Aku baru saja selesai sarapan, lalu membereskan bekas sarapanku dan membawanya ke dapur.
"Biar mama aja yang cuci, sayang." Kata mama yang aku temui di tempat cuci piring.
"Nggak papa kok, ma. Biar Nabila sendiri yang cuci." Kataku tidak enak.
"Enggak papa, biar mama aja, sekalian ini mama udah pake celemek, nanti baju kamu basah lagi."
"Yaudah deh, ma. Nabilla ke kamar kalo gitu, ambil tas." Kataku mengalah kemudian.
"Iya, sayang. Selesai ini mama juga langsung siap-siap."
"Oke." Aku menyahut, lalu berjalan meninggalkan area dapur, menaiki tangga menuju kamar.
Aku meraih tasku di kursi meja belajar, lalu menyandangnya. Berjalan menuju cermin untuk mengamati bayanganku disana. Ku miringkan tubuhku, untuk memastikan bentuk perutku masih rata.
Aku menghela napas. Mengelus perutku yang sama sekali belum berubah.
Aku bahkan belum terlalu percaya jika aku hamil sekarang. Tapi fakta aku terlambat datang bulan dan sering merasa mual membuatku yakin. Aku tengah mengandung anak Dastan sekarang.
Ku amati bayanganku di cermin sekali lagi, setelah merasa tidak ada yang salah, aku memutuskan untuk keluar dari kamar. Menuruni tangga, menuju lantai bawah.
Drrt.. Drrt.. Drrtt..
Aku menghentikan langkahku di tengah-tengah tangga saat mendengar suara ponselku yang berada di dalam saku blazerku bergetar.
Dastan ❤ incoming call..
"Sayang, kamu kedepan rumah sekarang, cepet. Aku udah mau sampe." Kata Dastan begitu aku menggangkat teleponnya. Membuatku menyernyit alisku heran.
"Kenapa?"
"Udah, pokoknya kedepan aja. Tapi pelan-pelan, jangan lari." Jawab Dastan membuatku semakin bingung. "Inget, jangan lari." Pesannya lagi memperingatkan.
"Iya, iya." Jawabku kesal lalu mematikan teleponnya. Dia menyuruhku untuk cepat, tapi tidak boleh berlari, aneh.
Aku melanjutkan langkahku, dan baru melangkah menuruni dua anak tangga, ponsel ditanganku kembali bergetar.
Om Papa incoming call..
"Nabilla, tetap didalam rumah dan kunci pintu, jangan bukain pintu untuk siapapun. Mengerti?" Cerocos om Pandu setelah telepon kami terhubung.
"Apa sih, om?"
"Turuti saja perkataan papa, Nabilla, cepet kunci pintunya. Papa udah mau sampe."
Tut.
Om Pandu langsung mematikan teleponnya.
Aku menghela napas kesal, melanjutkan langkahku menuruni tangga.
Apa sih yang mereka berdua lakukan di pagi hari seperti ini?
Alih-alih menuruti permintaan mereka, aku memilih untuk menghampiri sofa ruang depan, lalu duduk disana.
Liburan kenaikan sekolah telah usai. Dan aku memutuskan untuk kembali masuk sekolah seperti biasa, walaupun Om Pandu memaksaku untuk homeschooling, dan Dastan juga menawarkan diri untuk menemaniku belajar dirumah. Tapi, aku ingin bersekolah seperti biasa, sebelum perutku mengelembung. Setelah perutku terlihat membulat besar, mungkin aku akan mempertimbangkan ide dari Om Pandu.
Tidak lama kemudian terdengar suara deru mobil bersahutan dari jalanan depan rumahku. Disusul dengan suara decitan nyaring dari ban mobil yang bergesekan dengan aspal, tanda mobil dihentikan tiba-tiba dengan kecepatan tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)
Teen Fiction21+++ 🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Hidupku selama 17 tahun berjalan seperti remaja pada umumnya. Sekolah, belajar, dan sesekali berkencan. Hingga hari itu datang, seorang murid pindahan yang mengubah segalanya. Hidupku yang normal porak-poranda, saat dia mengataka...