30

85K 2.2K 191
                                    

"Selain tadi, apa lagi yang dia lakuin ke kamu?" Tanya Dastan saat kita turun dari rooftop.

Aku terdiam, dan Dastan berdecak kesal.

"Bilang aja, jangan gitu loh kamu nih, semakin kamu tutupin, semakin sulit kita cari pelakunya."

"Loker, aku nemu kertas di loker, isinya aku suruh jauhin kamu."

Dastan menghela napas panjang, menghentikan langkahnya di satu anak tangga di bawahku, berbalik untuk menatapku.

"Jangan sembunyiin sesuatu lagi dari aku. Kalo ada apa-apa, bilang, ya?"

Aku mengangguk sebagai jawaban.

Kami berjalan cepat menyusuri lorong, menuju markas. Yang mereka maksud dengan markas adalah sebuah ruangan yang terletak di sebelah gedung olah raga. Dastan bersikeras untuk mengantarku pulang terlebih dahulu, tapi aku menolak mentah-mentah. Aku juga ingin melihat siapa orang yang menerorku akhir-akhir ini.

Segerombolan murid keluar dari gedung olah raga, membuat tubuhku menegang, dan jantungku bergedup dengan kencang. Aku juga merasakan gengaman tangan Dastan pada jemariku semakin kuat. "Its okay." Kata Dastan lembut menenangkanku. "Jangan liat kebawah, angkat kepalamu." Perintahnya lagi, dan aku dengan susah payah mengikuti perintahnya.

Aku bisa merasakan aura tidak suka dari mereka saat kami berpas-pasan, saling berbisik dan melirikku sinis, membuatku tidak nyaman.

"Kamu mau aku colok mata mereka satu-satu?" Tawar Dastan membuatku tersenyum, lalu mengeleng.

"Enggak."

Dastan memutar knop pintu ruangan yang berdampingan dengan gedung olah raga, lalu membukanya lebar, mempersilahkan aku masuk.

Dengan hati-hati aku masuk ke dalam, disusul oleh Dastan yang langsung kembali menutup pintu ruangan.

Agasta, Mareo, Joe sudah menunggu di dalam, ada Karin dan Safira juga disana.

"Astaga, Dastan! Tanganmu.." sambut Safira menyongsong kedatangan kami, menghampiri Dastan dan  meraih tangannya yang terluka. Namun segera ditepis oleh Dastan.

"Lo nggak papa?" Tanya Karin menatapku dengan wajah prihatin.

"Enggak papa." Jawabku mencoba tersenyum.

"Kamu duduk sana. Biar aku yang urus ini." Perintah menunjuk kearah sofa hitam di tengah ruangan, dan Karin langsung menuntunku untuk kesana.

"Gue ambilin minum bentar." Kata Karin lalu berjalan menjauh. Sepeninggalan Karin,  aku mengamati kesekeliling, ruangan ini mengingatkanku pada ruang santai di rumah Dastan. Hampir mirip, ada rak buku, meja bilyar dan masih banyak lagi kemiripannya. Hanya seperangkat alat musik di pojok ruangan itu yang sedikit membedakan. Aku tidak tau mereka memiliki ruangan seperti ini di sekolah.

"Heii.." sapa Safira lalu duduk disampingku. "Lo nggak papa? Gue ikut khawatir tadi pas denger beritanya." Kata Safira dengan nada yang terdengar tulus di telingaku. Tangannya meraih tanganku, lalu mengengamnya.

"Gue nggak papa, kok." Aku tersenyum. Entah kenapa aku kesulitan untuk menghilangkan perasaan burukku terhadap Safira. Mungkin fakta bahwa dia sahabat Dastan dari kecil yang membuatku tidak menyukainya. Sangat kekanakan!

"Minumnya, Na." Karin datang dengan membawakan satu gelas air ditangannya, menyodorkannya kearahku.

"Thanks, Rin." Aku menerima gelas tersebut, lalu menyesapnya sedikit.

"Lo pasti shock banget ya tadi?" Tanya Karin ikut duduk disampingku, menepuk pundakku lembut.

Aku kembali tersenyum samar, memilih untuk tidak menjawab.

Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang