Distance | 0.1

299K 9K 121
                                    

⚠️Warning : Adult Content⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️Warning : Adult Content⚠️

Happy reading!

[ Untuk pembaca baru, silahkan tetap menekan tombol vote untuk menghargai karya saya ]

Seorang gadis berjalan lambat sambil memijat pelipisnya pelan, berkali-kali umpatan kasar keluar dari bibir tipisnya. Jika saja kemarin ia tidak terpengaruh dengan ajakan Lily untuk ke club, mungkin pagi ini ia tidak akan bangun dengan kepala berputar seperti saat ini.

Ia bahkan tidak sempat menyiapkan sarapan untuk pujaan hatinya. Berhasil sampai di sekolah satu jam sebelum bel berbunyi saja sudah syukur. Jika kalian berpikir bahwa pujaan hati Olivia itu adalah kekasihnya, maka kalian salah besar.

Ya, salah. Olivia Kennedy tidak memiliki kekasih. Pujaan hatinya bahkan mungkin tidak tau bahwa Olivia selalu menyiapkan sarapan untuk pria itu. Jangan berpikir bahwa Olivia adalah seorang nerd yang berpakaian super aneh dan beruntung bersekolah di sekolah elite. Hell no. Itu hanya ada dalam cerita novel yang sering di bacanya. Berhenti bermimpi.

Daddynya harus menghabiskan puluhan juta setiap bulannya demi pendidikan Olivia di masa senior high schoolnya. Lalu menurut kalian sekolahnya mau memberikan pedidikan gratis pada orang pintar? Aidennya juga pintar.

Nama Olivia Skyler Kennedy tidak asing lagi bagi sebagian besar teman-teman di sekolahnya, atau bisa di katakan sebenarnya ia cukup terkenal. Hanya saja, Olivia memang tidak cukup peduli dan tidak mau tau tentang omongan orang lain terhadapnya. Jika ia tidak di usik, maka ia akan tetap diam.

Sangat berbeda dengan Aidennya, pria itu memiliki kebiasaan mengusik orang lain yang cenderung pendiam dan pasrah ketika di ganggu.

Olivia tersenyum tipis usai membayar sarapan yang ia beli di kantin pagi ini, bukan untuknya. Tapi untuk laki-laki pujaannya, Aiden Deverson namanya. Jika kalian sudah menerka bahwa Aiden adalah seorang most wanted di sekolahnya, maka tebakan kalian tidak meleset sedikit pun.

Aiden Deverson memang most wanted di sekolahnya, pria itu nyaris sempurna di mata Olivia. Semua sikap buruknya tidak membuat seorang Aiden nampak minus di mata Olivia. Aiden yang emosinal, Aiden yang suka mempermainkan wanita, dan Aiden yang suka mengolok-ngolok orang lain itu seolah memiliki nilai plus sendiri di matanya.

Katakan saja Olivia bodoh, ia tidak peduli. Teman-temannya sudah menjulukinya bodoh sejak tau Olivia menggilai seorang Aiden. Olivia memang bodoh jika sudah menyangkut Aiden, seperti saat ini misalnya.

Olivia tengah berjalan pelan menuju loker milik Aiden yang sudah ia hafal di luar kepala, membuka loker pria itu hati-hati kemudian membuang puluhan surat dan coklat yang ada di dalam loker Aiden kemudian meletakkan sebotol yogurt tanpa rasa dan sebuah roti pemberiannya dengan cepat.

Jam tangan miliknya sudah menunjukkan pukul 6 lewat 22 menit, satu jam lagi ia pasti akan mendengar suara knalpot Aiden dan teman-temannya yang memekak telinga di parkiran sekolah.

"Sshhh.. fasterhhhhh.."

Langkah Olivia terhenti ketika mendengar suara desahan tertahan yang berasal dari bilik toilet kelas XII yang tengah ia lewati saat ini. Olivia bukan wanita polos, ia tentu tau apa yang di lakukan kakak kelasnya itu di dalam bilik toilet.

Bahkan dirinya meremang mendengar desahan tadi. Buru-buru Olivia melangkah menuju kelasnya yang terletak di lantai 2 gedung kelas XI, kelasnya masih sepi. Tentu saja, Olivia hanya melihat Albert si kutu buku yang sudah bertengger manis di bangkunya sambil membaca sebuah buku tebal.

"Selamat pagi, Albert." sapa Olivia ketika melewati bangku Albert, Olivia tidak menunggu balasan dari Albert dan langsung memilih berjalan ke bangkunya, memasang airpods dengan volume kencang kemudian tidur.

Tanpa ia sadari, seseorang menatapnya ketika tidur selama beberapa detik kemudian berlalu begitu saja.

- - -

"Olivia, are you kidding me?" pekik Natalie yang terkejut melihat sahabatnya lagi-lagi sudah berada di sekolah, ia kira setelah liburan semester Olivia-nya akan sadar. Tapi ternyata..

"Apa?" tanya Olivia menguap kecil dengan wajah mengantuk,

"Kau sakit?"

"Tidak." ucap Olivia risih dengan Natalie yang tiba-tiba mengecek suhu tubuhnya, "Kau terlihat pucat."

"Hanya pusing." bantah wanita itu malas, "Karna mabuk semalam?" tanya Natalie mulai mengeluarkan ponselnya untuk berkaca. Olivia bergumam pelan menjawab pertanyaan aneh sahabatnya barusan. Jika ia tidak mabuk, tidak mungkin 'kan ia pusing pagi ini?

Bruummm.. bruummm..

Olivia menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara bising tadi kemudian melirik arloji miliknya. Sesuai dugaannya, Aiden dan teman-temannya baru tiba di sekolah.

Natalie mendengus melihat tingkah Olivia yang menurutnya berlebihan. Memang sih si Aiden itu tampan, tapi tetap saja memiliki nilai minus di matanya karena sikap buruk pria itu. Tapi jika Natalie di dekati oleh Aiden, ia tidak akan menolak.

"Dasar gila."

Olivia menoleh menatap penyebab sakit kepalanya saat ini, Lily, kemudian melotot tak terima. Kemudian kembali melirik ke arah parkiran dengan samar, takut jika teman-teman sekelasnya mengetahui hal itu.

Anak buah Aiden itu banyak, termasuk beberapa teman-teman di kelasnya juga merupakan anak buah Aiden. Pria itu cukup humble sebenarnya dengan orang lain yang memang ia anggap teman, oleh karena itu ia memiliki teman dalam cangkupan yang luas. Di tambah lagi ia adalah kapten basket di sekolahnya.

"Lucky Strike?"

"Aku setuju!"

- - -

Hello!
this is my second story, hope you like it ❤️

Distance [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang