Bab 19

1.1K 226 73
                                        

"Nginep apaan? Nggak ada!" jawab Abdi dengan tegas. Kemudian ia mengambil pembalut yang jatuh di lantai, lalu berjalan mendekati Laila dan menyerahkan kembali padanya.

"Lagian lo mau ngapain nginep disini? Kaya nggak punya rumah aja."

Laila menghela napas kasar, kemudian ia duduk di atas tempat tidur begitu saja. Berbeda dengan Abdi yang sedikit ngeri, karena takut-takut darah haid Laila tembus ke kasurnya.

"Gue nggak mau pulang. Gue males ketemu Umi sama Aisha."

Mendengar jawaban Laila, Abdi sedikitnya paham kenapa Laila tidak mau pulang. Alasannya pasti karena pertengkaran antara Umi dan Laila yang disebabkan oleh dirinya.

Tapi kenapa Laila tidak mau Abdi menjadi menantu Uminya? Abdi yang penasaran, ikut duduk bergabung di tempat tidur. Ia melirik Laila yang masih cemberut menatap lantai.

"Lo berantem sama Umi?"

Laila mengangguk.

"Kok bisa? Masalahnya apa?"

Laila menoleh ke arah Abdi, lalu ia menatapnya beberapa saat sebelum lagi-lagi ia menghela napas panjang. "Sebenernya bukan masalah besar, tapi selalu diungkit terus. Gue jadi muak." Laila kemudian menjatuhkan tubuhnya ke belakang dan menatap langit-langit.

Abdi tersenyum getir mendengar Laila yang ternyata sudah muak. Ya! Dia muak karena Umi selalu mengungkit tentang hubungan mereka. Apa Laila benar-benar tidak bisa membuka hatinya untuk Abdi? Apa Laila ingin hubungan mereka hanya sebatas sahabat sampai akhir?

"Yaudah, nggak usah terlalu dipikirin."

Abdi beranjak, kemudian ia melepas bajunya begitu saja tanpa menghiraukan kehadiran Laila disana.

"Lo boleh nginep disini. Tapi nanti kalau Abi nanyain, silahkan lo jelasin sendiri. Gue nggak mau Abi jadi salah paham sama gue."

"Iya."

"Nah nanti, kalau rumah ini sampai digrebek warga karena gue bawa cewek nginep. Lo harus siap dinikahin sama gue di rumah Pak RW!"

"Sialan!" umpat Laila seraya tertawa dan melemparkan bantal ke arah Abdi.

Abdi mencoba tertawa, berusaha mencairkan perasaannya yang tadi sempat kecewa. Sulit, tapi ini resiko yang harus ia ambil.

"Lo mau ganti baju pakai baju gue?"

"Boleh."

Laila berangsut turun dari tempat tidur dan menghampiri Abdi yang sedang berdiri di depan lemari pakaiannya.

"Isinya pada kemana? Kok baju lo tinggal dikit gini?" tanya Laila selagi memilih baju dan celana yang akan ia kenakan.

"Di kamar sebelah, belum gue setrika dari dua minggu yang lalu. Sisanya, ada di tempat cucian."

Laila memicingkan matanya dengan sinis kepada Abdi, bibirnya juga mencebik karena kesal dengan kebiasaan buruk Abdi ini.

"Kan gue udah bilang, biasain cuci baju dua hari sekali setiap pulang kerja. Atau paling enggak seminggu sekali. Nanti nih, weekend kaya gini lo setrikain bajunya!"

"Males, capek! Pulang kerja mana ada kepikiran nyuci baju. Yang ada bawaannya pengen rebahan."

Plak

Laila memukul lengan Abdi.

"Lo tuh ya, ke loundry nggak mau. Kerjain sendiri males, sewa ART sana!"

Abdi tersenyum tengil dan langsung merangkul bahu Laila. "Kan ada lo, kesayangan gue."

Plak

Laila, Nikah yu! (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang