Sekolah Dasar adalah tempat di mana siswa-siswinya terlihat menggemaskan dan memiliki tingkah lucu di mata orang-orang dewasa. Suka berteriak-teriak, terlalu ceria, menertawakan hal-hal yang garing menurut sebagian orang dewasa, mendadak merengek dan menangis, bahkan terkadang sering melakukan hal-hal aneh. Namun kepolosan merekalah yang membuat mereka menarik untuk digemasi.
Salah satu contohnya adalah siswa bernama Gavalino Andaraksa, atau yang sering dipanggil Lino. Siswa kelas tiga yang baru sebulan yang lalu pindah ke SD Sukasuki ini menjadi kebanggaan para guru lantaran kepintarannya.
Lino tengah duduk di atas pohon di samping sekolah usai bermain dengan para kucing liar di depan kelas. Sambil menunggu pujaan hatinya lewat, ia membaca jampi-jampi yang ia dapat dari salah seorang temannya. Biar cintanya diterima, katanya. Teman bahkan adik kelasnya ikut menunggu di sekitar pohon.
Gadis kecil itupun lewat.
"Lia!" panggil Lino.
Lia yang sedang berjalan sambil minum es teh berhenti. Siswi kelas dua ini baru pulang setelah membeli jajan. Matanya menatap sosok di atas pohon. Tapi Lia tak terkejut. "Apa?!" sahutnya ketus.
Tak mau banyak basa-basi—karena memang tidak punya banyak kata, dengan logat medhok Jawanya, Lino akhirnya spontan bertanya, "Lia, kamu mau nggak, jadi pacarku?"
"Nggak."
Mata Lino melotot. Teman-teman di sekitarnya tertawa. Lino mengembungkan pipi. "Kok nggak mau? Kenapa? Aku ganteng, loh."
"Kak Lia," panggil Jojo, salah seorang adik kelas. Masih kelas satu. "Kalau nggak mau jadi pacarnya Mas Lino, nanti Mas Lino lompat dari pohon, loh."
Lino mendelik. "Lah, kok lompat?"
"Ssttt!" Abin—salah seorang teman Lino mengedipkan mata, mengisyaratkan perintah 'Udah, nurut aja, biar diterima!'
Lino mengangguk polos. "Iya, aku mau lompat."
"Lompat aja!" jawab Lia tak peduli. Gadis kecil itu berjongkok di hadapan Lino. Ia kemudian meneguk es tehnya kembali, seolah menunggu pertunjukan yang seru. "Ayo, lompat!"
Lino dan teman-temannya yang terkejut dengan jawaban Lia saling tatap. Kalau Lino benar akan lompat, pasti ia akan jatuh, dan itu pasti sakit. Dan kalau Lino benar-benar melompat, tentu saja itu merupakan hal gila. Dia tak mau dicap sebagai anak sinting hanya karena ditolak Lia. Tapi kalau tidak lompat, nanti Lia kecewa. Lino ingat, dulu kakak kelasnya yang bernama Chandra pernah bilang, "Laki-laki itu yang dipegang omongannya."
Lino menelan salivanya. Menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Pandangannya menyorot ke bawah. "Tinggi banget," ucapnya lirih.
"Mana? Katanya mau lompat," sindir Lia. Lia kemudian bangkit, menepuk-nepuk roknya agar debu yang menempel hilang. "Bohong!"
"Ini mau lompat. Tungguin."
"Lama!" Lia berbalik badan, membelakangi Lino yang masih mengambil awalan untuk melompat. Kakinya melangkah menjauh dari Lino.
"Aaaaa!!!!"
Baru beberapa langkah, Lia berhenti. Ia menoleh ke belakang. Matanya menangkap sosok Lino sedang bergelantungan memegang ranting pohon. Lia terkekeh. "Yah, nyangkut."
"Mas Lino!!!" Jojo berlari menghampiri Lino. Kawan-kawannya yang lain mengikuti.
"Lino!!!" Chandra yang saat itu kebetulan lewat dan melihat adik kelasnya bergelantungan refleks panik. Ia berlari mendekat dan menengadahkan tangannya—siap menerima tubuh Lino kalau jatuh.
"Bang Chan, jangan di situ! Nanti kejatuhan badanku. Nanti bisa-bisa lesung pipi Abang pindah di jidat."
"Oh, bisa pindah ya, Bang?" Jojo bertanya dengan polosnya.
Chandra berdecak. Dirinya yang panik lebih sebal lagi ketika mendapati dua adik kelasnya yang lain terkekeh geli bersama Lia. "Han, Yos, bantuin!"
"Eh, iya," ucap Handi. Handi kemudian meraih tangan Yosi dan menariknya mendekat ke posisi Lino.
Mereka berdiri melingkar sambil menengadahkan tangan sebagai bantalan Lino ketika jatuh.
"Ayok, No. Nggak apa-apa jatuh, ada kita," ucap Chandra meyakinkan. Ia mengangguk untuk mengisyaratkan bahwa ia telah siap.
Lino akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya dari ranting pohon. "Huwaaaa!!!" Ia mendarat di tangan kawan-kawannya. Sayang, tangan-tangan kecil itu tak cukup kuat untuk menopang tubuh Lino. Mereka akhirnya jatuh bersama. Hanya Handi yang tetap kokoh berdiri lantaran sewaktu Lino mendarat, ia mundur dan keluar dari lingkaran.
Pengkhianat.
Lia makin terkekeh.
Kurang ajar.
Mereka yang jatuh mengaduh bersama. Sementara Handi? Ia membungkuk sambil ikut mengaduh. Nyumbang suara. Biar terdengar seolah-olah dia ikut membantu. Laknat memang.
Lia akhirnya berhenti tertawa dan mendekati Lino yang bibirnya sedang manyun sembari tangannya mengusap-usap pantat kirinya. Lia mengulurkan tangan. Merasa terkejut, Lino berhenti mengusap pantatnya. Senang melihat Lia dalam jarak dekat, Lino nyengir.
Baru saja Lino hampir meraih tangan Lia, Lia langsung menarik uluran tangannya dan berkata lirih, "Cie ketipu."
••
Cieee Lino. Ketipu.
Lanjut nggak? Kalo enggak ya udah, wkwkwk 🤡
KAMU SEDANG MEMBACA
Mas Kucing [END] ✓
Humor"Dori hilang!" Apa salahnya melindungi kucing? Tidak ada yang salah. Yang salah adalah ketika Lia mengancam Lino yang menjabat sebagai pawang kucing di sekolah dengan cara mengambil kucing peliharaan Lino, hanya demi membersihkan namanya dari gosip...