Ketika masuk trimester kedua, Dokter memintaku untuk kontrol kandungan lebih sering karena hamil kembar membutuhkan pemantauan yang ekstra. Dan setelah memasuki trimester ketiga, kontrol kandungan harus dilakukan seminggu sekali.
Tidak hanya kondisi janin dan pertumbuhannya didalam perutku yang akan dipantau, melainkan kondisi kesehatanku juga termasuk.
Aku dan Mas Raksa baru saja sampai dirumah setelah kembali dari rumah sakit. Diusia kandungan yang baru memasuki bulan kedelapan, Dokter bilang aku dan janinku baik-baik saja. Walaupun aku sudah mulai merasakan kram diperut yang dimulai ketika awal kehamilan memasuki usia tujuh bulan.
Mas Raksa masuk kedalam kamar dengan sebuah nampan ditangannya. Membuat kegiatanku yang tadi memijat kedua kakiku terhenti.
“Gimana sayang, capek?” tanya Mas Raksa.
“Cuma pegal aja, Mas. Aku pikir Mas balik ke hotel,” ucapku.
Tadi pagi-pagi Mas Raksa sempat ke hotel dulu, sebelum kembali pulang dan mengantarku kerumah sakit.
Setiap hari kamis dijadwal kontrolku, Mas Raksa selalu pergi menemani. Katanya dia tidak ingin melewatkan apapun selama proses kehamilanku termasuk hal-hal yang sepele, seperti ketika aku merengek misalnya.
Tanggung jawab Mas Raksa tidak hanya satu hotel yang ada dikota ini. Sehingga setiap kali dia diharuskan keluar kota, aku harus ekstra keras untuk membujuknya agar mau meninggalkanku beberapa hari dengan perasaan tenang.
Aku bahkan meminta Sekretaris Mas Raksa untuk memberiku kabar jika Mas Raksa harus keluar kota. Aku tidak ingin Mas Raksa melalaikan tanggung jawabnya.
Rasa cemas Mas Raksa memang terlalu berlebihan. Padahal ketika dia tidak dirumah, aku akan menginap dirumah orang tua kami. Terkadang juga Mama dan Ibu yang bergantian menjagaku dirumah kami.
“Kerjaan bisa Mas selesaikan dirumah. Ayo makan ini,” ucap Mas Raksa setelah duduk disisi kosong tempat tidur.
Aku meringis melihat buah berwarna hijau muda yang sudah dipotong kecil-kecil. “Alpukat lagi, Mas?”
“Sudah satu minggu loh kamu gak makan alpukat. Mas suap ya?”
Tanganku menghentikan Mas Raksa saat akan menyuapiku. “Tapi kan perut aku gak kram lagi, Mas.”
“Tapi setiap malam kamu meringis loh, sayang. Anggap aja ini sekalian untuk penjegahan.”
Aku cemberut. Kemudian menerima alpukat yang diberikan Mas Raksa dengan berat hati.
Sejujurnya aku tidak terlalu suka alpukat. Entah kenapa rasanya agak sedikit aneh bagiku. Padahal dibandingkan alpukat, masih ada semangka yang juga bisa mengurangi terjadinya kram.
“Mas juga makan, biar cepat habis,” ucapku sambil mengambil alih garpu dari tangan Mas Raksa, dan menusuk potongan alpukat. “Buka mulutnya, sayangku,” perintahku.
Mas Raksa tertawa dan membuka mulutnya. Sengaja aku masukkan tiga potong sekaligus kedalam mulutnya. Ini yang dinamakan strategi, jadi alpukatnya bisa cepat habis.
“Kalau jumlah potongan alpukat yang Mas makan lebih banyak daripada yang kamu makan, Mas akan tambah lagi alpukatnya ya,” ancam Mas Raksa yang membuatku menyuapi diri sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taken by Him [Tamat]
RomanceTaken by Him merupakan cerita lengkap dari 'Taken by Him (Oneshoot)' Ketika sampai dirumah, Vivian dikejutkan dengan berita pernikahannya yang akan digelar seminggu dari kepulangannya itu. Jika bisa menunda, mungkin Vivian lebih memilih menundanya d...