Bagian 35

45.5K 3.1K 81
                                        

Aku sedang menyusui Zara didalam kamar si kembar. Sejak masuk trimester ketiga, Mas Raksa bersama dengan Mama dan Ibu sudah mulai menyiapkan kamar dan perlengkapan-perlengkapan untuk si kembar.

Jadi setelah keluar dari rumah sakit, aku dan Mas Raksa beralih tidur dikamar si kembar.

Selain karena harus menjaga si kembar, juga untuk menjaga privasi kami dimana saat ada orang yang datang melihat si kembar sementara si kembar sedang tidur dikamar, mereka masih bisa melihatnya. Rasanya aneh saja ada orang lain yang keluar masuk kamarku dan Mas Raksa.

Zara jauh lebih rewel dibandingkan Adar, sehingga beberapa menit yang lalu, ketika teman-teman Mas Raksa datang melihat si kembar, Zara langsung menangis.

Zara memang tidak sekuat Adar menyusu. Karena itu setelah perutnya kenyang, Zara akan langsung menjauhkan mulutnya dan baru tertidur.

Sementara Adar, walaupun matanya sudah terpejam, terkadang aku masih merasakan hisapannya di payudaraku. Dan jika aku lepaskan, dia akan terbangun dan menangis. Jadi aku tunggu sampai dia sendiri yang melepaskannya.

“Zara udah tidur?” tanya Mas Raksa pelan.

Mas Raksa masuk kedalam kamar dengan Adar didalam gendongannya saat aku meletakkan Zara keatas tempat tidur. “Udah Mas. Adar rewel ya?” tanyaku.

“Sepertinya Adar juga haus, sayang.”

Aku mengambil alih Adar dari gendongan Mas Raksa. “Teman-teman Mas masih disini?” tanyaku sambil menuntun Adar meraih sumber makanannya.

Jika awal-awal aku merasa malu ketika Mas Raksa melihatku tengah menyusui si kembar, sekarang sudah mulai terbiasa. Lagi pula mau sampai kapan juga aku akan tetap malu-malu, padahal Mas Raksa yang lebih dulu melihatnya dibandingkan si kembar.

Mas Raksa menganggukkan kepala. “Masih. Mas tadi minta Buk Lastri masak, biar bisa makan bareng mereka. Sakit ya?” tanya Mas Raksa ketika melihatku meringis.

“Cuma nyeri dikit Mas, Adar menyusu terlalu kuat. Aku jadi gak enak, teman-teman Mas datang aku nya malah dikamar.”

“Mereka pasti ngerti, sayang. Tadi kan juga udah sempat lihat si kembar.”

Dulu ketika aku hamil, Mas Raksa menjadi suami siaga. Dan sejak si kembar lahir, Mas Raksa menjadi Ayah siaga. Kadang dimalam hari, Mas Raksa yang lebih dulu bergerak cepat ketika salah satu atau keduanya terbangun dan menangis.

"Mas keluar lagi ya. Kalau lihat Adar menyusu, Mas jadi kepengen juga. Jadi gak sabar nih nunggu masa nifas kamu selesai. Kira-kira puasa Mas masih lama gak, sayang?"

Aku memukul lengan Mas Raksa. "Astaghfirullah, omongan nya Mas?"

Mas Raksa tertawa yang membuatku menegurnya. Putri kami lagi tidur nyenyak, nanti dia terbangun. Aku tau Mas Raksa bercanda, tapi tetap saja candaan Mas Raksa itu mengandung makna.

"Gak usah malu-malu lagi sayang, anak kita juga udah dua. Dulu kan memang begitu? Cuma Mas yang pegang, remas terus...."

Aku menutup mulut Mas Raksa dengan tangan kananku. "Mas sayang, lebih baik Mas duduk diluar ya?  Dari pada omongan Mas makin vulgar, nanti didengar anak-anak. Kasihan juga teman-teman Mas ditinggal lama-lama."

Taken by Him [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang