Bab 26

1.1K 230 70
                                        

Gia berjalan masuk ke ruang IGD bersama Dika yang membantunya membawakan tas milik Abdi. Saat Gia membuka gorden pembatas, dia mendapati Abdi tengah tertidur pulas. Dika yang berdiri di sebelah Gia merasa tak menyangka melihat Abdi seperti ini. Karena baru saja semalam, ia di bentak-bentak oleh Abdi perkara Laila.

"Kasian banget dia, mengkhawatirkan." ujar Dika.

Gia setuju, melihat Abdi yang tertidur dengan keadaan baju yang masih bernoda darah, rasanya begitu mengkhawatirkan.

"Dik, aku tinggal dulu ya. Mau ngurusin pindah kamar."

Dika mengangguk, kemudian ia duduk di kursi masih memperhatikan Abdi.

"Kemarin gue iri Bang sama lo. Lo pinter, karir lo bagus, cewek-cewek juga pada suka sama lo. Gue sampai kepikiran lo pakai jampe apaan, bisa sampai kek gitu. Tapi kalau tau perjuangannya harus sampai celaka kaya gini, gue mending gini aja Bang. Rebahan doang emang paling aman."

Dika menoleh ke sekitar dan merasa tak terbiasa berada di sekeliling orang-orang sakit dan terluka.

"Bang, cepet sembuh ya. Skripsi gue belum beres."

Setelah beberapa saat menunggu, Gia kembali ke ranjang Abdi bersama seorang perawat.

"Apa orangnya harus saya bangunin dulu?" tanya Gia kepada perawat.

"Iya."

Gia mencoba membangunkan Abdi, dan Abdi perlahan membuka matanya sambil meringis. Dia menatap Gia, lalu menoleh ke arah Dika.

"Di, bangun dulu. Kita pindah ke kamar lain."

Dika mencoba membantu Abdi untuk duduk, kemudian seorang perawat lagi datang menghampiri dengan membawa kursi roda.

"Kepalanya masih pusing nggak Pak?" tanya perawat.

"Lumayan."

"Mau saya bawa pakai ranjang saja?"

"Nggak apa-apa, pakai kursi roda aja."

Perawat dibantu Dika, membantu Abdi turun dari ranjang dan berpindah ke kursi rodanya. Sedangkan satu perawat lagi, ia membantu mengatur selang infus yang terpasang di tangan Abdi. Dan Gia, ia mengemasi barang-barang Abdi yang lain.

Setelah duduk di kursi rodanya, perawat membawa Abdi menuju kamar VIP. Diikuti Dika dan juga Gia.

"Dik, makasih udah kesini." ujar Abdi di tengah perjalanan menuju kamar.

"Iya Bang, gue kaget tau lo kecelakaan."

"Namanya juga musibah Dik, siapa yang tau."

"Bener Bang, tapi lain kali lo musti hati-hati kalau bawa mobil. Sayang kan, soalnya mobil Abang itu mobil mahal."

Abdi terkekeh. Terdengar lucu, namun apa yang dikatakan Dika memang benar. Butuh beberapa bulan untuk Abdi menghemat pengeluaran bulanannya agar bisa membeli mobil BMW 5 series miliknya secara cash.

"Mungkin gue kurang sedekah Dik, makanya gue kecelakaan. Bisa jadi kan?"

"Bisa sih Bang, atau mungkin ada doa dari orang yang udah lo dzolimi, jadi lo kena balasannya kaya sekarang."

Abdi terkekeh lagi, karena lagi-lagi perkataan Dika memang masuk akal.

Abdi tiba di kamar barunya, dan dia cukup terkejut karena Gia memindahkannya ke kamar VIP.

"Kenapa kamu pindahin aku ke kamar ini?" tanya Abdi sedikit heran.

"Emang kenapa?!" Gia mendadak panik.

Bukan apa, Gia sudah berjanji akan bertanggung jawab. Tapi, saat tadi Laila memintanya memindahkan Abdi ke kamar VIP, dalam batin Gia, dia cukup khawatir dengan biaya yang akan dia keluarkan untuk perawatan Abdi. Tabungannya tidak banyak, belum lagi dia harus memperbaiki kerusakan mobil Abdi. Pikiran Gia sekarang sebenarnya cukup runyam. Namun Gia memiliki sedikit harapan, kalau Abdi tidak akan membebankan semuanya kepada dirinya.

Laila, Nikah yu! (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang