Bagian 25

44.5K 3.1K 88
                                    

Akhir-akhir ini, kondisi tubuhku tidak sebaik biasanya. Ketika pagi hari setelah bangun tidur, perutku terasa mual. Tidak ada yang keluar dari mulutku, tapi tetap saja membuatku lemas.

"Tolong ambilkan minyak kayu putih Mas, mungkin di laci meja rias. Kalau gak salah kemaren aku letakkan disana," ucapku kepada Mas Raksa yang segera berlalu keluar kamar mandi.

Mas Raksa yang melihat kondisiku seperti itu sering kali merasa bersalah. Mas Raksa pikir, karena dirinya yang membuatku sering begadang dan mandi subuh lah penyebab aku masuk angin. Walau begitu, tapi sama sekali tidak ada tanda-tanda Mas Raksa mau berpuasa dulu.

"Biar Mas yang pakaikan," ucap Mas Raksa.

Mas Raksa mengoleskan minyak kayu putih ke perut, punggung dan leherku. Rasa hangat dan aromanya yang sejak dulu aku sukai memang bisa mengurangi sedikit rasa mual.

"Bagaimana? Sudah mendingan?" tanya Mas Raksa sambil membersihkan tangannya yang sudah terkena minyak kayu putih.

"Mual nya sudah lumayan berkurang, Mas."

"Hari ini kita ke Dokter ya? Mas takut kamu kenapa-napa," ajak Mas Raksa.

Aku menggelengkan kepala. "Gak usah Mas, mungkin aku cuma masuk angin deh. Aku duluan yang mandi ya Mas?"

"Tapi kan minyak anginnya baru di pakai," ucap Mas Raksa mengingatkan.

"Habis mandi nanti aku oles lagi."

Mas Raksa mengangguk. "Pakai air hangat tapi, jangan air dingin. Mas ambilkan bathrobe untuk kamu dulu," ucap Mas Raksa.

Aku menghentikan Mas Raksa. "Biar aku aja, Mas." Sekalian juga ada sesuatu yang ingin aku ambil, untuk memastikan satu hal. "Oh iya, Mas tolong minyaknya diletakkan ditempat tadi lagi, biar nanti gak susah carinya."

Perkataan Ibu tepat dihari wisudaku beberapa hari lalu, membuatku menjadi kepikiran. Menurut Ibu penyebab aku mual-mual seperti ini bisa jadi karena hamil. Karena tidak biasanya juga nafsu makan ku meningkat drastis.

Tapi bagaimana mungkin aku hamil karena nyatanya aku masih mendapatkan tamu bulananku? Walaupun sedikit aneh dan tidak seperti biasanya.

Tetap saja aku begitu penasaran dan ingin mencoba untuk membuktikannya. Dengan testpack yang aku beli kemaren dengan merek yang berbeda-beda, pagi ini aku harus mencobanya.

Aku menunggu hasilnya dengan harap-harap cemas. Dan aku juga merasa deg-degan luar biasa. Hingga akhirnya hasil yang ditunjukkan keempat testpack membuatku menatap semuanya dengan bingung. Dua menunjukkan hasil positif dan dua lagi negatif.

Lalu, yang mana hasil pastinya?

Karena masih ragu, aku belum mengatakan apapun pada Mas Raksa. Aku perlu memastikannya terlebih dulu ke dokter. Takutnya hasil ini tidak terlalu sesuai dengan harapan Mas Raksa.

Setelah aku keluar dari kamar mandi, aku mendapati Mas Raksa hanya diam dan terlihat sedikit gelisah. Mas Raksa hanya berbicara singkat untuk membalas apa yang aku katakan.

Entah hanya perasaanku atau tidak, tapi sepertinya mood Mas Raksa terlihat sedikit tidak bagus. Mungkin saja Mas Raksa punya masalah dengan kerjaannya. Hingga sampai Mas Raksa berangkat, aku hanya menatap Mas Raksa bingung.

Dengan jantung berdetak kencang, aku memutuskan untuk kerumah sakit sendirian. Menemui Dokter untuk melakukan pemeriksaan agar ada hasil yang pasti.

"Selamat ya, Mbak Vivian. Ini Mbak bisa lihat sendiri calon bayinya," tunjuk Dokter perempuan sambil menunjuk alat yang digunakan untuk USG. "Usia kehamilan lebih kurang sudah lima minggu."

Lima minggu usianya dan aku tidak menyadarinya selama ini. Aku tersenyum bahagia, dengan mata berkaca-kaca menatap layar yang ditunjukkan Dokter.

Calon anakku ada disini, didalam perutku. Aku begitu bahagia, bahkan tidak sanggup rasanya menahan mataku yang ingin mengeluarkan air mata.

"Tapi apa kandungan saya baik-baik saja, Dokter? Karena beberapa hari yang lalu saya mengeluarkan darah bertepatan dengan jadwal menstruasi saya."

Salah satu yang membuatku ragu dengan perkataan Ibu adalah karena aku mengeluarkan darah saat jadwal menstruasiku. Walaupun aneh, aku pikir hanya karena kondisiku yang kurang sehat. Sebab darahnya hanya keluar dihari pertama, tidak banyak memang. Pada hari ketiga, aku memutuskan untuk mandi wajib karena tidak ada lagi darah yang keluar setelah hari pertama.

"Oh, itu hanya flek, Mbak. Flek saat hamil adalah hal yang biasa terjadi, apalagi jika kehamilan pertama. Terkadang, di awal kehamilan, ibu hamil juga mengeluarkan darah yang tampak seperti haid. Namun, Mbak tidak perlu panik. Mayoritas perempuan mengalami flek saat hamil dan mereka tetap bisa menjalani kehamilan dengan lancar, serta bayi yang lahir sehat," terang Dokter secara jelas.

Aku mendesah lega. Syukurlah kalau memang seperti itu kenyataannya.

"Ada keluhan selama kehamilan, Mbak?"

"Tiap pagi saya selalu mual, Dokter. Nafsu makan juga jadi meningkat. Rasanya cuma itu perbedaannya."

Dokter perempuan ini tersenyum. "Syukurlah nafsu makan Mbak jadi meningkat. Usahakan makan makanan yang sehat dan bergizi. Ditambah minum susu hamil juga baik untuk kandungan."

Dokter itu menghela nafas sejenak sebelum melanjutkan. "Morning sickness atau mual dan muntah yang terjadi saat hamil memang biasa terjadi saat trimester pertama. Meski disebut morning sickness, kondisi ini tidak hanya terjadi pada pagi hari, tetapi bisa juga pada siang, sore, atau malam hari, Mbak. Jadi hal tersebut masih tergolong wajar asalkan mualnya masih dikategorikan mual biasa. Namun jika disertai tidak nafsu makan, pusing, letih, sakit perut, jantung berdebar debar ataupun muntah darah atau muntah berwarna kecoklatan, baru perlu penanganan khusus." terang Dokter.

"Alhamdulillah, saya tidak sampai seperti begitu, Dokter."

Dengan penjelasan Dokter dan juga setelah membuat janji untuk kontrol rutin, serta setelah mengetahui bahwa aku dan janin dalam kandunganku sehat, aku pulang ke rumah dengan senyum bahagia.

Aku akan menunda untuk memberi tau Mas Raksa. Kehamilanku ini akan aku beri tau Mas Raksa besok lusa. Sebagai hadiah untuk Mas Raksa tepat dihari ulang tahunnya yang ke dua puluh delapan. Aku yakin Mas Raksa pasti akan senang mengetahuinya.

Ketika menemukan mobil Mas Raksa di perkarangan rumah, aku mengernyitkan kening. Tidak biasanya Mas Raksa pulang cepat ke rumah.

Walaupun Mas Raksa selalu pulang untuk makan siang, tetap saja sekarang belum masuk waktunya. Aku bahkan juga belum memasak apapun untuk makan siang kami.

Aku melangkahkan kaki memasuki rumah. "Loh, Mas? Mas mau kemana?" tanyaku ketika melihat Mas Raksa yang keluar dari kamar kami, dengan tas yang biasa dibawa Mas Raksa untuk keluar kota.

"Keluar kota, tiga hari," ucap Mas Raksa datar.

Tidak biasanya Mas Raksa pergi seperti ini. Bahkan tidak mengajakku sama sekali seperti yang biasa Mas Raksa lakukan.

Apa yang terjadi dengan suamiku ini?

"Mas, kenapa mendadak?" tanyaku ketika Mas Raksa sudah berdiri didekat ku. "Mas? Ada masalah?" tanyaku lagi setelah beberapa saat tidak mendapat jawaban dari Mas Raksa.

Mas Raksa meremas rambutnya. "Dari awal kenapa tidak bilang?" tanya Mas Raksa yang membuatku bingung.

Melihat satu strip pil kontrasepsi yang isinya sudah berkurang hampir sebagian, yang dilemparkan Mas Raksa keatas meja membuatku tau penyebab Mas Raksa bersikap seperti ini.

Aku merutuki diriku. Strip pil yang masih utuh sudah aku buang semuanya. Tapi kenapa aku bisa lupa untuk menyingkirkan strip pil yang ini? Dan aku baru ingat bahwa Mas Raksa pasti menemukannya dilaci meja riasku?

"Mas, aku bisa jelaskan hal ini," ucapku panik, takut Mas Raksa akan lebih dulu berpikiran yang tidak-tidak.

"Kamu bisa jelaskan setelah Mas kembali. Saat ini Mas belum bisa berpikir jernih. Assalamualaikum," ucap Mas Raksa sambil melangkahkan kakinya meninggalkanku.

"Mas!" Aku menghentikan langkah kaki Mas Raksa dengan memegang lengannya. "Mas gak bisa pergi begitu saja tanpa mendengarkan penjelasanku dulu."

"Mas pikir kamu sakit setelah melihat itu dilaci. Dengan kalut Mas bertanya kepada Dokter karena Mas pikir kamu menyembunyikan penyakitmu. Tapi setelah Mas tau bahwa itu pil kontrasepsi, Mas kecewa. Kalau dari awal kamu bilang bahwa kamu belum ingin punya anak, Mas akan terima. Tapi bukan dengan menyembunyikannya."

Mas Raksa menghapus air mata yang sudah mengalir deras di pipiku. "Jangan menangis. Kita akan bicarakan ini setelah Mas pulang," ucapnya lalu mencium keningku singkat.

Mas Raksa tidak hanya kecewa, tapi marah karena kelakuanku.

***

Stay safe and healthy semuaa 😍
Semoga Suka 🤗

Salam Sayang 😘
~fansdeviyy,
P.S you can call me Dev 😉

Taken by Him [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang