26. Membuka Tabir

167 12 0
                                    

Memasak adalah salah satu pekerjaan yang sama sekali tak pernah terpikirkan oleh Zahra. Selama ini dalam sejarah hidupnya belum pernah ia menjejakkan kakinya ke dapur untuk meramu bumbu, meski hanya masak nasi goreng dan sayur sop yang kata kebanyakan orang mudah untuk dilakukan.

Bunda dan Ayahnya hanya menyuruhnya untuk fokus belajar dan belajar. Prestasi Zahra di sekolah sangat memuaskan dan baik. Namun urusan memasak, merapikan pakaian, dan urusan rumah yang lain Zahra tak tahu menahu.

Menikah dengan seorang ilham merupakan hal yang bisa membuat Zahra berubah seratus delapan puluh derajat. Zahra harus bisa segala hal yang berhubungan dengan rumah tangga.

Ilham mengajarinya menyapu, mengepel, mencuci pakaian dengan tangan, menjahit kancing baju atau celana yang robek, sampai suatu hal yang sangat zahra benci,,,,,,,,,,,memasak.

"Aku tuh sebenarnya nggak suka memasak" ujar Zahra yang tengah berkumpul sama teman temannya.

"Kenapa sih" tanya Irma yang kemudian dia menyeruput kuah bakso.

"Ya nggak suka aja gitu. Sama aroma bawang yang bikin eneg. Apalagi percikan minyak panas yang bikin kulit melepuh. Belum lagi, habis masak tuh ya cucian piring jadi numpuk, capek."

"Aku sih sebenarnya juga belum jago masak. Apalagi bedain rempah-rempahan seperti, kunyit, temulawak, laos, jahe, kencur, duh. Tapi aku nggak benci banget sama masak. Aku udah bisa bikin capcay, ya meskipun kata mama aku rasanya agak aneh. Hehe"

"Jangankan bedain rempah rempah. Aku bahkan nggak bisa bedain antara gula sama garam. Bikin teh keasinan" tambah Zahra.

Semuanya tertawa

"Terus kenapa kamu sekarang jadi hobi masak? Hampir tiap hari loh kamu bawain kita masakan masakanmu." Cecar wati sambil menunjuk bolu.

"Hahaha, aku mau ceritain ke kalian tentang suatu hal"  Zahra meminum jus nya sebelum akhirnya melanjutkan bicaranya.

"Halo gayss,, apa kabar semua???" Revan tiba tiba muncul ditengah obrolan mereka.

"Waaahh, ini pasti bolu buatan zahra, kan?" Tanpa permisi Revan langsung mencomot bolu.

"Dasar gembul" ejek Lia.

"Masa segini di belang gembul. Orang ganteng gini kok" sanggah Revan.

"Halah. Ganteng ganteng tapi nggak bisa dapetin hatinya zahra" celetuk Lia.

"Udah udah jangan di buli terus, kasian," bela Zahra yang kemudian di iringi cie cie dari teman temannya itu.

"Cieee,,, jadi ge-er kan dibelain tuan putri" ejek Irma.

Zahra hanya geleng geleng kepala.

"Eh tadi kamu mau ngomong apa?" Lia mengingatkan.

"Iya nih, jadi penasaran aku." Tambah Wati.

"Duh, gimana ya, kok jadi gerogi gini" Zahra meringis sehingga memperlihatkan gigi gingsulnya yang ketika tertawa seperti Nabila jkt 48.

"Meringis saja cantik" ucap Revan bucin sambil memandangi zahra meringis.

"Cerita dong Ra" wati mengguncang guncang lengan Zahra.

Zahra melakukan gerakan mengambil nafas lalu membuangnya perlahan.

"Jadi gini, kalian kan tanya kenapa aku suka masak?" Zahra mulai bicara.

"Iya, apa ada hubungannya sama suatu hal? Apa kamu anaknya seorang koki yang bekerja di restoran mewah?"

"Ah bercanda mu nggak lucu deh li" Revan menipuk kepala lia dengan sedotan.

Saat mata Lia menatap Revan tajam, Revan membentuk jarinya seperti huruf V sambil tersenyum sok manis.

"Ah udah deh, kalian nih dari tadi kayak kucing sama anjing. Awas jangan berantem mulu, ntar jodoh baru tau rasa" timpal Irma.

"Jodoh? Aku jodohnya kan sama zahra. Istri idaman aku."

"Sumpah deh van, kamu tuh ganteng. Tapi kelakuanmu bikin orang ilfil, ewh" desis Lia.

"Makasih loh sudah bilang aku ganteng. Awas naksir" goda Revan.

"Dih, siapa coba yang bakal na-"

"Sshhtt,,,,, sudah sudah. Zahra nggak jadi cerita nih" lerai Wati.

Zahra tersenyum kecut, hampir tidak selera lagi menceritakan tabir dirinya kepada teman temannya. Namun dia tidak ingin jika teman temannya tahu dari orang lain.

"Jadi sebenarnya....... alasan aku suka masak, karena aku..........." zahra memandangi teman temanya satu per satu, mereka semua menampilkan mimik muka yang serius.

"Karena aku...."

Semua temannya sudah tidak ada lagi yang bicara termasuk lia dan Revan.

"Karena, aku seorang kapiten.... mempunyai pedang panjang"  gurau Zahra.

"Hahahah, serius amat kalian dengerinnya." Zahra tergelak sendiri.

Yang lain tidak tertawa, malah semua bibir temannya mengerucut sebal karna candaan dari zahra.

"Iih, ngeselin. Balikin 3 menit aku yang terbuang sia sia" Lia mencebil.

"Males ah, Zahra nggak seru. Aku mau balik ke kelas" Wati beranjak dari tempatnya sambil memainkan kunci motor.

"Ikuuut" irma ikut berdiri.

Revan masih setia menemani Zahra. Dia tersenyum sok manis ke arah Zahra. Zahra risih dengan senyuman Revan itu.

Saat teman temanya beranjak pergi hendak meninggalkannya, zahra berdiri lalu sedikit berteriak "karena aku sudah menikah."

Sontak ucapan Zahra tadi membuat teman temannya kembali menghampirinya.

"What?" ucap Revan terkejut.

"Kamu lagi nggak bercanda kan?" Tanya wati memastikan.

"Badan kamu nggak panas kan?" Irma menempelkan tangannya ke dahi zahra.

Zahra menggeleng

"Sejak kapan kamu menikah?" Tanya Lia.

"Sejak awal aku masuk kuliah" jawab Zahra .

"Kamu penipu Ra? Kenapa kamu sembunyiin identitasmu dari kita?" Revan mulai kecewa.

"Sumpah. Ini bolu tergaenak yang pernah gue makan!" Revan membuang bolu yang tadi ada di tangannya ke tanah.

"Pasti kamu cuma mau caper kan? Biar kamu dapet perhatian dari semua cowok yang ada di kampus!?" ucap Revan dengan nada tinggi.

"Heh van, ini nggak sepenuhnya salah zahra. Lo juga kenapa nggak tanya ke zahra soal hidupnya" timpal Irma.

"Halah itu semua nggak penting!" elak Revan.

"Setelah aku yakin dengan rasa cinta aku ke kamu. Setelah sejauh ini aku berjuang buat kamu. Kamu baru buka tabir diri kamu sekarang? Aku kecewa Ra sama kamu" emosi Revan memuncah . Tak lama setelah mengucapkan kata kata itu Revan langsung pergi meninggalkan semuanya.

"Kamu kenapa baru jujur sekarang sih Ra? Okey, nggak perlu kamu jawab.  sekarang kamu ikut ke rumah aku, kamu ceritain semuanya." Ajak irma

"Aku juga ikut ya?" Timpal Lia.

"Motor aku gimana?" Tanya Wati.

"Halah, kayak biasanya. Kamu titipin aja ke pak nurdin" jawab Lia.

"Ya sudah Ra, sekarang kamu hubungi suamimu. Bilang kalau kamu mau ke rumah aku" ujar Irma.

Zahra merogoh ponselnya.

Ham, aku mau ke rumah temen aku ya, jadi kamu nggak usah jemput. Nanti aku pulangnya biar cari taksi atau minta anter sama temenku.

Tak butuh waktu lama ilham sudah membalas pesannya.

Iya. Nanti kalau pulangnya kemaleman, kamu nginap di rumah temen kamu aja. Besok pagi pagi aku jemput.

.....

Jatuh Dan Cinta [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang