19. Belajar Masak

145 11 0
                                    

Ibadah sebagai seorang istri, dia memenuhi kewajibannya sebagai istri, melayani suami adalah ibadah, menyiapkan makan suami adalah pohon pahala, mencuci pakaian suami adalah celengan amal yang terus bertambah tiap hari, lakukan semua itu dengan sabar dan mengharap pahala dari-Nya.
(Ustadz Sanusin Muhammad Yusuf, Lc., MA.)

"Ilhammm... ini gimana ini minyaknya kemana-mana aku takuuuttt!" Zahra menjerit ketika ikan yang dimasukkan dalam pengorengan yang panas ternyata bisa menimbulkan sensasi meledak ledak.

"Sebentar, habis ini aku selesai!" Seru Ilham dari dalam kamar mandi.

Duh, istriku manja banget!

"Udah Zahra bete! Mau nonton Kpop aja!" Zahra malah ngeloyor pergi meninggalkan ikan diatas penggorengan yang makin lama makin menghitam karena gosong.

Krieet!

Ilham keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih mengggantung. Matanya terbelalak saat melihat asap mengepul diatas penggorengan. Cepat-cepat dihampirinya pemandangan itu. Terlihat ikan diatas penggorengan sudah berwarna kehitaman alias gosong.

"astaghfirullah Zahraaa! Kebangetan anak ini!" Ilham segera mematikan kompor dan membuang ikan yang telah mirip arang.

Kemudian tangannya cekatan mengiris tempe goreng dan menenggelamkannya pada air garam. Setelah itu dia mulai menggoreng tempe sampai irisan terakhir.

Ilham menata makanan diatas meja makan dengan wajah yang kaku. Geram rasanya melihat Zahra yang sama sekali tak punya tanggung jawab. Dia malah asyik menonton drama korea dan memekik kegirangan saat Oppa kesayangannya muncul.

"Sarangheyo oppa! Awww!" pekik Zahra sambil menghentak hentakan kaki jenjangnya dengan gemas.

Hidung Ilham kembang kempis menahan amarah. Pasalnya ikan yang digoreng Zahra tidak hanya satu, tapi dua. Dua ikan gurami gosong begitu saja. Tanpa rasa bersalah dan minta maaf, Zahra malah asyik memindai wajah tampan lelaki lain dihadapan suaminya.
Mungkin memang karena Zahra terpaksa menikah denganku. Tapi setidaknya dia harusnya berterima kasih karena aku menyanggupi permintaannya untuk menikah dengan ku.

Ilham melahap makanannya tanpa mengajak Zahra makan. Raga dan jiwanya sudah lelah untuk mendidik Zahra menjadi istri yang baik. Satu nama pun tak sengaja muncul dibenak Ilham. Nama yang dulu terukir indah menjadi cinta pertamanya.

Kalau saja dia menikah dengan cinta pertamanya itu. Betapa bahagianya dia. Sosok dewasa, cekatan dan keibuan tentu saja sangat menyenangkan jika dijadikan seorang istri. Tak seperti Zahra yang kekanak-kanakan dan selalu meremehkannya. Lihat saja tubuh ilham bertambah kurus sejak berumah tangga dengan Zahra.

"Astaghfirullah." Ilham menggelengkan kepalanya. Bayangan wanita lian tidak seharusnya ada dibenaknya. Dia harus menerima segala konsekuensinya menikah dengan Zahra. Bagaimana pun pernikahan mereka sah dimata hukum dan dimata agama. Akan sangat berdosa jika Ilham malah membayangkan wanita lian selain istrinya.

"Ham, aku nggak kamu tawarin makan? Laper nih!" seloroh Zahra tiba-tiba.

Pandangannya menyapu sajian diatas meja makan dengan tatapan keheranan.

"Kok cuma tempe sama kecap sih? Yaaah kampungan banget sih! Aargh!" gerutu Zahra yang tak ditanggapi oleh Ilham.

"Zahra nggak mau makan!" Zahra segera berlari masuk kedalam kamar dan terdengar suara pintu dikunci. Tak masalah bagi Ilham, karena memang sejak menempati rumah ini, mereka tidak sekamar. Ilham menunggu keikhlasan Zahra menerimanya menjadi suaminya.

Ilham tak bergeming saat Zahra merajuk. Pasalnya uang Ilham sudah mulai menipis. Biasanya kalau Zahra merajuk, Ilham akan membelikan makanan apa yang Zahra mau. Delivery ayam geprek, atau pizza menjadi pesanan favorit bagi Zahra.

"pokoknya mulai sekarang aku mau belajar tegas sama Zahra!" Ilham mengepalkan tangannya dengan setengah menggebrak meja makan.

Dua jam berlalu..

"Duh, Ilham bener bener nggak peduli sama aku! Padahal aku laper banget! Hiks" tangis Zahra tersedu sedu.

Biasanya Ilham akan merayunya, mengetuk ngetuk pintu kamar agar Zahra segera membuka pintu. Tapi hari ini Ilham malah tak mengacuhkannya.

Krieet!

Zahra pun membuka pintu kamar karena sudah merasa sangat lapar. Tak didapatinya Ilham di luar. Zahra menjelajahi setiap sudut ruangan, tapi tak ditemukannya Ilham dimanapun. Sampai akhirnya langkahnya terhenti saat melihay sesuatu yang tersembul diatas tudung saji. Segera diambilnya kertas yang sepertiny adalah sepucuk surat.

To : Zahra

Ra, sorry aku ada janji sama temenku dan baru inget. Itu diatas ada tempe kalau lapar. Ikannya kan sudah kamu gosongin. Uang bulanan kita menipis. Amkan apa adanya atau nggak usah makan. Belajar tanggung jawab ya Ra.

Ilham

Dengan gemas Zahra meremas kertas dalam genggamannya. Air matanya tumpah seketika. Mengapa kehidupannya kini begitu memprihatikan? Tak ada lagi Shopping, traveling, bahkan makan pun seadanya.

"Bundaaa... Zahra kangen" zahra terisak hingga mengeuarkan ingus dari hidungnya.

Diraihnya tissue dan segera disekanya air mata dan ingusnya yang tak henti mengucur. Kemudian tangan itu beralih meraba bagian perutnya yang mengeluarkan bunyi-bunyian, tanda lapar.

Terpaksa akhirnya Zahra menakar nasi dan meletakkan tempe diatas piring makannya. Dimainkannya botol kecap dan mengucurkan pada nasi tempe miliknya. Mulut kecil itu mulai aktif melumat makanan yang sam asekali tak menggugah seleranya.

Lagi, bayangan menjadi Nyonya Doni yang gagal mulai bergelanyut dikepalanya. Berputarlah memori kenangan masa-masa dia pacaran dengan Doni.

"Zahra, selepas kamu lulus sekolah kita nikah yuk?"

"hah? Kan masih kecil Don!"

"tapi aku udah kerja Ra diperusahaan milik papaku. Aku udah mapan. Kamu kan juga rencana mau mengelola bisnis butik bunda kamu. Ayudah ngapain kita tunda, kita berjuang bersama."

"Eng, tapi Zahra belum bisa masak. Nyuci aja nggak pernah. Apalagi nyetrika, Zahra nggak bisa, mau elajr pekerjaan rumah dulu ya Don?"

"Alah, gampang Ra. Nanti Bi Sri ikut dirumah kita. Terus kamu bisa belajar sama Bi Sri. Lagi pula, aku tuh cari istri bukan cari pembantu."

Bayangan itu terus berputar dalam ingatannya. Tak bakal disangka akhirnya jadi runyam seperti ini. Ilham yang kini menjadi suaminya juga orang yang sangat gengsian bagi Zahra. Karena Ilham menolak bantuan dari Heru Ayah Zahra untuk membantu menyukupi kebutuhan rumah tangga mereka.

"kalau dibantu Ayah kan enak. Kehidupanku nggak bakal kaya gini!" Zahra mengetuk ngetuk sendok pada piring yang tadi berisi nasi tempe, kini sudah habis tak tersisa.

"mau kemana mana juga enggak bisa bebas lagi. Mau naik apa coba? Motor juga Cuma satu. Mau nge-grab juga nanti uag saku ku dari Ilham cepet habis, huh!" keluhnya lagi.

Jatuh Dan Cinta [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang