. Kami semua terus menyerang--mengharapkan kemenangan.

KISEKI ACADEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang