Ch. 1.2 - Theo?

1.1K 125 0
                                    

Happy Reading, Readers!!!

🍃🍃🍃

"Bu apa boleh saya izin ke toilet?" aku mengangkat tangan kanan dan menginterupsi pembelajaran di kelas. Mataku rasanya kering, aku harus melepas lens ini sesaat.

"Silahkan" jawab Bu guru mengizinkan.

"Apa kau baik-baik saja, Kim?" tanya Yuri khawatir. Aku hanya mengangguk dan langsung keluar kelas menuju toilet perempuan.

Aku menutup pintu toilet rapat agar tidak ada yang mengintip saat ku melepas lens. Tidak ada seorang pun di toilet perempuan saat aku masuk. Ini bagus bagi ku karena aku bisa melepas lens sesaat dan memakai obat mata ku.

Aku melepas lens dan meletakkan nya didalam kotak lens yang ku bawa. Rasanya sangat nyaman saat melihat sepasang mata merah di cermin, bukan sepasang mata hitam. Aku langsung memakai obat mata dan membiarkannya beberapa saat sebelum ku kembali ke kelas.

"Sepertinya aku sudah terlalu lama disini"

Aku kembali memakai lens dan menyimpan kotak lens dan obat mata di saku rok ku. Aku membuka lebar pintu yang setengah terbuka dan langsung bergegas kembali ke kelas.

🍃🍃🍃

Pukul empat sore, waktunya pulang. Hari ini aku tak punya kelas tambahan dan aku juga baru mendapat chat dari mamah untuk belanja bahan makan malam.

"Oh ya, Kim. Makasih ya buat nginep kemarin" ucap Yuri yang masih menyusun buku kedalam tas. Aku hanya mengangguk menunggu nya selesai agar kami bisa keluar kelas bersama.

"Oh ya Kim. Setelah lulus SMP, kau mau melanjutkan kemana?" tanya nya mencari topik. Kini Yuri sudah selesai dan kami melanjutkan obrolan sambil berjalan berdampingan.

Aku cuma bisa menggeleng dan menjawab "Aku ikut pilihan mamahku saja"

"Kau yakin?" tanya Yuri memastikan. Aku cuma mengangguk.

Yuri mengajakku untuk masuk ke sekolah yang sama dengannya, tapi itu adalah SMK. Aku berpikir dua kali untuk memilih SMK daripada SMA. Jadi aku jelas menolak.

Aku jadi teringat tentang akademi yang dikatakan Pak Gio. Aku langsung bertanya pada Yuri karena mungkin Yuri tahu sesuatu.

"Sekolah macam apa itu? Namanya agak... Familiar, tapi aku tak ingat" katanya. Aku pun merasa nama itu familiar tapi berbeda dengan Yuri, aku langsung tahu mengapa nama sekolahnya familiar karena aku langsung mengingat nama itu saat mendengar nama akademi nya.

Kami lanjut mengobrol tentang hasil ulangan bahasa hari ini. Kami sedikit berbangga diri sekaligus lega karena kami mendapat nilai yang memuaskan dan tidak perlu melakukan remidi.

"Ulangan bahasa memang lulus, tapi jangan lupa tugas Fisika itu" ucapku mengingatkan.

Kami berjalan sampai tak terasa sudah didepan pagar sekolah. Aku pamit pada Yuri dan langsung naik pergi ke halte bis yang ada disekitar sekolah dan menunggu bis selanjutnya.

🍃🍃🍃

Selama didalam bis, aku membuka ponsel ku dan mencari informasi tentang akademi itu di Internet. Tapi anehnya, tak satupun hasil pencarian muncul soal akademi itu.

Aku turun dari bis di halte terdekat rumahku. Tapi aku harus berjalan kaki lagi untuk sampai di rumah. Disamping halte ada mini market dan itulah tempat biasa aku dan mamah belanja.

Aku langsung masuk ke mini market dan disambut hangat oleh dua penjaga kasir dekat pintu masuk. Bukan hanya aku pelanggan nya, tapi ada tiga-empat orang lain didalamnya. Dan aku mengenal salah satunya. Dia memakai seragam sekolah yang sama dengan ku. Wajahnya sudah terlihat familiar bagiku. Dan saat Aku melihat potongan rambutnya, aku tahu dia adalah salah satu teman sekelas ku yang juga rumahnya tak jauh dariku.

Aku mendekati rak minuman dingin tempat dia berdiri. Aku mencoba menyapa nya seramah mungkin. "Hai, Theo"

"Hm" jawabnya. Aku sudah terbiasa dengan sikap dingin nya. Dia kelihatan sedang memilih minuman apa yang ingin dibeli nya. Dia terus berdiri didepan kulkas minuman. Padahal aku mau mengambil minuman yang ada didalam. "Maaf Theo, aku ingin mengambil minuman itu" ucapku menunjuk minuman didalam kulkas. Dia hanya mundur beberapa langkah dan aku langsung mengambil minumannya. "Terima kasih" jawabku lalu berlalu meninggalkan nya.

Aku sudah membeli bahan yang diminta mamah untuk belanja. Sayangnya, saus kesukaan mamah sudah habis jadi aku membeli dengan merek yang lain yang tak kalah enak.

Kasir kebetulan kosong dan aku langsung membayar barang belanja ku. Selama aku di kasir, seorang bertudung jaket hitam memotong antrian ku dengan meletakkan roti isi miliknya.

"Maaf Pak anda harus mengantri dulu" ucap ramah si penjaga kasir. Dia berdecih sebelum membawa kembali makanannya dan mengantri tepat dibelakang ku.

"Dasar orang aneh" gumam ku kesal.

Setelah selesai membayar, aku langsung keluar mini market dan berjalan kembali ke rumah susah payah. Dua kantung belanja yang ku bawa cukup berat dan membuatku harus berjalan hati-hati.

"Ku bantu"

Seseorang mengambil kantung belanja dari tangan kanan ku dan membawakan nya sambil berjalan disampingku. Ketika aku melihat wajahnya, aku terkejut bahkan tak menyangka dia akan menegur ku. Lebih dari sekedar menyapa, dia juga membantu ku membawa kantung belanja. Entah kenapa aku merasa sangat senang sampai ingin  mengulang perkataan ku dua kali di paragraf ini.

"Ah, Theo. Dimana kau akan melanjutkan SMA mu?" tanya ku penasaran. Jika aku tahu dimana dia selanjutnya bersekolah, aku ingin bilang mamah untuk pergi ke sekolah yang sama. Aku ingin bersamanya lagi.

"Bukan urusan mu" jawabnya dingin. Lagi dan seperti biasa.

"Oh, maaf"

Dan lagi aku mengatakan maaf padanya. Entah kenapa aku selalu mengatakan maaf padanya.

Sejak awal SMP, aku selalu sekelas dengan Theo. Bahkan, keluarganya adalah tetangga yang menyambut pindahnya aku dan mamah jadi bisa dibilang kami cukup dekat. Meski dia dingin, tapi Theo itu baik.

Kami memang dekat, tapi sikap dinginnya membuat kami terasa jauh. *hiks jadi pengen nangis*

Aku tidak tahu harus mengatakan apa lagi untuk mencairkan suasana diantara kami. Kami terus berjalan sampai kami tiba didepan rumah Theo.

"Kenapa berhenti?" tanya nya yang terus berjalan.

"Lha? Bukannya ini rumahmu? Kau kelewatan, lho" jawabku heran.

"Menolong orang jangan setengah-setengah"

Apa? Barusan dia bicara sampai lima kata?! Wow, ini rekor baru! Aku tak pernah berbicara dengan Theo sampai lima kata. Biasanya sih empat kata sudah banyak.

Aku berlari menyusul Theo yang terus berjalan sampai bisa menyamakan langkah dengannya. Kami melewati sekitar tiga-empat rumah sampai tiba didepan rumah ku.

Dia menyerahkan kembali kantung belanja yang ia bawakan tadi padaku. "Sudah sampai"

"Hehee... Makasih sudah bantuin aku, Theo. Maaf juga karena sudah merepotkan mu" ucapku seramah mungkin dengan senyum terlebar yang ku miliki. Aku tak tahu apa yang terjadi dengannya tapi aku sangat bersyukur dan senang ia telah membantu ku. Aku harus menceritakan ini pada Yuri nanti.

"Jangan keluar saat malam" katanya tiba-tiba.

"Hah? Kenapa?" tanya ku heran. Kenapa tiba-tiba dia menyuruh ku begitu? Apa ini modus Theo setelah menolong ku?

"Jangan keluar" dia mengulang lagi perkataannya dengan nada bicara yang menjengkelkan. Tapi aku merasa itu seperti peringatan.

Dia membalikkan badan dan berjalan kembali pulang ke rumahnya. Aku hanya menatap punggung dan tas yang Theo rangkul dengan satu tanda tanya besar.

Kenapa dia menyuruhku untuk jangan keluar saat malam?
🍃🍃🍃

Tunggu terus kelanjutannya, ya!! Karena ini cerita baru author, author bakal update sekali sehari untuk 6 PART PERTAMA (Beda sama Chapter) ^^

Salam hangat, Anemone

Kimberly AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang