06. Rencana Pernikahan

139 15 1
                                    

"Kamu yakin nak mau nikah sekarang?" Tanya sang bunda kepada putri sulungnya itu.

Zahra yang tengah menatap pantulan dirinya dicermin mengangguk mantap. Apakah dia harus menjawab tidak siap? Bukankah acara lamaran dan penentuan hari H menikah sudah ditentukan beberapa bulan yang lalu. Namun, fatimah masih mengkhawatirkan putrinya yang masih kekanak kanakan itu.

"Jadi istri itu gak mudah loh sayang" bunda mengelus pundak zahra.

"Tapi bun, Doni bilang kalau urusan rumah tangga mau pake jasa Bi Sri. Nanti Bi Sri juga ngajarin Zahra Masak dan lain lainnya. Jadikan menikah sekaligus belajar." Terang putrinya polos.

Bi Sri adalah pembantu di rumah Doni. Usianya sudah tak muda lagi, namun kecekatannya tak bisa diragukan. Orangnya juga sabar dan pengayom. Keluarga Doni sudah menganggap Bi Sri sebagai bagian dari keluarga mereka. Bi Sri sudah bekerja di keluarga Doni selama belasan tahun.

"Ya sudah, kalau kamu memang yakin dengan keputusan ini.  Pokoknya bunda ingin Zahra belajar lebih dewasa lagi. Kalau nanti ada masalah rumah tangga nggak boleh dikit dikit nangis, dikit dikit ngambek, apalagi minta cerai." Fatimah melanjutkan wejangannya.

Mendengar kata cerai, Zahra yang sedari tadi sibuk berputar putar di depan cermin langsung menoleh dengan cepat ke arah ibunya. Keduanya alisnya bertaut karena merasa ibunya telah benar benar meragukannya.

"Ya nggak mungkin lah bun, kan zahra sayang sama Doni. Lagi pula Bunda ni dari tadi ngeraguin Zahra mulu." Zahra mengerucutkan bibirnya.

Fatimah hanya tersenyum kecil melihat tingkah putri kesayangannya.

"Nggak gitu Zahra. Kan kamu tau sendiri, di KUA itu angka perceraian terus meningkat tiap tahunnya. Bunda gak mau kamu bagian dari mereka, perceraian itu memang boleh, tapi dibenci Allah"

"Bunda..." pekik zahra

"Bukannya bunda ya, yang selalu nasehatin Zahra supaya nggak pacaran. Jangan pacaran nak, itu gerbang syaiton. Jangan pacaran nak, itu mendekati zina. Nah ini sekarang Zahra mau menikah, Bunda malah nakut nakutin." Zahra melempar gaunnya ke lantai. Dan menghempaskan tubuhnya diatas kasur yang berseprei Hello Kitty.

Fatimah menggelengkan kepala dan mendekati putrinya yang terlihat kesal kepadanya.

"Zahra, Kamu gak pingin minta maaf gitu sama bunda? Kan bunda sering nasehatin zahra supaya nggak pacaran. Tapi kamu malah tetap pacaran sama Doni." Fatimah mengelus rambut Zahra yang tengah asik memainkan ponselnya dengan posisi berbaring.

"Iya bun. Zahra minta maaf, karena itu untuk menebus kesalahan Zahra, Zahra menikah sama Doni. Zahra juga gak mau terjebak dalam lubang kemaksiatan terlalu lama kayak kata bunda." Sungut Zahra

"Ya meskipun selama pacaran, zahra gak pernah ngapain ngapin sama Doni" lanjut Zahra

"Sungguh? Dipegang, dicium gak pernah?" Cecar Fafimah

Zahra menelan salivanya. Pasalnya Doni kerap kali mencuri cium padanya. Tapi, malu sekali jika ia harus mengatakan hal itu kepada bundanya. Memang sangat sulit untuk 'tidak ngapa-ngapain' masa pacaran. Paling minimal pegangan tangan, saling pandang atau membayangkan bercumbu dengan pasangan meski hanya dalam khayalan.

"Bunda ah keppo!! Ini sebernarnya bunda ngerestui Zahra gak sih?" Zahra bersungut kesal. Dia mengalihkan pembicaraan.

"Bunda merestui kok sayang. Jadi istri yang sholehah ya nak" Fatimah mengehela nafas panjang. Putri nya ini memang keras kepala. Lagi pula Fatimah juga nggak terlalu kenal Doni. Selama ini, Zahra hanya mengenalkan Doni sebatas teman sekolah.

Jatuh Dan Cinta [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang