Setelah mendengar apa yang Alexa katakan mengenai sosok suami yang pantas mendampingi Laila, jujur saja Abdi merasa tak pantas untuk memperjuangkan cintanya.
Abdi memang tidak memperdulikan bagaimana sikap Dean padanya, karena Dean memang selalu seperti itu. Over protective kepada semua sahabat perempuannya, dan Abdi sekalipun tidak ia indahkan meski sama-sama sahabatnya.
Namun berbeda ketika Alexa yang berkata seperti tadi, rasanya langsung menusuk pada ulu hatinya. Benar-benar sakit sampai ia tak mampu menatap wajah Alexa saat ia mengajaknya berbicara.
Bahkan setelahnya, setiap waktu yang Abdi habiskan rasanya begitu menyesakan. Dia mulai tak fokus ketika Alexa dan Dean mengajaknya bicara, bahkan ia tak nafsu makan.
Perilaku itu terus berulang, sehari seterusnya. Malah parahnya, dia tidak fokus saat bekerja. Pikirannya terus berputar atas pilihan pantas atau tidak pantasnya dirinya untuk Laila.
Lebih parahnya lagi, pikiran negatif semakin menumpuk ketika Laila terus menolak untuk di ajak bertemu, bahkan untuk di ajak makan siang bersama Laila memilih makan dengan kliennya. Entah memang benar-benar klien atau dirinya yang Abdi rasa seperti menghindarinya.
Perasaannya yang tak karuan tak bisa ia bagi dengan siapapun, meski Dean selalu berada di sampingnya di setiap malamnya sepulang bekerja, tapi Dean akan senang jika Abdi mengeluh. Dia mungkin akan memberinya saran untuk berhenti mengejar Laila.
Sekarang sudah hari kamis, yang berarti sudah 3 hari Abdi tidak bertemu dengan Laila. Berbeda dengan Dean dan juga Alexa yang sering berkunjung datang ke rumahnya. Abdi tidak bisa melakukannya, karena Abdi benar-benar merasa sendiri, dan tak ada seorangpun yang berdiri disisinya sekarang.
"Di, gue balik sekarang ya." Ujar Dean, saat mereka berdua tengah sarapan.
"Hmm.."
"Gue balik, tapi bukan berarti gue lepas pengawasan dari lo."
Abdi berhenti mengunyah makanannya, dan menatap Dean dengan kesal.
"Oh iya, lo kenal sama Ervan yang lagi deket sama si Lele?"
"Iya, kenapa? Lo mau nyari tau tentang dia?" Pertanyaan yang Abdi lontarkan tersirat sebuah sindiran.
Dean mengangguk dengan santainya.
"Laila bilang dia anaknya baik, dan si Alexa suka sama penampilannya dan pekerjaannya. Tapi lo tau kan, itu bukan tolak ukur dia cowok baik-baik atau bukan."
"Hmm.."
"Lo jangan seneng dulu, meskipun gue belum suka sama Ervan, tapi gue tetep nggak restuin lo sama Laila!"
Abdi menghela napas jengah lalu menenggak habis air di gelasnya.
"Buruan balik gih, muak gue liat muka lo!"
"Gue tau, dan gue harap lo juga ngerti kenapa gue bersikap kaya gini sama lo. Dengan siapapun lo berhubungan, gue nggak pernah ikut campur karena gue tau lo bisa ngurus hubungan lo dengan baik. Tapi kali ini gue nggak bisa tinggal diam, karena masalahnya Laila terlalu baik buat lo."
Abdi sudah benar-benar muak dengan Dean. Lantas ia duduk bersandar sambil melipat tangannya di dada, menatap Dean dengan serius.
"D, apa lo serius nggak akan biarin gue deketin Laila?"
Dean meletakan alat makannya, dan ikut duduk bersandar bertatapan sama seriusnya dengan Abdi.
"Sejengkal pun nggak akan gue ijinin."
Abdi menyeringai.
"Gue pikir hubungan kita jauh lebih dekat dari apa yang gue pikir. Gue anggap lo bahkan udah kaya saudara gue sendiri, dan gue selalu beranggapan lo memperlakukan gue sama. Tapi sekarang gue tau, kalau lo hanya sebatas orang asing yang nggak pernah mempertimbangkan perasaan gue. Jujur, gue kecewa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Laila, Nikah yu! (Revisi)
Roman d'amourMarwan Abdi Pradipa, atau yang akrab dipanggil Abdi dan kadang-kadang Mawar, adalah sosok playboy bersertifikasi yang sedang mencoba untuk bertobat. Alasan dia bertobat adalah satu, dia jatuh cinta kepada Laila dan ingin menikahinya. Namun perjuanga...