20. Salah Paham

126 10 0
                                    

Nikah muda terkadang menjadi impian bagi beberapa kaum wanita, pasalnya dengan menikah muada ia kan lebih leluasa menyalurkan rasa cintanya. Tidak ada kata dosa, yang ada malah pahala yang mengalir didalamnya. Bagaimana tidak? Melihat wajah pasanan sendiri aja bisa berbuah pahala. Tapi tidak dengan rumah tangga yang berdiri tanpa ada cinta didalamnya. Ya, tapi ilham yakin semua akan indah pada waktunya. Ia hanya bisa menunggu dengan sabar kapan waktu itu tiba.

Kling!

Bunyi notifikasi pesan di ponsel milik Zahra menghentikan omelan zahra  yang sepanjang makan menggerutu soal lauk pauknya seadanya. Di bukanya pesan masuk digawainya.

Dari Revan? Tahu dari mana nomor ponselku?

Zahra segera menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tak ada Ilham yang mengintainya. Karena Zahra takut Ilham berpikir macam macam hanya karena tahu Zahra berbalas pesan denan teman laki lakinya. Segera dibacakanya kembali pesan dari Revan.

Ra, ini aku revan. Ada barangmu yang ketinggalan nih di aku.

“Barang?" Zahra mengerutkan dahi.

Zahra segera beranjak pergi dan memeriksa tas yang biasa dia pakai saat pergi kuliah. Tak ada buku dan alat tulisnya yang hilang. Tapi Zahra tersentak ketika tahu sekotak kado untuk Ilham tak didapatinya didalam tas berwarna biru kesayangannya. Dia terkejut saat baru mengingat sesuatu.

“omegot! Gue baru inget kalau Ilham hari ini ualng tahun! Aduuuhh terus gimana nih kadonya?” Zahra menggigit bibir bawahnya, berpikir keras harus bagaimana. Dia baru sadar jika kadonya sudah tidak ada ditas lagi setelah membaca pesan Revan.

Sambil memikirkan solusi, Zahara segera membalas pesan Revan.

Aduh iya. Itu kado! Makasih ya Van. Disimpan dulu kadonya.

Tak berselang lama, revan langsung  membalasnya.

Kamu posisi dimana sih? Aku anterin aja deh kadonya. Share lok ya!

Bagai kejatuhan durian runtuh! Zahra melonjak kegirangan. Akhirnya dia tak perlu repot repot mencari jalan keluar untuk mendapatkan kadonya kembali, karena Revan sudah bersedia mengantarnya.

Tanpa pikir pajang, segera di pencet tombol bagikan lokasi dan dikirimkannya pada Revan. Satu pesan masuk dari Revan kembali dibacanya :

Yah, kok pas ya. Aku rumahnya deket sam arumah kamu. Cuma aku diperumahannya, kamu daerah perkampungannya.

“Kampung? Huh! Iya, sejak menjadi istri Ilham, aku jadi orang kampung!” Zahra tak terima dengan balasan pesan dari Revan.

Dengan kesal, segera diketiknya balasan pesan untuk Revan.

Iya dah, aku emang orang kampung.

Ponselnya kembali berbunyi.

Lho, aku nggak nyinggung Ra. Aku bicara letak. Kan memang kamu bukan di daerah perumahannya. Jangan baper deh, nanti cantiknya ilang.

Maaf ya. Ini aku udah di depan rumahmu, coba buka pintu.

“Glek!” susah payah Zahra menelan salivanya sampai hampir tersedak saat tahu secepat ini Revan tiba.

Segera dikenakannya jaket dan jilbabnya saat hendak keluar menemui Revan. Saat membuka pintu, Revan sudah siap dengan senyum manisnya agar menarik perhatian Zahra ang terlihat memasang ekspresi jutek seperti biasanya.

“kejutan.” Revan mengangkat tas kresek berlogo M dari restauran fast food favorit zahra. Seketika itu zahra berkali kali menelan salivanya karena bau ayam dan kentang yang menguar memasuki lubang hidung mancungnya.

Namun zahra teringat, tujuan utama revan kesini harusnya memberikan kado untuk Ilham yang tak sengaja terjatuh dan ditemukan revan. Dia tidak boleh tergoda dengan hal lain yang dibawa oleh revan.

“Van, kado punyaku mana?” Zahra pura-pura tak tertarik dengan apa yang dibawa Revan, Zahra celingukan mencari dimana sekotak kado yang dipertuntukkan buat Ilham.

“Eits, tapi kamu harus nerima oleh-oleh dari aku dulu!” Revan mengerlingkan satu matanya dan menyodorkan kresek berisi fast food yang sedari tadi menggoda indera penciuman zahra.

“iya.”  Zahra pun segera menyambar kresek itu, tak sabar ingin segera mengambil kado miliknya dan cepat cepat meminta Revan pergi sebelum Ilham datang.

Meski belum ada rasa cinta pada Ilham, zahra tetap tahu diri bahwa dirinya kini adalah seorang istri. Ilham pasti cemburu jika tahu ada laki laki lain yang mendatangi istrinya disaat dia tak ada di rumah.

Entah sengaja atau tidak, tangan zahra dan Revan saling bertemu sepersekian detik. Sepertinya Revan mencuri kesempatan meraih tangan zahra ketika zahra hendak mengambil oleh-oleh darinya. Silanya, bertepatan dengan kedatangan Ilham melihat semua yang terjadi. Dengan cepat zahra segera menjauhkan tanggannya dari Revan dan mengelap tangganya dengan kain bajunya.

Ilham menatap tajam kearah Revan tanpa sepatah kata pun. Segera dia masuk ke dalam kamar dan membanting pintunya.

“kadoo.. mana kadooo, cepet!" Zahra mendesak Revan segera mengeluarkan jam tangan.

Revan pun ikut gugup dan segera mengeluarkan kotak kado milik Zahra. Segera Zahra menyambarnya tanpa basa basi.

“Galak ya, kakak kamu?” tanya Revan sambil menatap zahra yang terlihat ketakutan. Revan masih belum tahu juga jika Ilham adalah suami Zahra.

Zahra tak menjawab dan mendorong dorong tubuh revan agar segera pergi. Pasti setelah ini Ilham marah besar.

“Revan, buruan pulang plis!” mohon zahra.
Revan yang terdesak, pelan-pelan memundurkan tubuhnya dan beringsut mendekati motornya. Dilambaikan tangannya pada Zahra yang masih memasang ekspresi cemas.

“bener-bener perempuan yang terjaga. Kakaknya juga perhatian banget sama adiknya. Nggak sembarang laki laki bisa dekat dengan Zahra.” Gumam Revan.

“Aku harus lebih semangat lagi mengejar cinta Zahra.” Lanjutnya.

Tanpa membalas lambaian tangan Revan, segera zahra menutup pintu rumahnya. Ayam dan kentang dari Revan yang seharusnya menjadi favorit zahra sama sekali tak menggugah minat untuk segera menyapnya lagi.

Pikirannya hanya ada pada Ilham. Apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan oleh Ilham saat ini? Zahra tidak ingin ada kesalahpahaman antara mereka berdua. Apalagi sampai Ilham berpikiran yang tidak-tidak tentang kejadian Revan yang menggenggam tangan Zahra tadi.
Dengan langkah gontai Zahra mendekati kamar Ilham.

Tok’tok’tok!

Hati hati seklai Zahra mengetuk pintu kamar Ilham.

“Haam, zahra boleh masuk?" ijin zahra yang tidak ditanggapi oleh Ilham.

Ceklek!

Ternyata pintunya tidak di kunci, dengan wajah malas, Ilham menatap zahra yang kini sudah masuk kedalam kamarnya. Ilham memiringkan tubuhnya, membelakangi pandangan Zahra. Zahra menghela napas panjang melihat suaminya yang terlihat marah.

Dengan takut-takut, Zahra mendekati tubuh Ilham. Kini duduk diatas ranjang, tepat disamping Ilham. Baru kali ini mereka sedekat ini. Dulu sewaktu masih diajkarta, meski mereka semakamr tapi Ilham tidur dibawah da zahra tidur diatas kasur. Mereka tidur terpisah.

“Haam, sungguh. Yang kamu lihat barusan Cuma salah paham.” Zahra memulai percakapan. Hatinya berharap penuh agar Ilham menerima penjelasanya.

Jatuh Dan Cinta [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang