06

2.4K 257 2
                                    

Donghyuck sedang berjalan pulang sore itu. Hari itu ia akan masak dan makan malam lebih cepat dari biasanya.

Tadi siang saat ia beristirahat, Mark berkata bahwa ia akan pulang lebih malam dari biasanya. Karena ada rapat besar yang akan dilakukan oleh para petinggi perusahaan. Mark hanya meminta Donghyuck untuk menyisakan sedikit makanan baginya.

Sudah terhitung 5 bulan sejak Donghyuck tinggal bersama dengan Mark. Memang tidak ada hal spesial yang terjadi pada keduanya selain dengan bisa mengenal satu sama lain lebih baik.

Selama di perjalanan, ia memikirkan apa yang harus ia masak nanti. Tidak lupa juga ia bengong sambil berjalan ke rumah. Memang jika ia sedang berjalan, pikirannya akan melayang-layang dari satu masalah hingga masalah lain.

Tanpa sadar, ia telah sampai di rumah Mark. Mungkin hal yang dipikirkan oleh Donghyuck sangat seru sehingga ia memilih untuk berjalan sambil memikirkan masalah itu dalam kepalanya. Seakan ia berdebat soal topik itu.

Setelah ia membuka sepatunya, ia memilih untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu dan baru memasak setelahnya.
.
.

Makan malam hari itu adalah Japchae. Ia memasak Japchae untuk 2 porsi. Namun ia membuat porsi Mark lebih banyak dari porsi miliknya. Karena tadi siang ia mendapatkan pesan juga dari Mark bahwa ia lupa membawa bekal yang sudah disiapkan.

Japchae milik Mark ia taruh di atas meja makan. Tak lupa juga ia menutup makanan milik Mark.

Ia memilih untuk naik ke lantai atas. Karena tidak ada yang bisa ia lakukan di lantai bawah.

Ia menelusuri kamar lukis milik Mark. Waktu itu, ia belum bisa dengan jelas melihat semua lukisan milik Mark. Dan ia juga belum punya kesempatan untuk melukis.

Kaki jenjangnya itu ia bawa kearah pintu berwarna Gading itu. Ia membuka kamar dan merasakan sensasi dingin dan berbagai macam bau cat yang menguar dari ruangan itu.

Wangi cat itu membawa kenangan lama yang coba ia kubur jauh-jauh dalam memorinya. Namun selalu tidak bisa. Karena setiap luka, setiap rasa yang ia miliki pasti hanya bisa terlampiaskan pada sebuah kanvas putih bersih.

Kanvas yang tadinya putih bersih itu harus tercoreng oleh setiap warna pelampiasan luka yang ia miliki. Dan mungkin hal itu juga berlaku untuk Mark.

Ia tidak menyalakan lampu didalam ruangan itu. Ia mau melihat setiap karya yang di buat oleh Mark hanya dengan cahaya rembulan.

Ia memulai dari lukisan yang di gantung di dekat pintu masuk. Lukisan dengan ukuran sedang yang didominasi oleh warna hitam. Abstrak, namun masih tersirat dengan jelas. Setidaknya untuk dirinya.

Ada seorang figur lelaki membelakangi Donghyuck dalam lukisan itu. Ia seperti hendak berjalan kedepan. Namun di kakinya ada borgol. Dan borgol itu berupa banyak tulisan-tulisan.

Di sebelah lukisan itu ada seorang figur yang membawa payung. Kepalanya tertutupi oleh payung itu. Namun air hujan tidak berasal dari luar payung. Namun air itu berasal dari dalam.

Dan masih banyak lukisan lainnya. Namun ada satu lukisan yang menarik perhatiannya. Sebuah danau dalam tema monochrome. Sangat indah bentuknya. Namun memberi sensasi misterius bagi Donghyuck.

Ada sebuah rumah yang juga di gambar dalam lukisan itu. Namun rumah itu hanya berdiri sendiri di salah satu daratan dekat dengan danau. Setelah diteliti lebih lagi, ternyata air di danau itu berwarna merah tua. Yang hampir mirip dengan warna hitam.

Donghyuck menyentuh lukisan itu. Sekujur tubuhnya merinding kala jarinya bergesekan dengan lukisan itu. Ia mencoba menurunkan lukisan itu dari tempatnya.

Dengan teliti ia melihat semua yang ada di dalam lukisan itu. Hingga detail terkecilnya. Namun ketika ia menganalisis lukisan itu, tangannya tidak sengaja meraba sesuatu di belakang lukisan itu.

Donghyuck membalikkan lukisan itu dan menemukan sebuah amplop yang diselotip di belakang lukisannya. Amplop itu sudah sedikit berwarna kuning dan sudah berantakan.

Ia mencopotnya. Di bukanya amplop itu dan ia menemukan lembar kertas didalamnya. Sepertinya kertas ini pernah diremat dengan kencang dan dirapikan kembali untuk di masukkan kedalam amplop tadi.

Tidak ada nama pengirim maupun nama penerima di amplop maupun di kertas yang ia pegang. Ia membuka semua kertas-kertas itu.

Didalam kertas itu tertulis beberapa pesan dengan bahasa inggris dan pena berwarna hitam.









'leave me alone'

'I'm not worth it'

'dissapoinment'

'there's nothing I've achieved'

'I'm not needed everywhere, anywhere'

'I'm just a reflection of somebody else'

'I can't help, but to see others flaws'

'I've lost myself'

'lost my way'

'it hurts. Really hurts'

'will anyone knows my pain?'

'how long will I endure it?'












Dan masih banyak tulisan lainnya. Namun inilah yang sering tertulis di dalam kertas-kertas itu.

Sepertinya memang benar Mark tidak baik-baik saja. Ia membutuhkan pertolongan. Donghyuck tahu bahwa dirinya bukanlah orang yang tepat untuk bisa menjadi orang yang membantu Mark. Namun lelaki itu sudah memberhentikan Donghyuck dari bunuh diri.

Satu tetes, dua tetes...

Air mata jatuh dari maniknya. Setiap kali ia membaca kalimat itu, hatinya terasa seperti tersayat. Rasa sesak kembali memenuhi dadanya.

Betapa dalam luka yang ditorehkan? Berapa lama ia menutupinya? Apakah ada yang menyadarinya?

Tidak. Itu bukan untuk dirinya. Itu untuk Mark. Apakah ada di luar sana orang yang memperdulikan lelaki itu? Apakah ada yang menyadari kesedihannya?

Setidaknya Donghyuck tahu bahwa masih ada orang yang peduli dengannya. 3 temannya itu. Mereka peduli dengan Donghyuck. Dan sekarang Mark. Ia peduli dengan Donghyuck.

Namun adakah yang menyadari kesedihan Mark? Lewat tulisan-tulisan itu, ia seperti bisa merasakan kesedihan milik Mark. Bahkan selama 5 bulan kebelakang, tidak jarang ia menemukan Mark bersedih sendiri.

Mungkin lelaki itu tidak menangis. Mungkin ia menyimpan semuanya dalam hatinya sendiri. Mungkin ia mau memperlihatkan bahwa ia adalah orang yang kuat. Mungkin, mungkin, mungkin.

Donghyuck masih menangis sendiri di dalam kamar itu. Ia menyadari bahwa malaikat yang menyelamatkannya itu juga sama sepertinya.

Terlihat kuat seperti batu. Namun sebenarnya sangat rapuh seperti kaca.

Ia meremat kertas-kertas itu di dadanya. Menahan rasa sakit luar biasa yang menyerang benaknya. Mark bukanlah seseorang yang sempurna. Ia lemah.

Namun entah apa yang terjadi pada Mark sehingga ia selalu menghindar jika Donghyuck mau membantunya. Seakan ia lebih memilih untuk menyimpan semuanya sendiri.

Menutup dirinya dari semua orang yang ada. Kecuali bibi Kim. Namun bibi Kim juga tidak terlalu tahu dengan Mark. Pernah beliau mengatakan bahwa Mark hanya curhat soal pekerjaannya. Bukan soal perasaannya.

Bibi Kim juga tahu bahwa tuannya itu memendam sesuatu sendiri. Ia tidak mau membukanya. Mungkin yang Donghyuck tahu sekarang adalah, Mark takut kehilangan orang lain hanya karena uang.

Karena harta yang ia miliki jauh menggiurkan daripada eksistensinya.

Mungkin baru itu saja yang ia ketahui dari seorang Mark.
.
.





...
Eh maap ya kalo part ini agak enggak nyambung. Hehe

fix you | markhyuck✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang