Raiga POV
"Kalian kalah telak." Daidan berujar.
Ya, untuk kesekian kalinya, kami mengalami kekalahan. Kami kalah dan kembali kehilangan harapan. Hanya aku dan Naoki yag masih memiliki kesadaran. Mental Asami terlalu kacau untuk ikut melawan. Melihat kakaknya, Sekai terluka parah membuat Asami kehilangan dirinya. Sekitar enam buah pisau hitam menancap di tubuhnya. Aku harap tidak sampai menusuk jantungnya.
Daidan mengibaskan jubahnya yang membuat kami siaga. Takut-takut ada serangan lainnya. Tapi tak ada sihir apapun yang muncul dari kibasan jubahnya dan dia tergelak.
"Sudahi saja semua ini. Berikan saja mereka bertiga dan aku berjanji tidak akan membunuh kalian." Ujarnya menyeringai licik.
"Jangan bermimpi Pak Tua!" Seru Naoki tanpa kuduga. Dia yang sedari tadi menunduk sejak Yaoru menyerang Kiara dengan serangan yang kuat, kini menatap tajam.
"Setelah kau menghancurkan kami semua kau bilang tidak akan membunuh kami?! Hanya orang bodoh yang akan percaya itu. Jangankan kami, kau bahkan mampu membunuh ayahmu sendiri!" Ujar Naoki mengungkit masa lalu.
"Lalu, apa yang ingin kau lakukan, Putra Haiga? Isaoka Naoki." Ujar Daidan dengan suaranya yang berat.
"Mengirimmu ke Neraka." Jawab Naoki dingin. Dia meletakkan Yaoru dan melakukan dash ke arah Daidan. Dia mencoba menyerang Daidan dengan Reitouko. Tentu saja serangan Naoki tidak berdampak apa-apa pada Daidan. Dia tahu pasti akan hal itu. Entah apa maksud anak ini mengirim serangan tak berdampak itu. Dia akan semakin kelelahan dan yang paling buruk, dia bisa kehilangan nyawanya.
Naoki sekuat tenaga menghindar kesana kemari sembari mengirim sihir Reitouko. Apa yang bisa aku lakukan sekarang ini? Tubuhku melawan untuk digerakkan.
Tapi, ada satu hal yang tidak kusadari dari tindakan Naoki. Dia berusaha mengulur waktu yang bisa menjadi momentum kemenangan untuk kami. Hanya saja, waktu yang diulurnya belum cukup lama. Pada akhirnya Daidan berhasil mencengkeram leher Naoki, membuatnya meronta.
"Mengirimku ke Neraka? Jangan bercanda anak muda. Kaulah yang akan pergi ke Neraka." Jawab Daidan santai dengan Naoki yang ada dalam cengkeramannya.
"Aku tahu pasti tidak akan bisa menang. Tapi waktu akan mengalahkanmu. Waktu adalah senjata terbaikku." Dengan terbata, Naoki angkat bicara. Tangannya yang mulai melemah menunjuk ke arah Yuzu di tanah berumput.
Tubuh Yuzu kembali bersinar dan terangkat setinggi satu meter. Dari tempatku terbaring, aku bisa melihat jelas wajah adikku. Perlahan tubuhnya bersinar, sinar itu merambat ke rambut pirangnya yang turut bersinar bagaikan api yang membara. Bagian bawah rambutnya berubah warna menjadi crimson layaknya bara api.
Melihat hal itu, Daidan melempar Naoki ke sembarang arah. Membuatnya menghempas puing-puing bangunan dan berguling hingga lapangan rumput yang kemarin masih ramai oleh para murid yang berlalu-lalang.
Daidan berusaha mencegah Yuzu sadar, dan tentu saja aku tidak akan tinggal diam. Aku segera melakukan dash ke arah Yuzu dengan bantuan sihir Raiton yang membuat gerakanku lebih cepat. Memaksakan tubuhku bergerak meski semua ototku memberontak.
"Tidak akan kubiarkan." Ujarku.
"Aku bisa membunuhmu." Jawabnya.
"Silakan saja." Jawabku. Aku terengah kehabisan tenaga. Mustahil aku bisa melawan seperti Naoki tadi meski hanya untuk mengulur waktu. Daidan mengarahkan tangan kegelapan untuk mencekikku. Beberapa tangan menjijikkan itu berhasil kuhalau. Tapi aku lengah, salah satu sihirnya mengekangku.
"Menyerahlah Pangeran." Ujarnya.
"Jangan bermimpi!" Aku mencoba menggunakan Hakai untuk merusak kekangannya. Percuma. Tenagaku sudah habis. Sekarang aku hanya bisa berharap semoga aku masih bisa melihat mentari terbit pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
KISEKI ACADEMY
خيال (فانتازيا)"Aku tidak pernah mencari masalah. Tapi masalah itu yang selalu mencariku dan sialnya, dia selalu bisa menemukanku"~~Yuzuru. ~"Hidup tak hanya untuk kekuatan dan pengetahuan" Sepatah kata dari ibuku. Benar, memang benar. Namun hidupku tak berjalan...