Setelah memakan bakso ku secepat dan seanggun yang aku bisa, aku pamit untuk pergi ke toilet.
Ke toilet hanyalah alasan, aku hanya ingin pergi dari sana cepat-cepat.
Aku tidak membenci mereka, mereka semua baik-baik. Aku hanya tidak nyaman berada disana. Seolah kami berada di dunia yang berbeda, aku bahkan tidak paham dengan apa yang mereka bicarakan.
Dan disinilah aku sekarang, didepan wastafel, menatap bayanganku yang terpantul di cermin bersar dihadapanku.
Kenapa sulit sekali bergaul dengan orang baru?
Aku menyalakan kran air, dan mulai membasuh wajahku. Airnya terasa segar di kulitku, membuatku sedikit lebih tenang.
Aku mencengkram sisi wastafel erat. Menghela napas panjang, lalu kembali menatap bayanganku di cermin.
Apa yang membuat Dastan menginginkanku? Aku tidak cantik dan seksi seperti Karin. Dastan terlalu sempurna, dia tidak mungkin bersamaku tanpa alasan. Dan satu-satunya alasan yang tepat adalah, dia menginginkan sesuatu dari ku, satu-satunya milikku yang berharga.
Pikiran buruk tentang Dastan yang akan meninggalkan aku setelah mendapatkan apa yang dia inginkan dari ku kembali memenuhi kepalaku.
Aku benci isi otakku sendiri!
Aku hampir saja menangis kalau saja tidak mendengar suara langkah kaki mendekat. Segera ku basuh kembali wajahku yang tiba-tiba terasa panas. Setelah selesai, aku bergegas pergi dari toilet, waktu istirahat sudah hampir habis.
Langkahku terhenti oleh seseorang yang memasuki toilet. Membuat tubuhku menegang seketika.
"Dastan?"
"Lo nggak papa?" Tanya Dastan yang kini melangkah mendekat. "Elo Sakit?" Tanya Dastan kini memperhatikan wajahku dengan seksama.
"Enggak kok." Jawabku cepat-cepat. "Yuk balik kelas." Ajakku berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Kok muka lo merah?"
"Mm.." aku berpikir sejenak sambil memegang wajahku sendiri yang memang terasa panas. "Kayaknya gara-gara kepedesan tadi makan bakso." Jawabku setelah mendapatkan alasan yang tepat.
Dastan memicingkan sebelah mata menatapku curiga. Lalu maju satu langkah. "Yaudah sini.. gue ilangin pedesnya."
"Jangan aneh-aneh ya, Dastan." Ujarku galak dengan nada rendah, mendorong tubuh Dastan yang bergerak semakin mendekatiku.
Dia terkekeh, lalu menarik tubuhku ke pelukannya, mendekapku dengan erat.
"Cuma mau peluk aja. Elo pasti mikirnya kemana-mana ya. Dasar."
"Pelukan juga nggak boleh, gimana kalo ada yang lihat?." Jawabku kesal dan Dastan kembali tertawa ringan. Dia memelukku semakin erat, menghirup udara dari rambutku yang tergerai
"Yaudah, yuk cari tempat lain. Yang nggak keliatan."
"Dastan!" Aku kembali menyebut namanya dengan kesal.
*
"Bosen?" Bisik Dastan di telingaku membuatku menoleh untuk menatapnya. Aku memilih untuk mengabaikannya, dan kembali memperhatikan Bu Hani, guru Biologiku yang tengah menjelaskan materi di depan kelas.
Namun bukan Dastan namanya jika dia tidak bertindak semaunya. Tangannya mengelus pahaku lembut, bergerak naik dan segera ku tepis sebelum dia bergerak semakin dalam.
"Lo gila?" Bisikku melotot menatapnya, dan dia membalasku dengan senyuman tanpa merasa bersalah.
"Gue bosen." Bisiknya lagi menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)
Teen Fiction21+++ 🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Hidupku selama 17 tahun berjalan seperti remaja pada umumnya. Sekolah, belajar, dan sesekali berkencan. Hingga hari itu datang, seorang murid pindahan yang mengubah segalanya. Hidupku yang normal porak-poranda, saat dia mengataka...