Bab 7

1.2K 219 35
                                        

Laila berjalan keluar dari kamarnya dan mendapati Abdi yang sedang mengobrol dengan Abinya. Laila menghampiri mereka, namun belum sempat ia mendaratkan pantatnya di sofa, Abi sudah menyuruhnya.

"Tolong buatin Abi teh manis lagi!" titah Abi sembari menyodorkan gelas besar miliknya.

Laila tidak mungkin menolak, meski inginnya begitu. Karena dia tidak mau menambah-nambahi dosanya yang sudah menggunung.

"Sekalian Abdi bikinin susu panas, kasian dia badannya dingin." tambah Abi.

Laila menatap sinis ke arah Abdi, dan Abdi hanya tersenyum begitu lebar membalas tatapannya.

"Iya."

Dengan perasaan kesal, Laila berjalan ke dapur dan membuatkan teh manis dan juga susu untuk Abdi. Setelah selesai ia kembali ke ruang tengah dan meletakan dua gelas besar teh manis dan susu di sana.

"Nuhun geulis." (Makasih cantik). Ujar Abi.

Tapi Abdi tidak mengatakan sepatah kata ucapan terima kasih padanya dan langsung meminum susunya begitu saja.

Sahabat akhlakless!

"Pancingan yang baru beli ini nggak tau bagus apa enggak, soalnya Abi pernah kena tipu beli mahal-mahal eh pas dibawa mancing ke laut belum apa-apa udah patah."

"Enggak kayanya, kan barusan udah di cek kalau ini merk ternama. Lagian Abi mancingnya juga di kolam biasa, ikannya juga paling berat cuma 10 kiloan."

"Iya. Abi itu sebenernya nggak mau ikut, tapi Pak Dirjen ini yang buat acara."

Mereka berdua asik mengobrol dan Laila seperti tidak dianggap di rumahnya sendiri. Dia seperti tidak dianggap sebagai putri sulung Abinya sendiri. Laila hanya babu saat mereka sedang asik berdua, fix!

"Eh udah di sini."

Abdi menoleh ke belakang, saat Umi dan Aisha masuk dan mendapatinya sudah di rumah. Berbeda dengan Laila, yang diam saja dan menatap ke arah televisi.

"Itu di garasi motor Kak Abdi?" tanya Aisha.

"Bukan, punya cucunya yang punya kontrakan. Kakak cuma pinjem."

Laila menoleh ke arah Abdi. "Mobil lo kenapa emang?"

"Mogok."

"Kok bisa, belum setaun kan itu mobil?"

"Udah setaun, tapi belum pernah sekalipun gue bawa service."

"Bego!"

Abdi tidak menjawab, dia hanya memicingkan matanya saja kepada Laila.

"Di! Nggak apa-apa nunggu dulu buat sarapan?!" teriak Umi dari dalam dapur.

"Nggak apa-apa, Mi." balas Abdi.

"Makasih ya." timpal Umi.

"Tapi Laila udah lapar, Mi!" teriak Laila.

"Ya udah sarapan di warung Bu Sum aja, sana!" balas Umi sedikit kesal.

Laila berdecak. Berbeda sekali bagaimana intonasi jawaban Umi untuknya dan juga Abdi.

"Gini amat nasib anak pungut." keluh Laila sambil melonjorkan kakinya di atas sofa.

"Ngomong jangan suka seenaknya ya." tegur Abi.

"Faktanya gitu, kalian lebih sayang Abdi dibanding aku."

Laila kemudian menoleh ke arah Abdi yang sedang menatapnya dengan risih.

"Selamat ya sahabat, sebentar lagi nama kamu masuk kartu keluarga Bapak Mansyur."

Laila, Nikah yu! (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang