Tanggisku yang sudah ku tahan langsung pecah begitu aku sampai di kamar, aku membanting pintu kamarku hingga tertutup, lalu menguncinya. Melangkah menuju ranjang, lalu melemparkan tubuhku disana. Ku tengelamkan wajahku di bantal, lalu berteriak sekuat tenaga. Rasanya sangat sakit, hatiku terasa sangat sakit. Kenapa ini terjadi denganku?
Perkataan mama terus tergiang di kepalaku, berputar-putar tanpa jeda.
Om Pandu ayah kamu, Nabilla.
Om Pandu ayah kamu, Nabilla.
Om Pandu ayah kamu, Nabilla!
Jadi, aku dan Dastan? Lalu bagaimana dengan kandunganku?!
Astaga! Segitu besarkah dosaku hingga Tuhan menghukumku seperti ini?
Aku kembali berteriak. Dan mendengar suara pintu kamarku di gedor disusul oleh teriakan khawatir dari mama.
"Sayang buka pintunya, sayang! Nabilla! Buka pintunya! Jangan seperti ini, Nak!"
Tanggisku semakin keras, dadaku terasa sesak. Hal seperti ini tidak pernah terlintas sekalipun di kepalaku. Tidak pernah sekalipun. Dulu terkadang aku penasaran, bagaimana pertemuanku dengan ayah kandungku suatu saat nanti. Duluu, saat aku masih kecil. Dan sekarang, aku sudah tidak pernah memikirkan hal itu lagi.
Sekarang, aku sudah tidak butuh sosok ayah. Jadi kenapa hal ini harus terjadi?
Mama masih terus mengedor pintu kamarku, memohon agar aku membuka pintu kamar. Tapi aku tidak mengubrisnya.
Pertama-tama aku sangat membenci mama, lalu setelah mama, aku berubah membenci Om Pandu. Seiring berjalannya waktu aku menangis, aku membenci Dastan. Lalu sekarang, aku benci diriku sendiri.
Aku sangat benci diriku sendiri!
Hidupku berakhir seperti ini karena kebodohanku!
Entah sudah berapa lama aku menangis, tapi air mataku masih terus saja keluar, seolah tidak ada habisnya. Mataku terasa perih, dan kepalaku sakit. Kedua pelipisku terasa sangat nyeri. Bahkan gigiku terasa ngilu sekarang.
Handphoneku terus berbunyi, dari Dastan dan Om Pandu. Membuatku memutuskan untuk mematikannya, lalu kembali menangis.
Aku menatap keluar jendela kamarku dengan mataku yang kabur. Langit di luar sana sudah mulai terang, menandakan aku sudah menangis sepanjang malam.
Aku sama sekali tidak bisa tidur, mataku tidak mau terpejam walau sedetik pun. Aku melalui malam yang sangat panjang, panjang dan menyakitkan.
Aku tidak pernah merasakan rasa sakit seperti ini sebelumnya. Hidupku sepenuhnya hancur, hancur dan tidak ada harapan ataupun kesempatan untuk memperbaikinya. Dan aku sendiri yang menghancurkannya.
Andai saja aku tidak melakukannya.
Andai saja aku tidak bertemu Dastan.
Andai saja Om Pandu bukan ayahku.
Aku saja...
"Uhhh.." Tiba-tiba perutku bergejolak, mual."Uhh.." kau menutup mulutku dengan telapak tangan. Rasanya isi perutku berontak ingin keluar, seolah sudah sampai di tengorokanku. Segera ku bangkit dari ranjang, berlari menuju kamar mandi.
"Hoek! Hoek!"
Aku bersimpuh di depan closet, mencengkram sisinya kuat-kuat. Rasanya sangat mual hingga membuatku pusing, tapi tidak ada yang keluar dari perutku.
Dok! Dok! Dok!
"Sayang, kamu nggak papa, Sayang?!" Itu suara mama, kembali mengedor pintu kamarku dengan keras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)
Teen Fiction21+++ 🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Hidupku selama 17 tahun berjalan seperti remaja pada umumnya. Sekolah, belajar, dan sesekali berkencan. Hingga hari itu datang, seorang murid pindahan yang mengubah segalanya. Hidupku yang normal porak-poranda, saat dia mengataka...