"Kita.. udahan aja, ya."
Setelah berpikir panjang, akhirnya kata-kata itu bisa keluar juga dari mulutku.
"Kan emang udah, emang kamu mau lagi? Kamu belom puas?"
Ingin sekali aku mengambil pisau dari dapur dan mengorok lehernya hingga putus saat mendengar jawaban dari Dastan. Tega sekali dia merusak momentum yang sudah aku bangun dengan susah payah.
"Bukan itu maksud aku!" Jawabku kesal setengah mati.
Dastan tekekeh geli lalu mengeratkan pelukannya pada tubuhku.
"Terus apa? Hmm?"
Aku yakin Dastan tahu apa yang aku maksud, dia hanya pura-pura bodoh sekarang.
"Aku mau.."
"Aku enggak." Dia memotong ucapanku cepat. Menghela napas kasar, lalu merenggangkan pelukannya untuk menatap wajahku. "Ada yang ganggu selama aku pergi?" Tanya dia lagi, dan aku mengeleng cepat.
Aku tidak perlu memberitahunya tentang surat berdarah itu kan? Aku hanya perlu menjauh dari Dastan, dan hidupku akan kembali normal seperti biasanya.
"Terus? Papa ganggu kamu banget, ya?"
Aku kembali mengeleng, memilih untuk menundukan kepalaku, menatap putingnya yang berwarna pink, lucu.
"Lihat aku, Nabilla." Perintahnya Dastan membuatku mendongakan kepalaku lagi. "Terjadi sesuatu kan? Selama aku pergi." Ulangnya lagi.
"Enggak, kok." Aku kembali berbohong. "Aku cuma... bosen aja."
"Jujur aja.." kata Dastan menatapku lembut. "Kamu.. bosen ena-ena terus?"
Aku hampir tersedak salivaku sendiri saat mendengar pertanyaan Dastan.
"Iyaa!" Galak ku kesal sekali.
"Kalo galak gini, biasanya bohong." Dastan kembali terkekeh geli menatapku, lalu membawaku kedalam pelukannya lagi. "Nggak ada kata bosen untuk pasangan yang pacaran baru satu minggu, Nabilla. Alasan tidak diterima." Bisik Dastan lagi.
"Tapi.."
"Enggak ada tapi tapian." Kata Dastan mutlak seperti biasa. "Enggak usah mikir yang enggak-enggak. Jalanin aja, cuma aku dan kamu. Jangan mikir lain." Bisiknya lagi, mengecup keningku lembut. "Aku bakal lindungin kamu, Na. Dari apapun itu." Janjinya lagi, seolah tahu apa yang aku khawatirkan.
Aku menghela napas panjang di dalam pelukannya. Entah mengapa rasanya sangat nyaman saat aku bersama Dastan. Rasa nyaman dan aman. Seolah kita memiliki sesuatu ikatan khusus, yang tidak pernah aku dapatkan dari siapapun itu.
*
Keesokan harinya, saat aku turun untuk berangkat sekolah, Dastan sudah duduk di meja makan dengan mama yang sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Kami bertiga sarapan bersama, dan saat jam menunjuk pukul 06:32, aku dan Dastan pamit untuk berangkat sekolah.
Sesampainya di sekolah aku menunggu Dastan memarkir mobil di gedung parkir yang terletak di samping sekolahan, lalu kami berjalan kaki bersama menuju sekolah.
Sepanjang perjalanan tangannya memeluk pinggangku posesif, membuatku tidak nyaman. Aku beberapa kali mencoba melepaskan diri tapi Dastan terus mengulanginya, membuatku menyerah.
"Kamu harus terbiasa kaya gini. Karena aku bakal lakuin ini terus tiap hari." Kata Dastan menarik pingangku semakin merapat ke tubuhnya.
Aku memutar mataku jengah, dan Dastan hanya terkekeh geli sebagai tanggapan.
Dua satpam yang berjaga di pintu masuk mengangguk sopan kepada Dastan saat kami lewat, dan Dastan tesenyum sebagai balasan. Membawaku melewati gerbang sekolah, bergabung dengan murid lainnya yang hilir mudik di sekitar gerbang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)
Teen Fiction21+++ 🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Hidupku selama 17 tahun berjalan seperti remaja pada umumnya. Sekolah, belajar, dan sesekali berkencan. Hingga hari itu datang, seorang murid pindahan yang mengubah segalanya. Hidupku yang normal porak-poranda, saat dia mengataka...