Abdi menancapkan pedal gas dengan niat menjalankan mobilnya sedikit mengebut, mengingat dia akan terlambat ke kantor jika berangkat dari rumah jam 7 pagi. Abdi tidak mau menyalahkan mulas yang membuatnya harus 2 kali masuk kamar mandi, dia malah lebih menyalahkan dirinya sendiri yang telah menggoda Laila dan berakhir mendapatkan sumpah serapah darinya.
Belum setengah jalan ia memacu kendaraannya itu, perutnya sudah kembali mulas dan sumpah serapah terucap dari mulutnya. Abdi sempat berpikir kalau rasa mulasnya itu bukan dari sumpah serapah Laila, melainkan dari makan siang yang Laila berikan padanya.
Kasih sayang yang ia terima dari Laila melalui makan siang itu ternyata telah meracuninya. Miris!
"Awas aja gue racunin balik si Laila." cibirnya.
Ketika di tengah rasa mulas melanda yang sedang ia tahan, Abdi membuka jendela mobilnya untuk menghirup udara segar. Lantas matanya melebar saat mendapati seorang perempuan tengah berjongkok di pinggir jalan, dengan rok ketatnya.
Abdi lalu menepi..
"Gia!" panggilnya.
Gia menoleh dengan mengangkat tangannya untuk menutupi silau dari sinar matahari.
"Kenapa?" teriak Abdi.
Gia mencebik dan tidak menimpalinya.
Merasa diabaikan, Abdi berniat kembali melajukan mobilnya. Tapi, saat Abdi melirik lagi ke arah Gia, rasa penasarannya semakin tinggi. Akhirnya, Abdi mematikan mesin mobilnya lalu turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gia.
Abdi baru mengetahui apa yang sedang dilakukan Gia di pinggir jalan, saat ia dengan tidak sopannya menggeser sebuah kotak besar yang menghalanginya.
"Mau aku bantu?" tawar Abdi.
Gia mendesah lalu ia berdiri dengan kesal. "Kamu itu kenapa sih?"
"Aku cuma mau bantu."
"Bantu apa? Benerin heels aku yang patah? Emang bisa?!"
Abdi menatap ke arah heels patah milik Gia sambil mengerutkan dahinya. Lalu ia kembali menatap Gia yang berdiri dengan melipat tangannya di dada membalas tatapannya dengan sinis.
"Nggak bisa kan? Ya udah sana pergi!" sentaknya sambil mengibaskan tangan.
Abdi tidak pernah diperlakukan kasar seperti ini oleh perempuan, terkecuali oleh para sahabatnya. Dan kali ini Abdi tidak terima, dia tidak akan membiarkan Gia terus bersikap dingin dan kasar kepadanya. Harga dirinya sebagai Marwan Abdi Paradipa, terluka.
"Tunggu di sini." ujar Abdi.
Kemudian ia kembali ke mobilnya lalu membuka bagasi. Dari sana ia mengambil sepasang sepatu flat milik kekasihnya yang sengaja disimpan di sana sebagai persediaan jika kekasihnya itu tiba-tiba ingin berganti sepatu di tengah-tengah kencan mereka.
"Sebenernya kamu bisa aja telfon adik kamu dan minta dia bawain sepatu ganti. Tapi kayanya kamu nggak bisa berpikir jernih di bawah tekanan, dan lebih ngedepanin emosi." ujar Abdi seraya berjalan menghampirinya, lalu menyerahkan sepatu itu kepada Gia, tapi Gia tetap mendiamkannya.
"Oke, terserah. Aku udah berusaha bersikap baik. Tapi kalau kamu tetep nggak mau ditolong, ya udah." Abdi berbalik, dan kembali berjalan ke arah mobilnya. Namun saat Abdi membuka pintu mobil, Gia memanggilnya.
"Abdi!"
Abdi menyeringai licik, lalu ia menoleh malas ke arahnya.
Dengan mengangkat kotak besar di tangannya, Gia berjalan pincang menghampirinya. "Aku pinjem sepatunya." ujarnya pelan. Kini wajahnya terlihat lebih memelas, tidak ditekuk dan dingin seperti tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Laila, Nikah yu! (Revisi)
RomanceMarwan Abdi Pradipa, atau yang akrab dipanggil Abdi dan kadang-kadang Mawar, adalah sosok playboy bersertifikasi yang sedang mencoba untuk bertobat. Alasan dia bertobat adalah satu, dia jatuh cinta kepada Laila dan ingin menikahinya. Namun perjuanga...