Bagian 7

56.6K 4.1K 64
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Vivian Putri Aryo binti Aryo Wigunandi dengan maskawin tersebut dibayar tunai!"

"Sah!"

"Sah!"

"Alhamdulillah!"

Aku membalas pelukan Ibu, menepuk punggung Ibu yang tak henti-hentinya mengucap rasa syukur. Jika tidak dihentikan Mbak Kiran, istri Bang Wahyu, mungkin sudah ada adegan tangis menangis antara aku dan Ibu.

Dengan bantuan Ibu, aku menuruni tangga mesjid satu per satu. Sebelum akhirnya mataku menangkap mata yang berbinar setiap iringan langkah kakiku yang mendekatinya. Laki-laki yang baru saja selesai melakukan ijab qabul bersama bapak, yang kini menampilkan senyum bahagianya.

Sementara di sebelahku, ibu melangkahku dengan wajah terharu. Tak lupa Bapak yang menatapku dengan mata yang memerah.

Aku mendekat kepada Samudera Raksa Baskoro, suamiku yang kini menatapku dengan senyum lebarnya. Aku tersenyum, mengambil tangan kanannya dan mengecup dengan khidmat. Setelahnya dia mencium keningku lama sebelum akhirnya dia melepaskannya ketika mendapat godaan dari tamu undangan.

Setelah akad nikah yang mengharukan tadi, kami berangkat beriringan menuju hotel tempat resepsi diadakan.

"Capek?"

Aku menoleh kesamping dan menemukan wajah khawatir Mas Raksa. Aku menganggukkan kepala dengan wajah memelas.

Hari sudah malam, tamu undangan pun sudah mulai tidak berdatangan lagi. Hanya tinggal keluarga besar kami yang masih memenuhi ballroom. Aku dan Mas Raksa pun akhirnya baru bisa duduk dengan nyaman.

"Aku gak nyangka tamunya banyak begitu," ucapku terkekeh.

Mas Raksa menarikku mendekatinya dan merebahkan tubuhku hingga kepalaku bersandar nyaman di dada nya. Aku dapat merasakan jantungnya yang berdetak keras seperti milikku. Meski malu-malu, tapi aku membalasnya dengan melingkarkan tanganku ke pinggang nya.

"Dasar pengantin baru, mesranya nanti di kamar aja. Kasian yang jomblo liatin pada ngiri."

Aku berdecak menatap Bang Kiki, "Apaan sih bang," tegur ku dengan wajah yang mungkin sudah memerah.

"Ayo, kamu pasti udah mikir yang iya-iya kan dek? Wajahnya memerah itu," giliran Bang Wahyu yang meledekku sambil menusuk pipiku dengan jari telunjuknya. Aku menjauhkan tangannya dengan segera.

Aku mendengar tawa Mas Raksa diikuti guncangan yang terasa dari tubuhnya. Aku menatap kesal kepada Bang Kiki dan Bang Wahyu.

"Putri bapak jangan diledekin terus, nanti dia ngambek. Kasian Raksa gak dapat malam pertama," kekeh bapak yang sudah berdiri didekat ku.

"Iih bapak."

Aku berdiri cepat, berjalan dengan menghentakkan kaki meninggalkan kumpulan lelaki yang masih tertawa itu. Entah apa yang mereka bicarakan setelahnya karena tak begitu terdengar olehku.

"Kok wajah kamu kayak kesal gitu?" tanya ibu setelah aku bergelayut di lengannya.

"Itu, para lelaki ganteng disana bikin aku malu aja bu."

Ibu terkekeh. "Ayo sudah malam ini, kita bersihin make up kamu dulu. Mbak Cici udah nungguin."

Aku bersama ibu masuk ke kamar yang memang sejak tadi digunakan sebagai tempat ku mengganti baju dan berdandan. Mbak Cici yang membantuku sejak pagi tadi sudah siap dikamar dan segera membantu ku membersihkan wajah.

Sangat lega rasanya karena seharian ini wajahku di tempeli oleh beberapa lapis bedak yang kadang membuatku sedikit tidak nyaman. Namun mau bagaimana lagi, itu perjuangan agar tampil sempurna.

"Baju nya dibuka nanti pas dikamar saja Mbak," tegur Mbak Cici ketika aku meminta bantuan untuk menarik resleting gaunku.

"Loh kok gak disini aja Mbak?" tanyaku yang dibalas oleh senyum tipis Mbak Cici.

"Baju kamu gak ada disini tapi dikamar kamu Vi," jawab Mbak Kiran yang sudah lebih dulu berada didalam kamar ini.

"Yah, kenapa gak disini aja sih? Biar sekalian bersih-bersih nya," kataku sambil misuh-misuh diatas tempat tidur.

Ibu menepuk pinggulku. "Udah ah, Ibu antar ke kamar kamu.''

Aku mengikuti ibu dengan langkah pelan. Menenangkan detak jantungku yang bergemuruh kencang. Berharap Mas Raksa belum berada di kamar, semoga.

"Apapun yang di inginkan suami mu terhadap kamu, itu haknya Vi. Ibu gak mau kamu jadi istri yang buruk jika tidak menjalankan hak dan kewajiban kamu sebagai istrinya Raksa. Masuk sana, ibu juga mau istirahat."

Aku menatap punggung ibu yang sudah berjalan menjauh. Wanita tangguh yang begitu aku sayangi, yang seharian ini menitikkan air mata bahagianya untukku. Aku tau bahwa dia lelah, tapi tak pernah menunjukkannya padaku.

Aku tercengang ketika sudah masuk kedalam kamar. Kamar yang begitu indah dan rapi, dengan tempat tidur king size didalamnya. Bentuk lipatan selimut yang menyerupai angsa terlihat bagus. Beruntung tidak ada kelopak bunga yang bertaburan karena aku tidak suka melihat hal itu.

Aku tersentak ketika pintu dibelakang ku tertutup. "Kaget tau Mas."

"Kamu sih, pintu kok dibuka gitu aja. Beruntung Mas yang masuk kan?" jawab Mas Raksa sambil melangkah mendekat.

"Mas atau aku yang mandi duluan?" tanyaku karena melihat Mas Raksa masih mengenakan pakaian yang tadi.

"Kamu aja, biar gak terlalu kedinginan nantinya."

Aku menganggukkan kepala namun masih berdiri kikuk. Teringat gaunku yang butuh bantuan orang lain untuk membukanya. Mas Raksa yang melihatku seperti ini, menatapku dengan bingung.

"Mas, tolong bukain," pintaku pelan sambil membelakanginya.

Mas Raksa menatapku sebentar melalui cermin sebelum paham maksud ucapanku. Sementara wajahku sudah memerah ketika ku lihat melalui pantulan di cermin.

Pelan tapi pasti, gaun bagian belakangku mulai terbuka. Aku terpaku kepada Mas Raksa ketika ia menatap punggungku yang tidak tertutup oleh apapun. Sebelum akhirnya tatapan kami bertemu.

Hanya sebentar karena setelahnya Mas Raksa melingkarkan tangannya keperutku dan merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Dia merunduk, mencium bahuku yang terbuka hingga membuatku menahan nafas.

Pelan tapi pasti, Mas Raksa beralih kebelakang telingaku. Menghembuskan nafasnya disana sebelum menggigit telingaku dan mengulumnya.

Aku mengerang dan tanpa sadar memiringkan kepalaku, memberi akses lebih ketika ciuman Mas Raksa beralih keleherku. Sedikit lama ia menenggelamkan kepalanya disana sebelum akhirnya dia mengangkat kepala.

Mas Raksa memutar tubuhku menghadap kearahnya. Hanya sedetik setelahnya aku merasakan lembutnya bibir Mas Raksa merangkum bibirku. Memberi gigitan dan lumatan yang membuatku mengerang.

Sungguh ciuman pertama yang memabukkan.

Aku terengah dan menarik nafas dalam setelah Mas Raksa melepaskan bibirku. Dia terkekeh melihatku yang menatapnya malu-malu.

Mas Raksa melepas pakaian bagian atasnya sambil menatapku dengan intens. Aku yang ditatap sedemikian rupa menjadi salah tingkah. Dan suasana makin panas ketika dengan sensualnya dia berbisik ditelinga ku.

"Kita mandi bareng, biar cepat lanjutin yang tadi."

***

Bayangin sendiri yaaaa 🙊

Semoga Suka 🤗

Salam Sayang 😘
~fansdeviyy.

P.S you can call me Dev 😉

Taken by Him [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang