"Aku mau Dastan." Pintaku kemudian."Iya, sayang. Dastan disini kok." Kata mama menenangkan. Lalu melepaskan pelukannya padaku. "Dastan?" Panggil mama celingak-celinguk kesana kemari mencari Dastan, aku yang ikut mencari pun juga tidak menemukan sosok Dastan.
"Loh, Dastan kemana, Mas? Tadi datang bareng kamu kan?" Mama menatap Om Pandu keheranan.
Om Pandu memasang wajah muram, lalu menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. "Dastan aku kunciin di depan." Terangnya kemudian membuatku speechless, sementara mama tampak sangat marah.
"Kebangetan banget kamu ya, Mas!" Mama berlari kelantai bawah diikuti oleh Om Pandu.
"Ini momen ku sama Nabilla loh, Lin. Kalo Dastan ikut masuk, pasti aura wibawaku yang terpancar ini langsung meredup, tersaingi sama Dastan. Dan Nabilla nggak akan liat aku."
"Tau lah, Mas. Pusing aku ngomong sama kamu. Dan nggak ada Dastan pun Nabilla juga nggak liat kamu kok. "
"Itu karena kamu langsung peluk dia, coba enggak dia pasti langsung terharu liat aku disana."
"Kamu mending pulang aja lah mas. Kamu di sini cuma bikin aku sakit kepala aja!"
"Oh, itu pasti karena kamu udah tua, Lin..,"
Kepalaku kembali berdenyut sakit saat mendengar pertengkaran tidak penting mereka, membuatku memutuskan masuk ke kamar, lalu kembali berbaring di ranjangku.
Tidak lama kemudian, terdengar derap langkah kaki menaiki tangga. Aku menatap pintu kamarku, lalu bergerak turun dari ranjang. Tidak lama kemudian pintunya terbuka dari luar, dan muncul sosok yang saat ini sangat aku inginkan.
"Dastan." Aku berlari dan menghambur kepelukannya.
"Hey.." Dastan mendekapku erat, merasakan dia bernapas di rambutku. Entah kenapa tanggisku kembali pecah saat Dastan memelukku. Dia mengelus rambutku lembut, berusaha meredakan tangisku. Tapi seolah mendapat dukungan darinya, tanggisku semakin bertambah keras saja.
"Ssstt... sttt.. Udah, udah.." Bisiknya menenangkanku, tangan satunya yang berada di punggungku menepuk-nepuk halus. Aku masih terisak didalam pelukannya, berusaha meredakan tangisku. Ku lap ingus yang menyumbat hidungku dengan flannel hitam yang dia kenakan untuk melapisi kaos yang dia pakai. Membuatku lega karena aku bisa kembali bernapas dengan normal.
Aku merengangkan pekukanku, untuk menatap wajahnya. "Kamu nggak papa?" Tanyaku membuatnya tersenyum.
"Aku baik-baik aja, Na.." Dastan mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipiku, lalu menghela napas berat. "Jelas kamu yang nggak baik-baik aja." Gumamnya lagi, menatapku lekat.
Dastan menuntunku keranjang, lalu kembali memelukku disana.
"Aku temenin kamu tidur, ya. Kamu pasti nggak tidur semalaman kan?"
"Mm.. tidur.. kok.."
"Gausah bohong.." bisiknya lagi, lalu mengeratkan pelukannya pada tubuhku.
"Kamu.. nggak baik-baik aja kan?" Tanyaku lagi, mendongakkan kepalaku untuk mentapanya.
"Kenapa mikir gitu?" Jawab Dastan balas bertanya, dia juga tengah menatapku sekarang. "Apa yang bikin kamu mikir aku nggak baik-baik aja?" Tanya Dastan lagi, alisnya menyernyit menatapku.
"Mmm.." aku kebingungan untuk menjawab.
"Karena aku bukan anak kandung papa Pandu?"
Dan aku mengangguk takut-takut.
"Its okay, Na.. aku udah tau itu dari kecil. Karena dari awal memang semuanya nggak pernah di tutupin." Terangnya menyakinkanku.
Aku kembali berbaring di dada Dastan. Benar-benar merasa lega sekarang, rasanya sangat lega saat mengetahui Dastan baik-baik aja sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Bad Boy And Me (TAMAT)
Teen Fiction21+++ 🔞🔞🔞🔞🔞🔞 Hidupku selama 17 tahun berjalan seperti remaja pada umumnya. Sekolah, belajar, dan sesekali berkencan. Hingga hari itu datang, seorang murid pindahan yang mengubah segalanya. Hidupku yang normal porak-poranda, saat dia mengataka...