Bab 2

1.8K 242 39
                                        

Laila masuk ke dalam kamar untuk merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, meninggalkan Abdi yang sedang mengobrol dengan Umi. Obrolan mereka pasti tidak akan jauh-jauh membahas pekerjaan Abdi, maklumlah Umi itu perhatian banget sama Abdi. Malah, Umi selalu bilang kalau Abdi itu anak laki-lakinya. Wajar sih, soalnya Umi tidak punya anak laki-laki.

"Le! Gue pulang dulu ya?" teriak Abdi tiba-tiba.

Laila buru-buru mengganti pakaiannya dan langsung menghampirinya keluar. "Ya udah sana!" ucapnya ketus, sambil mendelik dan mengibaskan tangannya.

"Hus! Nggak boleh gitu," tegur Umi.

"Lagian biasa hidup kaya jelangkung juga, pakai pamit segala," sindir Laila kesal.

Abdi langsung memicingkan matanya ke arah Laila dan Laila membalasnya tak mau kalah.

"Sholat dulu, baru pulang!" sindir Laila.

"Udah."

Yang jawab bukan Abdi, melainkan Umi.

"Tadi pas sampai rumah, gue langsung sholat." Abdi menambahi.

"Tumben!"

Abdi melangkah mendekat dan Laila langsung melangkah mundur. Laila tahu apa yang akan Abdi lakukan karena tangannya sudah siap siaga diangkat ke udara.

"Umi!" rengeknya.

"Dih geer, emang gue mau ngapain?" tanya Abdi seraya terkekeh geli.

"Toyor kepala gue, iya kan?!"

"Emang!" Abdi langsung toyor kepala Laila, dan dia sama sekali tidak merasa takut, padahal ada Umi di sana. 

Begini jadinya kalau sudah dianggap seperti anak sendiri, jadinya seenaknya.

"Umi, usir dia!" Laila semakin kesal dibuatnya.

"Ih, masa Umi usir anak sendiri." Umi malah berpihak kepada Abdi.

"Ya udah gue mau balik, hayu ke depan." Abdi tak mau memperpanjang urusan dan meminta Laila mengantarnya ke depan.

"Embung, sana aja sendiri!" Laila mulai merajuk.

"Eh ya, mau gue toyor lagi pala lo?"

"Ish, ya udah sok sana!" Akhirnya mau tidak mau, Laila mengantar Abdi keluar. Dan Umi lebih memilih untuk tinggal di dalam rumah saja.

"Tapi kok lo tumben balik jam segini, ini kan hari sabtu?"

"Justru ini hari sabtu, malam minggu Le. Duh gini sih kalau kelamaan jomlo, jadinya bloon." Abdi malah mengejeknya.

Dug!

Laila tak bisa bersabar lagi, dan akhirnya menendang mobilnya.

"Si Anjir, kalem dong woy! Ini mobil kalau penyok nggak dibawa ke tempat ketok magic ya!" Abdi membentaknya karena tak terima BMW seri X miliknya diperlakukan seenaknya.

"Bodo!" Tapi Laila tak peduli.

Abdi mencebik. "Eh tapi tolong dong kasih saran tempat makan yang bagus, gue kan noob di Bandung."

"Sana lo pergi ke puncak bintang, minum wedang sambil lihatin lampu kelap-kelip!"

"Level lo rendahan banget ya Le." Abdi langsung menertawakannya.

Sabar Laila.

"Ya udah nggak usah minta saran sama gue!"

Tawa Abdi semakin kencang, dan Laila semakin kesal dibuatnya.

Abdi itu memang so' kegantengan orangnya dan merasa paling sempurna, juga hobi banget ngeremehin Laila. Dasar sialan! Iya sialannya memang dia hampir sempurna secara fisik, otak dan isi dompet, sayangnya dia suka mainin hati perempuan.

Laila, Nikah yu! (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang