29

86.5K 2.7K 199
                                    

Maafkan saya untuk part diatas 😂😂

Tadi lagi pengen dihujat ceritanya 😂😂

Jangan lupa tekan VOTE,

tadi saya niatnya mau pake emoticon bintang kaya orang-orang, eh ternyata nggak nemu.

Yang tau letaknya emot bintang, bisa komen, ya.

Kuy dibaca ⬇⬇⬇⬇

Dastan menarikku menaiki tangga, menyeretku dengan langkah cepat, membawaku ke rooftop sekolah. Sampai di atas dia melepaskan tanganku yang kini ikut bersimbah darahnya.

Dia berjalan ke depan, melepaskan ranselnya ke lantai dan aku mengikutinya dari belakang. Menuju pagar yang mengintari pinggiran rooftop, berdiri disana. Tangannya mencengkram pagar kuat-kuat. Darah segar masih mengucur dari sana, mengenai pagar, lalu menetes ke lantai dibawahnya.

Kami berdiri berdampingan, saling terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku bisa mendengar suara helaan napas Dastan yang berhembus kasar. Dan  dari pada tulisan di papan pengumuman, aku sekarang lebih mengkhawatirkan tangan Dastan yang terluka dan masih terus mengeluarkan darah.

Bagaimana jika dia mati kehabisan darah?

Aku menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Tangisku sudah mulai reda, menyisakan isakan yang terkadang masih muncul tiba-tiba.

"Dastan.." aku menyebut namanya takut-takut. Menatap kearahnya yang sama sekali tidak bergeming di tempat dia berdiri, matanya menatap tajam lurus ke depan, bibirya mengatup rapat. Dia terlihat seperti orang lain. "Tanganmu.." lanjutku lagi, khawatir.

"Aku tidak peduli." Jawabnya dengan suara sumbang.  Dastan mendongakan kepalanya keatas, dia memalingkan wajahnya ke arah lain, seolah tidak ingin menatapku, dan di detik berikutnya aku bisa melihat cairan bening itu turun dari sudut matanya.

"Dastan.."

"Aku gagal, Nabilla. Aku gagal ngelindungin kamu.." ucapnya dengan suara bergetar, dia  menutup mulutnya dengan punggung tangan, berusaha meredam isakan yang keluar dari bibirnya. "Baru semalam aku janji bakal lindungin kamu, tapi sekarang malah gini."

"Enggak, Dastan. Kamu nggak gagal sama sekali. Ini bukan sesuatu yang bisa kamu hentikan." Kataku berusaha menenangkan dia. "Lagi pula, apa yang dikatakan di papan pengumuman  adalah sebuah fakta." Tambahku dengan suara lirih.

"Enggak, seharusnya kamu nggak perlu lihat ini, kamu nggak perlu ngelewatin ini, Na." Dastan mengusap wajahnya kasar, lalu berbalik menghadapku, mengengam kedua tanganku.

"Nggak papa, Dastan. Aku nggak papa kok." Aku menatap matanya yang memerah, dengan air mata yang masih tersisa disana. Aku tidak menyangka jika Dastan bisa menangis karena ini. "Kita obatin dulu tanganmu, ya.."

"Nggak penting, Na." Dastan mengelengkan kepalanya pelan. "Kamu pasti lebih sakit sekarang." Dia menarik tubuhku mendekat, lalu mendekapku erat di dalam pelukannya. 

Jujur saja tadi memang rasanya begitu sakit, tapi sekarang, aku sudah sedikit tenang. Karena dia.

Tanganku bergerak untuk membalas pelukan Dastan, memeluknya erat.

"Ini alasanmu minta putus kan? Aku benar tentang seseorang menganggumu kan selama aku pergi kan?" Tanya Dastan. Dan aku hanya terdiam di pelukannya.

"Kamu tau siapa orangnya?" Tanya Dastan lagi. Dan kali ini aku menggelengkan kepalaku.

"Aku pasti bakal tangkep pelakunya, aku bakal hajar dia buat kamu, Na." Janji Dastan lagi.

"Enggak!" Aku melepaskan pelukan Dastan untuk menatap wajahnya. "Aku nggak mau kamu terluka lagi."

Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang