Adar tiba-tiba bangun karena mengompol saat hari menunjukkan pukul sembilan malam. Tak lama setelah aku membersihkan badannya dan aku susui lagi, akhirnya Adar kembali tidur dengan nyenyak.
Setelah memastikan Zara tidak ikut mengompol juga, aku memperbaiki selimut yang menutupi tubuh anak-anakku. Adar dan Zara tidur dengan aman dan nyaman di tempat tidur khusus milik masing-masing.
Aku melangkahkan kaki keluar kamar dengan pelan. Pintu kamar si kembar sengaja aku buka sedikit, agar jika salah satu atau keduanya terbangun lagi, suara tangisannya bisa terdengar jelas.
Dengan langkah mantap, aku berjalan ke ruang keluarga. Menemukan Mas Raksa yang sedang duduk lesehan dengan laptop yang masih ada diatas pangkuannya. "Kerjaan Mas belum selesai juga?" tanyaku sambil duduk disebelah Mas Raksa.
"Baru aja selesai, nih lagi matiin laptop," ucap Mas Raksa sambil menjauhkan laptopnya yang layarnya sudah gelap sepenuhnya. "Adar udah tidur lagi?"
Aku menganggukkan kepala. "Udah Mas."
Dengan semangat aku beralih duduk dipangkuan Mas Raksa. Tindakanku itu mampu membuat senyum geli diwajah Mas Raksa terbit. Kedua tanganku segera melingkari lehernya.
"Udah tiga bulan sejak Adar dan Zara lahir, tapi kenapa Mas tidak pernah tanya aku sudah bisa bercinta atau belum?" tanyaku penasaran.
Mas Raksa bahkan tau bahwa aku sudah melaksanakan kewajiban ku untuk sholat kembali. Tapi Mas Raksa sama sekali tidak pernah bertanya atau pun memintaku untuk bercinta dengannya sama sekali.
Kedua tangan Mas Raksa memegang pinggangku. "Karena Mas tau kamu belum siap. Mas gak sengaja lihat kamu lagi baca artikel sex setelah melahirkan. Melihat wajah kamu, Mas tau pasti ada yang buat kamu ragu."
Aku memang membaca artikel itu karena yang aku dengar, bercinta setelah melahirkan memang terasa sakit. Selain karena rasa sakit itu, aku juga sedikit minder dengan tubuhku yang belum kembali seperti semula. Saat itu aku takut Mas Raksa kehilangan minat atau tidak ingin bercinta denganku karena bentuk tubuhku.
"Maaf karena buat Mas menunggu lebih lama."
Mas Raksa meletakkan tangan kanannya didada atasku. Memainkan jari telunjuknya membentuk pola-pola abstrak yang membuatku kegelian. "Jadi kamu udah siap sekarang kalau Mas mau kamu?"
Aku menganggukkan kepala cepat. "Aku udah siap untuk bercinta sama Mas. Aku mau Mas."
Tanpa menunggu Mas Raksa untuk memulai, aku lebih dulu mengambil inisiatif untuk mendekatkan diriku padanya dan menciumnya. Hanya sebentar aku memimpin ciuman kami karena Mas Raksa membalas ciumanku cepat, dalam dan panas, serta mendominasi seperti biasanya.
Tapi disaat aku sedang menikmati lidahnya didalam mulutku, Mas Raksa menarik diri tiba-tiba. "Kenapa berhenti, Mas?" tanyaku tak terima atas apa yang Mas Raksa lakukan.
"Kamu lupa satu hal. Lingerie nya mana, sayang? Kenapa gak di pakai?"
Ya Allah, ternyata Mas Raksa masih ingat itu.
Dugaan ku sebelumnya ternyata salah. Mas Raksa masih menanyakan keinginannya untuk melihatku mengenakan lingerie, padahal saat ini aku sangat tau bahwa Mas Raksa sudah bergairah. Posisi dudukku diatas miliknya membuatku tau hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taken by Him [Tamat]
RomansaTaken by Him merupakan cerita lengkap dari 'Taken by Him (Oneshoot)' Ketika sampai dirumah, Vivian dikejutkan dengan berita pernikahannya yang akan digelar seminggu dari kepulangannya itu. Jika bisa menunda, mungkin Vivian lebih memilih menundanya d...