18

111K 1.6K 22
                                    

"Apa?" Jantungku langsung berdegup kencang, berharap telingaku salah mendengar kata-kata Dastan.

"Cuma beberapa hari, ada dokumen yang harus aku urus disana."

"Hmm.." aku kini bisa bernapas lega. Aku kira dia akan kembali ke Aussie selamanya dan meninggalkan ku disini.

"Kaget banget tadi. Sedih yya aku tinggal?" Goda Dastan memeluk tubuhku erat.

"Emang kamu mau ninggalin?" Tanyaku dari dalam pelukannya.

"Enggak, nggak akan pernah. Itu janjiku ke kamu."

Halah cowok!

"Diem aja, percaya enggak?" Kata Dastan mengoyangkan tubuhku.

"Percaya, kok. Dikit."

"Kok dikit?" Tanya Dastan tidak terima.

"Aku kan nggak tau isi hatimu sebenernya kaya gimana. Kata orang jangan terlalu percaya sama omongan orang, kecuali kita punya kemampuan telepati."

Dastan terkekeh saat mendengar jawabanku, lalu menundukan kepalanya untuk mengecup keningku lembut.

"Aku tau ini terlalu cepat. Tapi aku jujur kok tentang perasaan ku ke kamu, aku mau kamu tau itu."

"Hmm.. besok berangkat jam berapa?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan. Malas terus membahas tentang perasaan, terlalu melankolis.

"Penerbangan jam 3." Jawab Dastan dan aku mengangguk-angguk sebagai jawaban.

Kami mengobrol panjang hingga tertidur. Entah siapa yang pertama kali tidur, aku tidak ingat.

Beeb.. beeb.. beeb.. bebb..beeb..,

Suara ponsel yang terus berbunyi membuatku terbangun. Dengan mata yang masih terasa perih, aku bangun untuk mencari sumber suara yang ku kenali sebagai nada dering ponselku saat menerima panggilan masuk.

Ku melepaskan diri dari tangan Dastan yang melingkari pingangku, menyimbak selimut yang menlingkupi tubuh kami, lalu turun dari ranjang untuk mencari ponselku yang sepertinya tidak ada niat untuk berhenti berdering.

Dengah langkah sempoyongan aku berjalan menuju meja belajarku, meraih tasku dan mengubek-ubek isinya, dan aku menemukan ponselku disana.

Mama incoming call..

Kutekan tanda hijau untuk mengangkat panggilannya, lalu meletakan ponselku ditelingga.

"Halo, Ma.." jawabku malas sambil menguap.

"Masih tidur ya? Maaf mama ganggu." Aku bisa mendengar suara penuh penyesalan mama dari seberang sana.

"Enggak papa, ma. Ada apa? Mama belum pulang?"

"Iya, sayang. Mama telepon mau ngabarin kalo mama hari ini mungkin pulang malam." Terang mama lagi.

"Oh, yaudah, ma."

"Mama udah siapin makanan kamu di kulkas, kamu nanti kalo laper tinggal angetin aja."

"Iya, Ma."

"Yaudah. Hati-hati dirumah, ya sayang."

"Iya, ma. Daa.."

"Daa, sayang.."

Setelah sambungan telepon terputus aku kembali meletakan ponselku ke atas meja. Kutatap Dastan yang masih berbaring diatas ranjang dengan mata sedikit terbuka, mungkin terganggu dengan suaraku tadi.

"Mama telepon." Terangku tanpa menunggu dia bertanya.

"Kenapa?" Tanya Dastan dengan suara paraunya, sepertinya dia masih setengah sadar.

"Ngabarin, hari ini mama pulang malem." Terangku lagi, dan entah Dastan masih mendengarkan atau tidak karena sekarang matanya sudah sepenuhnya terpejam.

Aku menatap jam di samping ranjang. Pukul 8:31. Walaupun mataku masih terasa berat, tapi aku tidak berniat untuk kembali tidur.

Aku melangkah menuju kamar mandi untuk mencuci mukaku, sekarang terasa cukup segar. Dan setelah gosok gigi dan selesai melakukan rutinitas pagi disana aku keluar, berjalan menuju ranjang.

Aku menemukan Dastan sudah kembali tertidur pulas disana. Aku tersenyum, lalu duduk jongkok di samping ranjang untuk mengamati wajah polos dastan yang tengah tertidur lebih dekat.

Aku tidak pernah membayangkan akan memiliki hubungan seintens ini dengan Dastan atau siapapun. Rasanya seperti mimpi, dan aku terlalu enggan untuk terbangun.

Aku menarik tanganku yang terulur untuk menyentuhnya, menghela napas panjang, lalu berdiri. Melangkah keluar kamar, menuju lantai bawah. Aku memutuskan untuk menjadi pacar yang baik untuk Dastan pagi ini. Dan aku akan memulai dari menyiapkan sarapan istimewa untuk Dastan.

Setelah sampai di dapur aku membuka pintu kulkas, mengamati isinya. Biasanya aku hanya perlu memanaskan makanan yang sudah disiapkan oleh mama. Tapi pagi ini, aku ingin melakukan sesuatu yang berbeda.

Aku mengambil beberapa butir telur, sayuran, dan roti tawar. Aku tidak pandai memasak, jadi aku bertekad untuk membuat sandwich sederhana untuk Dastan. Aku mencari alat-alat masak milik milik, aku tidak begitu tahu dimana mama meletakannya, namun setelah mencari akhirnya aku menemukannya di laci kitchen set diatas ku.

Aku menaruh wajan diatas kompor, menyalakan apinya, dan menaruh sedikit mentega diatasnya. Aku berencana untuk mengoreng telurku, walaupun aku sangat jarang melakukannya, ternyata aku berhasil mengoreng tiga telur mata sapi dengan hasil yang membuat diriku sendiri takjub.

Selesai dengan telur, aku melanjutkan dengan memangangan beberapa lembar ham, sambil menunggu daging matang aku mengambil tomatku, mengirisnya tipis-tipis, lalu mengambil daun selada dan mencucinya bersih.

Setelah semua selesai aku siapkan. Kutata sedemikian rupa telur, daging, tomat, dan selada diatas roti tawar yang tidak lupa aku aku pangang sebelumnya, menambahkan mayones dan saus, lalu menutupnya kembali dengan roti tawar. Aku hampir menjerit kegirangan dengan hasil masakanku, sebelum akhirnya menyadari ada sepasang mata yang tengah menatapku dari kejauhan.

"Dastan!" Aku tersipu malu saat menemukan Dastan bersandar di dinding, tengah menatapku di dapur penuh minat. "Ngapain bengong disitu?" Tanyaku disela langkahku membawa piring berisi sandwich karyaku dari dapur menuju meja makan.

"Nggak ngapa-ngapain, lagi nikmatin memandangan indah." Jawabnya yang mengekor dibelakangku, mengikutiku ke meja makan.
"Aku nggak tau gimana rasanya.." kataku jujur kepadanya, menatap Dastan yang kini juga tengah menatapku.

"Nggak penting gimana rasanya, yang penting itu siapa yang masak." Ucapnya melangkah mendekatiku. Menghimpit tubuhku yang bersandar di meja makan.

"Mau sarapan?" Tanyaku berusaha menutupi kegugupanku.

"Nanti." Jawabnya lalu di detik berikutnya bibirnya sudah melumat bibirku dengan penuh gairah. Dengan gerakan ringan dia mengangkat tubuhku, membuatku secara reflek langsung melingkarkan kakiku ke pinggangnya agar tidak jatuh.

Dastan mengendongku meninggalkan meja makan, berjalan menuju ruang depan lalu menurunkanku di sofa. Menindihku dengan tubuhnya, dan bibirnya masih melumat bibirku panas.

Aku bisa merasakan miliknya mengesek milikku dibawah sana, terasa keras dan nikmat saat menyentuh pangkal pahaku yang sensitif.

"Ahh.." aku menghirup udara dalam-dalam saat Dastan melepaskan bibirku dan bergerak turun, menyesap kuat ceruk leherku dengan bibirnya yang terasa sangat panas di kulitku.

Tubuhku meremang nikmat, tangan Dastan yang tidak mau diam, terus menyentuh ku, menyusup ke balik baju tidurku, meremas payudaraku lembut.

Dastan menuntunku untuk bangun, dengan cekatan melepas baju dan celana tidurku, lalu pakaian dalamku. Membuatku telanjang sepenuhnya.

Aku menunggu dia melepaskan pakaiannya sendiri, kembali terkekeh geli saat celana kucing itu kembali muncul di mataku. Tapi tidak lama, karena Dastan langsung membungkam mulutku dengan bibirnya yang panas.

Dia kembali mendorongku untuk berbaring di sofa, lalu bergerak untuk menindih tubuhku dan berlanjut ke langkah selanjutnya.

TBC.

Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang