Laila tidak bisa membohongi perasaannya, dia sangat marah dan kecewa. Bisa-bisanya Abdi berjanji padanya akan berubah, tapi nyatanya, janjinya hanya omongan belaka. Laila hampir saja mempercayainya.
Laila harusnya tidak berharap lagi, dan menahan diri seperti yang selama ini dia lakukan. Tidak pernah ada harapan dalam hubungan mereka kecuali sebatas sahabat. Laila selalu meyakinkan dirinya, hingga pada akhirnya perasaan itu memudar. Namun, lagi-lagi Abdi selalu datang dengan segala perhatiannya dan membuat pertahanannya goyah.
Apa yang dikatakan Umi benar, Abdi tidak salah jika dia bersikap baik kepada siapapun. Bahkan dia bisa masuk dalam kategori manusia paling baik dan setia kawan. Namun disini, dirinya yang salah. Laila telah salah jika mengharapkan sesuatu yang lebih darinya. Sesuatu yang tidak akan pernah dia dapatkan.
"Kak, gimana keadaan Abdi?"
Laila belum sempat duduk di sofa, tapi Umi sudah bertanya padanya.
"Kepalanya bocor, tapi dia bilangnya baik-baik aja."
Laila merebahkan tububnya di sofa, dia lelah. Emosinya menguras energi dalam tubuhnya.
"Mana ada kepala bocor tapi baik-baik aja?" Umi kemudian duduk di sebelahnya. "Terus kenapa kamu pulang? Yang jagain dia di Rumah Sakit siapa?"
"Ada Gia yang jagain. Kakak pulang, orang dia baik-baik aja. Bisa duduk, nggak sampai koma."
Umi langsung memukul lengan Laila karena mulutnya yang asal jeplak.
"Tetep aja, kamu nggak bisa tinggalin Abdi sama Gia. Gia itu orang baru, dia mana bisa ngurusin Abdi!"
"Ya biarin aja, orang Gia kok yang bikin Abdi celaka. Jadi dia yang musti tanggung jawab."
Laila lantas berdiri lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak menghiraukan kepanikan Umi kepada anak kesayangannya itu.
Laila merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Mengingat bagaimana Abdi yang memintanya untuk tetap tinggal membuatnya sedikit merasa bersalah. Tapi, dia tidak boleh goyah lagi.
Helaan napas berat Laila keluarkan seraya merogoh ponselnya untuk memberi kabar kepada sahabatnya tentang apa yang telah terjadi kepada Abdi. Pesan pun terkirim, dan Laila menunggu sambil menghitung dalam hati, seberapa cepat respon sahabatnya yang lain.
Dalam hitungan ke delapan Laila menerima panggilan dari Odite.
"Halo.."
"Keadaannya gimana sekarang? Lukanya parah nggak?"
Kepanikan bisa Laila rasakan dari sebrang sana.
"Dia bilang baik, tapi kepalanya bocor terus tangannya lecet. Gue nggak tau sebenernya kecelakaannya separah apa, gue nggak tanya."
"Jam berapa kejadiannya?"
"Tadi, sekitar jam 2an kayanya. Gue dapet kabar jam 3."
Ada helaan napas panjang dari Odite.
"Orangnya ada di sebelah lo kan? Kasih HP lo, gue mau ngomong sama dia."
"Gue di rumah."
"Loh, kenapa lo di rumah? Terus si Abdi di Rumah Sakit sama siapa?" Odite terdengar khawatir.
"Dia udah di urus sama gebetannya, ngapain gue disana?"
Terdengar bunyi dari ponselnya, dan ada panggilan masuk kepadanya. Panggilan lain itu berasal dari Dewi. Laila menyambungkannya dan alhasil mereka berbicara bertiga.
"Le, keadaannnya gimana? Kok bisa kecelakaan?" Dewi sama paniknya.
"Kepalanya bocor, tapi dia baik-baik aja. Kejadiaannya jam 2 pagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Laila, Nikah yu! (Revisi)
RomanceMarwan Abdi Pradipa, atau yang akrab dipanggil Abdi dan kadang-kadang Mawar, adalah sosok playboy bersertifikasi yang sedang mencoba untuk bertobat. Alasan dia bertobat adalah satu, dia jatuh cinta kepada Laila dan ingin menikahinya. Namun perjuanga...