Istri marah terhadp suami atau suami marah kepada istri adalah hal yang wajar. Karena tabiat manusia. Tapi jika kondisi semacam ini dibiarkan, kemudaian masing-masing enggan untuk terbuka. Selamanya akan menjadi bara panas bagi keluarga dan rumah tangga.
Ya, harus ada yang memulai. Memulai membuka diri dan menyampaikan perasaan, memulai meminta maaf atas kesalhan, memulai memahami perasaa pasangannya, memulai dan mengawali mengajak untuk menyelesaikan masalah.
(ustadz Ammi Nur Baits)“haam, sungguh. Yang kamu lihat barusan Cuma salah paham.” Zahra memulai percakpan.
Ilham tetap diam tak bergeming. Sekitar 20 menit mereka saling terdiam dalam pikiran masing-masing. Zahra enggan beranjak pergi meninggalkan Ilham dengan kondisi seperti ini.“saya terlalu percaya diri bia merubahmu menjadi istri yang baik." Akhirnya Ilham Bicara.
Gantian zahra yang terdiam karena tak tahu harus menanggapi apa.
“kamu nggak akan pernah menerimaku menjadi suamimu. Saya hanya anak seorang pembantu, kan. Impianmu menikah dengan orang yang sederajat, kan?” Ilham yang tadi berbaring, kemudian bangkit mengambil sesuatu dari lemari.
“Nih!” dihempaskannya buku diary ke atas kasur, tepat didepan Zahra.
Gawat, bodoh! Aku lupa nyimpen diaryku waktu habis nonton Kpop kemarin, aku geletakin sembarangan di soffa!
Zahra menutup mata dengan jemari lentiknya.
“maaf sudah saya baca bacin. Setidaknya saya sekarang ngerti apa yang ada dipikiranmu. Sekarang terserah maumu apa!” Ilham melipat kedua tangganya, tubuhnya bersandar disebelah lemari baju.
Zahra menundukkan kepalanya, tak kuasa menahan tatapan atajam dari Ilham. Rupannya Ilham sudah amat lelah menghadapinya. Mulai dari tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tanga, sampai kepergok bersama lelaki lain.
“tadinya aku mau kasih ini, ham, ke kamu.” Zahra menunjukkan sekotak kado yang berisi jam tangan untuk Ilham.
“Hari ini kan ulang tahunmu. Kado ini sudah aku siapkan jauh-jauh hari. Lalu kadonya jatuh dan ditemukan oleh temanku, Revan.” Zahra akhirnya berani membuka suara, meski diirngi dengan bola mata Ilham yang berputar putar malas mendengar ceritanya.
“Terus ngapain pakai pegangan tangan segala? Ngapain pakai ngasih kamu makanan segala? Saya kan sudah sering bilang jangan caper-caperan sama cowok!” bentakan ilham sontak membuat tangis zahra meledak.
“Nangis? Cuma itu yang bia kamu lakuin Ra! Kamu bahkan nggak pernah berjuang dalam rumah tangga ini. Nyuci, amsak, ngepel, dan kerja semuanya saya kerjakan tanpa bantuan dari kamu yang seharusnya punya andil besar mendukung suami!” Ilham sudah tak peduli dengan lelehan tangis zahra. Emosinya sudah meledak ledak di sulut api cemburu.
“Ham, kamu bahkan nggak percaya dengan penjelasanku,” ujar zahra sambil terisak.
“Oiya satu lagi, saya nggak butuh ya, sogokan kado dari kamu. Umur saya bertambah tua, berkuranglah jatah kehidupan saya. Saya nggak biasa merayakanny adengan kado dan hadiah! Mending kamu kasihkan jam ini ke teman laki-lakimu tadi!” Ilham membuang napas kasr dengan rahang yang mengeras.
Zahra hanya bisa pasrah dengan keadaanya. Tak tahu harus bagaimana lagi supaya Ilham kembali mempercayainya. Padahal jam tangan ini hasil kerja keras Zahra mengumpulkan uang Saku. Bagi Zahra ini adalah pengorbanan, karena dirinya rela tidak pernah jajan dikantin atau pun ikut nongkrong bersama teman-temannya di caffe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh Dan Cinta [Revisi]
Teen Fiction"Mengertilah, bahwa saat seseorang menerimamu, dia juga sedang belajar menerima segala kelemahanmu. Harusnya kamu juga belajar hal yang sama. Bukan kembali membahas hal hal yang sering mendatangkan luka. Atau hal hal yang membuat aku merasa kamu tid...