Abdi sudah duduk di atas motor yang terlihat begitu kecil jika dibandingkan dengan tubuhnya yang tinggi besar. Dari sana ia menatap Laila yang tengah berjalan ke arahnya dengan penampilan yang cukup simple, kaos putih yang dibalut cardigan hitam, celana jeans, dan sendal teplek, sambil sibuk menguncir kuda rambutnya yang panjang.
"Nggak ada niatan potong rambut?"
Pertanyaan dari Abdi membuat Laila berhenti mengikat rambutnya beberapa detik, kemudian ia melanjutkan mengikatnya dengan cukup kencang.
"Nggak ada."
Laila kemudian menutup gerbang rumahnya, lalu ia naik ke atas motor dan Abdi menoleh ke belakang.
"Lo nggak kelupaan sesuatu?"
Laila mengecek penampilannya, kemudian ia merogoh saku belakang celananya lalu menarik ponsel miliknya dari sana.
"Nggak.."
"Tas?"
"Nggak perlu bawa Tas."
"Dompet?"
"Kan makannya pake duit lo."
Abdi tersenyum lebar, sengaja menyembunyikan rasa gemasnya untuk tidak memukul kepala sang sahabat yang tidak tahu diri ini.
"Eh lupa deng, helm!" Dengan sedikit berteriak dan mengagetkan Abdi, Laila langsung turun lagi dari motor dan berlari masuk ke dalam rumah.
Tak menunggu waktu lama, Laila kembali dari rumah dengan sudah menggunakan helm. Ia kembali menutup gerbang, kemudian naik ke atas motor. "Yuk!" ajaknya.
Abdi menyalakan motornya kemudian mereka pergi dari rumah.
💙
Ada segurat senyum di wajah Laila saat ia baru menyadari bahwa ini adalah perjalan mereka memakai motor setelah sekian lama. Dia jadi mengenang bagaimana mereka saat masih duduk di bangku SMA, di mana untuk pertama kalinya mereka berboncengan motor.
"Mawar, gue baru sadar kalau bahu lo selebar ini."
"Apa?"
Suasana jalanan yang begitu berisik, membuat Abdi tidak bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Laila, sehingga Laila mendekatkan kepalanya ke bahu Abdi.
"Bahu lo lebar."
"Oh, lebar. Jadi enak ya buat dijadiin sandaran?" timpalnya sambil terkekeh.
Laila ikut terkekeh, dan ingatanya menjelajah semakin jauh ke masa lalu. Dia mengenang kembali bagaimana dirinya dan Abdi bertemu untuk pertama kalinya.
"Dulu badan lo kurus kering kaya sapu lidi, dengan wajah tengil yang bikin orang gemes pengen tak, hih."
Abdi tertawa.
"Gue masih inget jelas, gimana wajah lo yang ngetawain gue di depan anak-anak pas lagi ospek. Sumpah, waktu itu gue nguatin diri buat nggak nangis."
Abdi tertawa lagi, dan dengan gemas Laila mencubit pinggangnya.
"Aw, sakit."
Laila tidak peduli, dia kembali menceritakan kisah masa lalunya bersama Abdi.
"Kalau diingat-ingat lagi, kenapa bisa ya waktu itu gue ngedadak nggak bisa nyanyi lagu Indonesia Raya, padahal gue selalu ikut upacara sekolah selama 9 tahun?"
"Nah itu, makanya gue ngetawain lo kenceng banget. Bego kok kebangetan." Mereka berdua kembali tertawa.
Karena kejadian itu, akhirnya Laila memutuskan untuk mengikuti Paskibra saat SMA, untuk menebus rasa penyesalannya. Juga untuk membuktikan kepada teman-temannya kalau dia cinta kepada tanah air.

KAMU SEDANG MEMBACA
Laila, Nikah yu! (Revisi)
RomanceMarwan Abdi Pradipa, atau yang akrab dipanggil Abdi dan kadang-kadang Mawar, adalah sosok playboy bersertifikasi yang sedang mencoba untuk bertobat. Alasan dia bertobat adalah satu, dia jatuh cinta kepada Laila dan ingin menikahinya. Namun perjuanga...