17. Bersih-Bersih

137 10 4
                                    

Zahra tertidur kembali setelah melaksanakan beratnya shalat subuh. Saat itu Ilham baru pulang dari masjid. Dilihatnya keadaan dapur yang berantakan. Piring kotor masih diatas meja makan. Teflon bekas masak tadi masih diatas kompor. Cucian piring menumpuk, sepertinya bekas makan malam semalam.

Ilham segera mencari Zahra. Ia tahu Zahra ada dikamar. Dan feelingnya selalu benar jika Zahra tidur lagi. Ah, jika saja Ilham tidak punya kesabaran, mungkin saat itu juga Zahra akan dipecat jadi seorang istri. Uppss, Ilham beristighfar dalam hati.

Ilham membuka pintu kamar Zahra. Saat dibuka pun tidak menampakkan sebuah pemandangan indah. Melainkan sebuah pemandangan yang menguji kesabaran. Selimut, bantal, guling, semuanya berada dilantai. Deprei kasurnya berantakan dan Zahra tidur berselimut seprei.

Ilham mengambil bantal yang tergeletak di lantai dan melemparnya ke arah Zahra,

Bugh!

Bantal itu mendarat tepat diwajah Zahra. Saat itu juga Zahra terbangun.

"Aduuh, apaan sih?" Zahra bangkit dari tidurnya.

"Malah tidur lagi, bukannya beres-beres rumah!" Bentak Ilham

"Aduuh, masih pagi kali!"

"Belajar coba jadi istri yang baik! Seorang istri itu ya ngurusin rumah tangga, ngurusin suami, dan ngurusin yang lainnya. Bukannya Cuma ngurusin diri sendiri."

Zahra mengernyitkan dahinya. "Istri yang baik? Gimana mau jadi istri yang baik kalau suaminya juga jahat?"

"Ya setidaknya kamu sadar diri dong, kalau kamu itu seorang istri!"

Zahra membalas "Ya kamu juga sadar diri dong, kalau kamu suami!"

"Dih, malah ngebales. Aku kerja buat siapa? Buat istri! Aku ingetin sholat biar apa? Biar kamu taat sama Allah!"

Zahra terdiam dan berusaha mencerna setiap kata-kata Ilham yang masuk ke dalam indra pendengarannya. Zahra menyadari betul kesalahanya selama ini.

Zahra segera bangkit dan bergegas membereskan kasurnya. Saat itu Ilham juga masih terdiam dikamar Zahra. Dia memperhatikan Zahra yang langsung menurutinya.

Tak lama setelah itu, Ilham pun pergi membiarkaan Zahra. Sedangkan Zahra yang saat itu tengah memungut guling di lantai melemparkan guling itu kearah Ilham yang sudah terlanjur pergi hingga guling itu keluar dari zonanya.

"Waduh, gulingnya masuk ke kamar dia." Zahra segera berlari untuk mengambilnya.

Dengan hati-hati, agar tidak ketahuan oleh Ilham, Zahra mengambil guling itu sambil memejamkan mata.

"Mau ngelempar aku pake guling?"

Aduuh, ketauan. Batin Zahra yang perlahan membuka matanya.

"Dih, jangan suudzon dong. Siapa suruh pintunya dibuka?"

"Alesan!"

Fyuh!

Zahra mengistirahatkan diri di atas shofa yang berada di ruang TV. Sesekali dia mengelap peluh keringat yang menetes di dahinya. Cukup melelahkan memang membereskan rumah sendirian. Mencuci segunung cucian. Menyapu seisi rumah. Membereskan kasur. Membereskan barang-barang diseluruh ruangan, dan yang lainnya. Semuanya terasa melelahkan, karena tidak terbiasa mengerjakannya.

Ia memejamkan mata. Mencoba untuk menghirup udara, agar tidak kekurangan oksigen. Matanya masih terpejam, namun ia tidak tertidur.

Tak lama setelah itu, Ilham datang dengan berseragam khas orang kantoran. Ilham terlihat luluh melihat wajah lelah Zahra. Ia pun duduk di samping Zahra dan membuat Zahra membuka mata karena terkejut.

"E-eh." Zahra menyadari saat itu ada Ilham disampingnya.

"Sholat Dhuha dulu. Gih!" Perintah Ilham sekarang terdengar lembut ditelinga Zahra.

"Cape. Aku abis beresin rumah. Bentar ya, istirahat dulu."

"Kalau kamu biasa beresin rumah, pasti ga akan kerasa cape. Makanya biasain." Ilham yang terlihat sabar itu membuat hati Zahra.

"Iya, suamiku. Suami udah sholat dhuha belum?" tanya Zahra.

Ilham mengenyitkan dahinya saat mendengar ada yang beda dari panggilan Zahra. "Udah barusan. Sejak kapan kamu manggil aku suami?"

"Jangan ngegas dulu dong. Emang aku salah manggil, ya?"

Ilham terkekeh pelan. Jujur ini pertama kalinya Ilham terkekeh. Senyumnya merekah saat itu. "Enggak salah manggil kok. Entahlah, aku suka dipanggil gitu. Ngerasa dianggap ada aja sama kamu."

Zahra hanya tersenyum dan memilih untuk diam.

"Aku berangkat ke kantor dulu, ya?" Ilham tiba-tiba menyodorkan tangannya. Zahra tampak bingung melihat tangan Ilham berada didepan wajahnya.

Zahra memegang tangan Ilham. "Apa ini?"

"Salim!"

Zahra terpaku. "Hah? Salim?"

Ilham mengangguk. Akhirnya Zahra pun mencium tangan Ilham. Untuk pertama kalinya Zahra melakukan ini. Kecuali ketika mereka menikah dulu.

Ilham mengelus kepala Zahra. Lebih tepatnya mengacak-ngacak rambut Zahra.

"Iiih, acak-acakan nih rambut aku."

Ilham hanya tersenyum. "Jangan lupa shalat dhuha ya."

"Iya, kalau gak lupa."

"Dengerin hadist ini, manusia memiliki 360 sendi, diwajibkan untuk bersedekah-sedekah untuk setiap sendinya. Para sahabat bertanya, "siapa yang mampu melakukan demikian, wahai Nabi Allah?" Nabi bersabda, "Cukup dengan menutup dahak yang ada dilantai masjid dengan tanah dan menghilangkan gangguan dari jalanan. Apabila engkau tidak mendapatinya, maka lakukanlah dua rakaat shalat dhuha yang itu bisa mencukupimu." (HR. Abu Dauh). Cukup dua rakaat aja" pinta Ilham.

"Iya, insyaAllah"

"Abis aku berangkat, langsung ambil air wudhu terus shalat dhuha. Biar Allah membukakan juga pintu rezeki kita."

Zahara mengangguk.

"Aku berangkat dulu, jangan kabur dari rumah kaya kemarin, aku gak suka!"

Jatuh Dan Cinta [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang