Astaga, Nabila! Jerit ku dalam hati, dengan wajah yang kini terasa panas akibat ingatan yang baru saja muncul di kapalaku.
Di tambah Dastan yang terus mengangguku dengan matanya yang masih saja menatapku, membuatku semakin tidak nyaman di buatnya.
"Kenapa liatin terus?" Akhirnya aku bertanya karena merasa sangat tidak nyaman.
"Lucu aja." Dastan malah terkekeh pelan, membuatku menyipitkan mata saat mendengar jawaban dari cowok di hadapanku itu. Apa yang lucu? Memang aku badut atau apa? Runtuk ku dalam hati merasa kesal.
"Cepet habisin, pasti elo laper banget kan?" Tambah Dastan lagi saat tangannya mengusap rambutku gemas.
"Kalo nggak habis gimana? Ini kebanyakan porsinya." Aku menatap nampan yang berisi berbagai macam makanan didepanku, sangat berlebihan untuk ukuran satu orang makan. Bahkan aku yakin ini cukup untuk makan malam tiga orang dewasa.
"Ya nggak papa, makan secukupnya aja." Jawab Dastan dengan senyuman seolah tidak pernah hilang dari jawahnya.
"Elo udah makan?" Tanyaku sedikit merasa penasaran, karena disini hanya aku yang makan, tidak dengan Dastan.
"Ciye perhatian banget." Memutar mataku kesal saat mendengar jawaban dari Dastan. Si tenggil itu malah menggodaku, membuatku merasa menyesal sudah bertanya kepadanya. Lebih baik aku diam saja tadi.
Dastan tertawa ringan sebelum akhirnya menjawab. "Udah kok tadi dibawah. Pas elo tidur."
Aku mengangguk-anggukan kepala tanda paham, kembali menyendokan potongan daging dipiringku ke dalam mulut.
Suasana menjadi kembali hening tanpa suara.
"Mama lo kapan pulang?" Tanya Dastan kemudian.
Kenapa dia tiba-tiba membicarakan mama? Pikirku penasaran.
"Mm.. besok kayaknya." Jawabku setelah berpikir sejenak. "Kenapa?" Aku balik bertanya penasaran.
"Pagi, siang, atau malem?"
"Siang kayaknya, soalnya dia pergi keluar kota. Jadi nggak mungkin pagi-pagi banget." Jawabku teringat dengan perkataan mama saat berpamitan denganku di hari keberangkatannya.
Dastan ber oh ria. Sebelum akhirnya kembali berbicara. "Yaudah lo nginep sini aja."
"Dih, enggak!" Tolakku mentah-mentah, menatapnya tidak percaya.
"Kenapa?" Dastan menyernyitkan alisnya menatapku.
"Ya enggak kenapa-kenapa. Ngapain nginep disini?"
"Ya tidur. Emang mau ngapain?"
Mukaku mendadak panas. Otak ku yang bermasalah berpikir yang tidak-tidak.
"Mau ngapain hayo??" Tanya Dastan mengodaku.
"Enggak ngapa-ngapain!!" Balas ku berteriak membuat Dastan tertawa.
"Ya udah nginep aja. Nggak ada siapa-siapa disini, jadi gausah takut atau malu."
"Papa lo?"
"Papa keluar kota juga ngurus kerjaan."
"Mama?"
Dastan terdiam, aku bisa melihat perubahan pada raut wajahnya. "Mama udah pisah sama papa sejak gue masih SD."
"Sorry ya.." ucapku merasa bersalah kepadanya. Aku telah membuat Dastan teringat dengan kenangan yang mungkin membuatnya sedih.
"Santai aja." Dastan kembali tersenyum. "Cepet habisin makannya." Perintahnya lagi menatapku lembut.
Aku menyelesaikan makanku dengan cepat. Dengan sisa makanan yang masih cukup banyak. Dastan meraih sendokku, dan aku terkejut saat dia mulai makan sisa makananku di piring tanpa merasa jijik.
"Jangan dimakan dih.." larangku menahan tangan Dastan yang akan menyendokkan kembali makanan di piringku ke dalam mulutmya.
"Gapapa, sisanya orang cantik ini. Sayang dibuang." Jawabnya dengan nada mengodaku membuatku kembali bersemu karena malu.
"Dastan!" Aku memukul bahunya pelan, dan dia hanya terkekeh dengan mulut penuh dengan makanan.
Aku menatap Dastan yang masih sibuk menyendokan sisa potongan daging itu ke mulutnya. Terkadang sifat dia sangat meyebalkan, sangat menyebalkan. Terkadang manis, kadang juga lucu dan juga kekanakan.
Ada banyak hal tentang Dastan yang membuatku menyukainya tanpa sadar.
Apa tidak apa-apa jika aku menyukai cowok yang baru saja hadir di dalam hidupku? Apa ini tidak terlalu cepat? Bagaimana jika aku jatuh cinta ke pada pria yang salah?
Otakku di penuhi oleh pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban saat aku menatap wajah Dastan yang masih sibuk dengan makanan di hadapanku.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)
Teen Fiction21+++ 🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Hidupku selama 17 tahun berjalan seperti remaja pada umumnya. Sekolah, belajar, dan sesekali berkencan. Hingga hari itu datang, seorang murid pindahan yang mengubah segalanya. Hidupku yang normal porak-poranda, saat dia mengataka...