Bagian 34

43.5K 2.9K 51
                                    

Lewat tengah malam, perutku terasa sakit akibat kontraksi. Sebelum tidur aku memang sudah merasakan tidak nyaman, kram kaki dan adanya tekanan dipunggung. Tapi sama sekali tidak menyangka bahwa aku akan melahirkan.

Sehingga dengan panik, Mas Raksa bersama Revan dan Bang Kiki membawaku ke rumah sakit.

Revan dan Bang Kiki memang aku minta untuk menginap di rumah kami karena Dokter sudah memprediksi aku akan melahirkan akhir minggu ini. Sehingga malam ini adalah malam kedua mereka menginap.

Aku meminta Revan dan Bang Kiki menginap agar ketika tiba-tiba aku akan melahirkan, ada yang dapat berpikir jernih. Karena mengingat bagaimana paniknya Mas Raksa saat pertama kali perutku yang tiba-tiba kram saat kehamilan tujuh bulan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana Mas Raksa akan menghadapi ku sendirian saat tiba-tiba kontraksi.

"Posisi bayinya memungkinkan untuk dilahirkan secara normal. Jadi kita tunggu sampai pembukaannya lengkap ya Mbak, tak lama lagi."

Sejak awal saat konsultasi kontrasepsi, periksa kehamilan sampai aku melahirkan sekarang, aku melakukannya dengan Dokter perempuan yang sama.

Sebelumnya Dokter Diana sudah memberi tau bahwa kemungkinannya kecil melahirkan anak kembar secara normal. Kecuali jika posisi kedua bayi dengan kepala yang berada di jalur lahir maka bisa melahirkan secara normal.

Aku menganggukkan kepala. Menahan rasa sakit di bagian bawah tubuhku. Rasanya sudah sangat lama sejak aku tadi merasakan sakit untuk pertama kalinya.

Perhatianku teralih kepada Mas Raksa yang masih menampilkan raut panik diwajahnya. Mas Raksa berdiri di samping ranjang dengan tangannya yang menggenggam tanganku erat.

Sesekali Mas Raksa akan mengelus rambutku dan menciumi keningku tanpa malu dengan keberadaan Dokter Diana dan perawat saat aku meringis kesakitan.

"Mas gak tau kalau kamu akan sangat kesakitan seperti ini," ucapnya setelah Mas Raksa diam saja sejak kami sudah masuk kedalam ruang persalinan.

"Jadi punya anaknya cukup dua aja, Mas?" tanyaku menggoda.

Mas Raksa tak menanggapi godaanku. Belum lahir dua anak kami ini, Mas Raksa sudah mengatakan padaku kalau dia ingin memiliki lima orang anak. Saat itu aku menanggapinya dengan kalimat canda, "Mas yang hamil ya?". Tapi sepertinya, Mas Raksa serius dengan permintaannya.

"Mas gak kuat lihat kamu begini," ucap Mas Raksa lirih.

Tanganku terangkat keatas dan bergerak menghapus keringat di kening Mas Raksa. "Ini hal biasa Mas, kalau akan melahirkan. Pasti akan baik-baik aja saat anak-anak kita udah lahir. Mas tenang aja, aku akan baik-baik aja kok."

Bukan aku yang ditenangkan tapi aku yang malah menenangkan Mas Raksa. Bukankah ini terbalik?

Aku meringis ketika merasakan rasa sakit yang semakin bertambah. Sehingga membuatku mencengkram tangan Mas Raksa dengan erat.

"Pembukaannya sudah lengkap Mbak. Mbak harus ikuti apa yang saya katakan. Jangan mengejan terlalu keras setelah saya bilang dorong, Mbak. Ketika saya bilang berhenti, Mbak harus berhenti mengejan. Oke?"

Aku sudah konsultasikan cara melahirkan normal dengan Dokter Diana sebelumnya. Juga pernah mendengar cerita Ibu mengenai pengalamannya. Bahkan aku membaca artikel dan panduan mengejan saat melahirkan.

Taken by Him [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang